Siswi Pengungsi Wakili Bali ke Debat Nasional
Seorang siswi SMP pengungsi bencana Gunung Agung, Ni Luh Yuliantari, 15, tetap bisa membukukan prestasi, meskipun tengah berada di tenda pengungsian.
SEMARAPURA, NusaBali
Siswi Kelas IX SMPN 3 Selat, Karangasem yang kini nebeng belajar di SMPN 1 Semarapura, Klungkung ini lolos mewakili Bali ke ajang debat tingkat nasional ‘Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN)’ di Jakarta, 26-30 Oktober 2017.
Luh Yuliantari merupkan satu-satunya andalan Provinsi Bali dalam kancah debat OLSN 2017 nanti. Siswi berusia 15 tahun asal Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat ini mengangkat masalah ‘Penambangan Pasir’ di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, dalam debat OLSN entang Lingkungan Hidup tersebut.
Ditemui NusaBali di SMPN 1 Semarapura, Jumat (13/10), Luh Yuliantari mengaku bangga bisa lolos ke tingkat nasional. Terlebih, prestasi ini dicapai ketika dia bersama keluarganya tengah dalam pengungsian akibat bencana Gunung Agung. Anak sulung dari dua bersaudara pasangan I Kadek Yos Saputra dan Ni Komang Cenik Se-riasih ini mengungsi ke Lingkungan Kemoning, Kelurahan Semarapura Kelod, Kecamatan Klungkung, sejak 21 September 2017.
Sedangkan kepastian lolos mewsakili Bali ke ajang debat OLSN baru diketahui Yuliantari, 20 September 2017 atau sehari sebelum dia mengungsi bersama keluarganya. “Ya, saya terima pengumuman lolos ke tingkat nasional sehari sebelum mengungsi. Waktu itu, saya antara gembira dan sedih. Gemnbira karena lolos ke tingkat nasional, sedih karena harus mengungsi,” kenang Yuliantari.
Kendati harus nebeng belajar di SMPN 1 Semarapura karena sedang mengungsi, siswi SMPN 3 Selat ini tidak surut semangat. Siswa kelahiran 24 Agustus 2002 ini tetap serius berlatih debat, agar nanti bisa berjaya dalam OLSN di Jakarta. Terkadang, Yuliantari berlatih debat dengan mendatangi guru pembinanya di Karangasem, yakni Ni Nengah Ariati. “Biasanya saya mendatangi guru pembina di Karangasem dengan diantar orangtua. Tapi, saya lebih intens latihan debat di lokasi peng-ungsian,” jelas Yuliantari.
Menurut Yuliantari, perjuangannya untuk bisa tembus lomba debat tingkat nasional OLSN 2017 tidaklah mudah. Sebelum terpilih mewakili Bali, dia mengawali perjuangan dengan berkompetisi di tingkat Kabupaten Karangasem. Setelah juara kabupaten, dia bertarung lagi dalam kompetisi tingkat Provinsi Bali, menghadapi wakil-wakil dari 9 kabupaten/kota.
Peserta dari seluruh Bali wajib mengirim sebuah tulisan esai yang akan dijadikan materi debat. “Saya sendiri mengirim tulisan esai tentang Penambangan Pasir di Desa Sebudi. Ternyata, saya tampil sebagai juara tingkat Provinsi Bali,” beber Yuliantari.
Tulisan yang diangkat Yuliantari menggambarkan tentang kondisi penambangan pasir di Desa Sebudi, yang banyak lahan dikelola investor dari luar, sementara warga sekitar hanya menjadi buruh angkut dan penambang. Selain itu, Yuliantari juga menyoroti masalah lingkungan di balik penambangan pasir tersebut. “Setelah pasir itu dikeruk, perlu ada upaya salah satunya reboisasi, agar alam tetap terjaga, berdasarkan konsep Tri Hita Karana,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 1 Semarapura, I Nyoman Karyawan, mengaku ikut senang salah satu siwa pengungsi yang ditampung di sekolahnya lolos mewakili Bali ke pentas nasional. Namun, untuk lomba tersebut, pihaknya tidak memiliki kewenangan secara teknis. Kewenangan teknis itu ada pada guru pembina di sekolah asalnya. “Tapi, kami tetap support siswa bersangkutan,” ujar Kasek Nyoman Karyawan, yang kemarin sempat foto bareng Yuliantari di SMPN 1 Semarapura. *wa
Siswi Kelas IX SMPN 3 Selat, Karangasem yang kini nebeng belajar di SMPN 1 Semarapura, Klungkung ini lolos mewakili Bali ke ajang debat tingkat nasional ‘Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN)’ di Jakarta, 26-30 Oktober 2017.
