Pupuk Organik Minim Peminat
Pupuk organik yang digelontor oleh pemerintah pun tidak dimanfaatkan secara maksimal.
SEMARAPURA, NusaBali
Seperti pantauan NusaBali, Senin (16/10) di Subak Pegatepen, Desa Gelgel, Klungkung, nampak belasan karung pupuk organik Green Diamond ditumpuk di pinggir jalan. Bahkan beberapa karung pupuk tersebut ada yang robek dan isinya berserakan. “Pas saat diturunkan dari truk, banyak petani yang berebut. Tapi beginilah kondisinya sekarang terkesan tidak dimanfaatkan,” ujar warga sekitar.
Ditemui terpisah, seorang krama Subak Pegatepan, Nyoman Sudiarsana, mengakui hal itu. Namun, kata dia, tidak semua petani tak memakai pupuk organik. Buktinya banyak petani yang sudah memanfaatkan pupuk organik. “Saya juga menggunakan pupuk organik, karena bermanfaat untuk tanaman dan lahannya,” ujarnya.
Kata dia, ada beberapa petani belum tertarik menggunakan pupuk organik. Karena pupuk ini mimicu munculnya tanaman gulma seperti kali gangsa. Di samping itu penggunaan pupuk kimia salah satunya merk Urea lebih praktis dan minim muncul gulma.
Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Juanida saat ditemui, mengakui kondisi tersebut. Kata dia, untuk jangka pendek penggunaan pupuk kimia memang bagus karena lebih praktis. Hanya saja sesuai kajian dalam jangka panjang penggunaan pupuk kimia kurang baik terhadap lahan dalam jangka panjang, karena bisa merusak kandungan hara pada tanah. “Kalau pupuk organik memang bisa memicu gulma, tapi jangka panjangnya bagus untuk tanaman maupun lahan pertanian,” katanya.
Kata Juanida, kondisi serupa juga sebelumnya terjadi saat petani diminta beralih dari menggunakan pupuk organik ke kimia. Saat sudah merasakan langsung praktisnya menggunakan pupuk kimia, diminta beralih menggunakan pupuk organik memang agak sulit. Oleh karena itu, pihaknya gencar menyosialisasikan termasuk mendemplot sawah menggunakan pupuk organik.
Dijelaskan, tahun 2017 ini, Pemprov Bali mensubsidi 2.335 hektare lahan pertanian di Kabupaten Klungkung untuk mendapatkan 500 kilogram pupuk organik per hektare. Para petani tinggal membayar Rp 150 per kilogram pupuk organik. Untuk harga normal Rp 950 per kilogram. Pemerintah mensubsidi sekitar Rp 800 per kilogram. *wa
Ditemui terpisah, seorang krama Subak Pegatepan, Nyoman Sudiarsana, mengakui hal itu. Namun, kata dia, tidak semua petani tak memakai pupuk organik. Buktinya banyak petani yang sudah memanfaatkan pupuk organik. “Saya juga menggunakan pupuk organik, karena bermanfaat untuk tanaman dan lahannya,” ujarnya.
Kata dia, ada beberapa petani belum tertarik menggunakan pupuk organik. Karena pupuk ini mimicu munculnya tanaman gulma seperti kali gangsa. Di samping itu penggunaan pupuk kimia salah satunya merk Urea lebih praktis dan minim muncul gulma.
Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Juanida saat ditemui, mengakui kondisi tersebut. Kata dia, untuk jangka pendek penggunaan pupuk kimia memang bagus karena lebih praktis. Hanya saja sesuai kajian dalam jangka panjang penggunaan pupuk kimia kurang baik terhadap lahan dalam jangka panjang, karena bisa merusak kandungan hara pada tanah. “Kalau pupuk organik memang bisa memicu gulma, tapi jangka panjangnya bagus untuk tanaman maupun lahan pertanian,” katanya.
Kata Juanida, kondisi serupa juga sebelumnya terjadi saat petani diminta beralih dari menggunakan pupuk organik ke kimia. Saat sudah merasakan langsung praktisnya menggunakan pupuk kimia, diminta beralih menggunakan pupuk organik memang agak sulit. Oleh karena itu, pihaknya gencar menyosialisasikan termasuk mendemplot sawah menggunakan pupuk organik.
Dijelaskan, tahun 2017 ini, Pemprov Bali mensubsidi 2.335 hektare lahan pertanian di Kabupaten Klungkung untuk mendapatkan 500 kilogram pupuk organik per hektare. Para petani tinggal membayar Rp 150 per kilogram pupuk organik. Untuk harga normal Rp 950 per kilogram. Pemerintah mensubsidi sekitar Rp 800 per kilogram. *wa
1
Komentar