Jakarta-Bali Tiap Pekan, Temui Komunitas hingga Pengungsi Gunung Agung
Supadma Rudana, Memasuki 50 Hari Pengabdian di Senayan
DENPASAR, NusaBali
Tepat 17 Oktober 2017 anggota Fraksi Demokrat DPR RI, Putu Supadma Rudana memasuki masa pengabdian ke 50 hari di DPR RI, sejak dilantik menjadi PAW (Pengganti Antar Waktu) Putu Sudiartana alias Leonk, 24 Agustus 2017 lalu. Memasuki 50 hari ini, Supadma Rudana mengaku serasa kerja 5 tahun lamanya. Pulang-pergi setiap pekan Supadma Rudana harus mengejar penugasan Fraksinya. Seperti apa ceritanya?
Ditemui NusaBali di sela-sela kunjungan dapil (daerah pemilihan) di Denpasar beberapa waktu lalu, Supadma Rudana masih nampak kelelahan. Didampingi staf DPR RI, begitu mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung, Supadma Rudana langsung menemui para komunitas media sosial yang digawangi beberapa anak-anak mahasiswa di Bali.
Pertemuan jelang tengah malam itu harus dilaksanakan. Belum lagi esok pagi-pagi sekali dia harus bertemu dengan seniman dan akademisi di Desa Ubud, Kabupaten Gianyar. “Saya harus mengejar target untuk membuat laporan kinerja kepada Fraksi,” ujar Supadma Rudana.
Maklum, begitu dilantik sebagai anggota DPR RI, Supadma Rudana sudah didrop langsung di Komisi III membidangi Hukum dan HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, BNN, KPK yang mengharuskan dia menyamai capaian rekan-rekannya sesama Fraksi Demokrat melakukan Kundapil (kunjungan dapil). Dia diwajibkan turun di 50 titik menemui masyarakat. Supadma Rudana hanya 2 pekan menyelesaikannya. Bagi Supadma Rudana bekerja dengan speed (kecepatan) tinggi harus dilakukan lagi seperti ketika dirinya menempuh kuliah di Amerika Serikat, beberapa tahun silam. “Kumpulkan minimal 100 orang untuk sosialisasi program DPR RI. Dengan waktu hanya Sabtu-Minggu tiap pekan, saya harus turun di 50 titik. Caranya Sabtu-Minggu pulang ke Bali, Senin sudah di Jakarta mengikuti kegiatan di DPR RI yang padat sampai dini hari,” kata politisi asal Desa Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
Supadma Rudana pun merasa tertantang. Pekan pertama dia langsung menemui para seniman, pecalang, pelaku pariwisata, hingga pengurus ST (Sekaa Teruna) di Kecamatan Ubud, Gianyar. Bahkan dirinya juga harus melakukan aksi kemanusiaan dengan menemui para pengungsi Gunung Agung Karangasem, sebagai panggilan moral atas dasar Manyamabraya.
Ada 15 titik pengungsi yang ditengok dengan penyerahan bantuan kemanusiaan bersama relawan. Supadma Rudana temui pengungsi di Bangli, Gianyar, Klungkung dan Karangasem. Dia juga sempat sembahyang ke Pura Besakih yang ditutup karena status Awas Gunung Agung. Berkat pendekatan yang santun kepada petugas dan pamangku Pura Besakih, Supadma Rudana diizinkan untuk sembahyang selama 30 menit di Pura Besakih bersama relawan.
“Pikiran saya hanya satu, memperjuangkan aspirasi masyarakat secara penuh kerja keras tanpa lelah dan pararel dan tulus iklas,” ujar Supadma Rudana. Bagaimana dengan Bidang Komisi III? Supadma Rudana mengaku dapat pengalaman berharga. Bagaimana tidak, dia bukan pakar hukum. “Di Komisi III ini membuat saya malah lebih matang. Persaingan untuk menunjukkan kemampuan dengan anggota Komisi III yang sudah jago dan pengalaman jadi tantangan tersendiri, walaupun saya bukan pakar hukum,” ujar pria yang juga Ketua Pengda Karang Taruna Provinsi Bali ini.
Menurut Supadma Rudana di Komisi III dirinya mengawal penegakan hukum terhadap seni dan budaya, HAKI, pengawalan warisan luhur budaya yang mengalami pencurian dan pemalsuan. Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah keharusan dalam menyelesaikan masalah pemalsuan produk seni dan budaya. “Jadi 30 hari ini di Komisi III banyak pengalaman saya dapat. Ternyata seni dan budaya itu terkait dengan hukum. Itu pengalaman dan sebuah ilmu juga. Walaupun saya bukan orang hukum, saya orang yang setiap hari bergulat dengan seni dan budaya,” tegas alumni Universitas Webster Amerika Serikat ini.