Luh Yuliantari merupkan satu-satunya andalan Provinsi Bali dalam kancah debat OLSN 2017 nanti. Siswi berusia 15 tahun asal Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat ini mengangkat masalah ‘Penambangan Pasir’ di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, dalam debat OLSN entang Lingkungan Hidup tersebut.
Ditemui NusaBali di SMPN 1 Semarapura, Jumat (13/10), Luh Yuliantari mengaku bangga bisa lolos ke tingkat nasional. Terlebih, prestasi ini dicapai ketika dia bersama keluarganya tengah dalam pengungsian akibat bencana Gunung Agung. Anak sulung dari dua bersaudara pasangan I Kadek Yos Saputra dan Ni Komang Cenik Se-riasih ini mengungsi ke Lingkungan Kemoning, Kelurahan Semarapura Kelod, Kecamatan Klungkung, sejak 21 September 2017.
Sedangkan kepastian lolos mewsakili Bali ke ajang debat OLSN baru diketahui Yuliantari, 20 September 2017 atau sehari sebelum dia mengungsi bersama keluarganya. “Ya, saya terima pengumuman lolos ke tingkat nasional sehari sebelum mengungsi. Waktu itu, saya antara gembira dan sedih. Gemnbira karena lolos ke tingkat nasional, sedih karena harus mengungsi,” kenang Yuliantari.
Kendati harus nebeng belajar di SMPN 1 Semarapura karena sedang mengungsi, siswi SMPN 3 Selat ini tidak surut semangat. Siswa kelahiran 24 Agustus 2002 ini tetap serius berlatih debat, agar nanti bisa berjaya dalam OLSN di Jakarta. Terkadang, Yuliantari berlatih debat dengan mendatangi guru pembinanya di Karangasem, yakni Ni Nengah Ariati. “Biasanya saya mendatangi guru pembina di Karangasem dengan diantar orangtua. Tapi, saya lebih intens latihan debat di lokasi peng-ungsian,” jelas Yuliantari.
Menurut Yuliantari, perjuangannya untuk bisa tembus lomba debat tingkat nasional OLSN 2017 tidaklah mudah. Sebelum terpilih mewakili Bali, dia mengawali perjuangan dengan berkompetisi di tingkat Kabupaten Karangasem. Setelah juara kabupaten, dia bertarung lagi dalam kompetisi tingkat Provinsi Bali, menghadapi wakil-wakil dari 9 kabupaten/kota.
Peserta dari seluruh Bali wajib mengirim sebuah tulisan esai yang akan dijadikan materi debat. “Saya sendiri mengirim tulisan esai tentang Penambangan Pasir di Desa Sebudi. Ternyata, saya tampil sebagai juara tingkat Provinsi Bali,” beber Yuliantari.
Tulisan yang diangkat Yuliantari menggambarkan tentang kondisi penambangan pasir di Desa Sebudi, yang banyak lahan dikelola investor dari luar, sementara warga sekitar hanya menjadi buruh angkut dan penambang. Selain itu, Yuliantari juga menyoroti masalah lingkungan di balik penambangan pasir tersebut. “Setelah pasir itu dikeruk, perlu ada upaya salah satunya reboisasi, agar alam tetap terjaga, berdasarkan konsep Tri Hita Karana,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 1 Semarapura, I Nyoman Karyawan, mengaku ikut senang salah satu siwa pengungsi yang ditampung di sekolahnya lolos mewakili Bali ke pentas nasional. Namun, untuk lomba tersebut, pihaknya tidak memiliki kewenangan secara teknis. Kewenangan teknis itu ada pada guru pembina di sekolah asalnya. “Tapi, kami tetap support siswa bersangkutan,” ujar Kasek Nyoman Karyawan, yang kemarin sempat foto bareng Yuliantari di SMPN 1 Semarapura. *wa
Komentar