Selain itu kata Supadma Rudana memahami dan mengenal kebersamaan dengan yudikatif dalam tata pemerintahan pengalaman luar biasa. “Saya merasakan bagaimana perjuangan penegakan hukum, mengawal supremasi hukum, mengawal program pemberantasan korupsi adalah tugas mulia,” tegas Wasekjen DPP Demokrat ini. *nat
Ditemui NusaBali di sela-sela kunjungan dapil (daerah pemilihan) di Denpasar beberapa waktu lalu, Supadma Rudana masih nampak kelelahan. Didampingi staf DPR RI, begitu mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung, Supadma Rudana langsung menemui para komunitas media sosial yang digawangi beberapa anak-anak mahasiswa di Bali.
Pertemuan jelang tengah malam itu harus dilaksanakan. Belum lagi esok pagi-pagi sekali dia harus bertemu dengan seniman dan akademisi di Desa Ubud, Kabupaten Gianyar. “Saya harus mengejar target untuk membuat laporan kinerja kepada Fraksi,” ujar Supadma Rudana.
Maklum, begitu dilantik sebagai anggota DPR RI, Supadma Rudana sudah didrop langsung di Komisi III membidangi Hukum dan HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, BNN, KPK yang mengharuskan dia menyamai capaian rekan-rekannya sesama Fraksi Demokrat melakukan Kundapil (kunjungan dapil). Dia diwajibkan turun di 50 titik menemui masyarakat. Supadma Rudana hanya 2 pekan menyelesaikannya. Bagi Supadma Rudana bekerja dengan speed (kecepatan) tinggi harus dilakukan lagi seperti ketika dirinya menempuh kuliah di Amerika Serikat, beberapa tahun silam. “Kumpulkan minimal 100 orang untuk sosialisasi program DPR RI. Dengan waktu hanya Sabtu-Minggu tiap pekan, saya harus turun di 50 titik. Caranya Sabtu-Minggu pulang ke Bali, Senin sudah di Jakarta mengikuti kegiatan di DPR RI yang padat sampai dini hari,” kata politisi asal Desa Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
Supadma Rudana pun merasa tertantang. Pekan pertama dia langsung menemui para seniman, pecalang, pelaku pariwisata, hingga pengurus ST (Sekaa Teruna) di Kecamatan Ubud, Gianyar. Bahkan dirinya juga harus melakukan aksi kemanusiaan dengan menemui para pengungsi Gunung Agung Karangasem, sebagai panggilan moral atas dasar Manyamabraya.
Ada 15 titik pengungsi yang ditengok dengan penyerahan bantuan kemanusiaan bersama relawan. Supadma Rudana temui pengungsi di Bangli, Gianyar, Klungkung dan Karangasem. Dia juga sempat sembahyang ke Pura Besakih yang ditutup karena status Awas Gunung Agung. Berkat pendekatan yang santun kepada petugas dan pamangku Pura Besakih, Supadma Rudana diizinkan untuk sembahyang selama 30 menit di Pura Besakih bersama relawan.
“Pikiran saya hanya satu, memperjuangkan aspirasi masyarakat secara penuh kerja keras tanpa lelah dan pararel dan tulus iklas,” ujar Supadma Rudana. Bagaimana dengan Bidang Komisi III? Supadma Rudana mengaku dapat pengalaman berharga. Bagaimana tidak, dia bukan pakar hukum. “Di Komisi III ini membuat saya malah lebih matang. Persaingan untuk menunjukkan kemampuan dengan anggota Komisi III yang sudah jago dan pengalaman jadi tantangan tersendiri, walaupun saya bukan pakar hukum,” ujar pria yang juga Ketua Pengda Karang Taruna Provinsi Bali ini.
Menurut Supadma Rudana di Komisi III dirinya mengawal penegakan hukum terhadap seni dan budaya, HAKI, pengawalan warisan luhur budaya yang mengalami pencurian dan pemalsuan. Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah keharusan dalam menyelesaikan masalah pemalsuan produk seni dan budaya. “Jadi 30 hari ini di Komisi III banyak pengalaman saya dapat. Ternyata seni dan budaya itu terkait dengan hukum. Itu pengalaman dan sebuah ilmu juga. Walaupun saya bukan orang hukum, saya orang yang setiap hari bergulat dengan seni dan budaya,” tegas alumni Universitas Webster Amerika Serikat ini.
Selain itu kata Supadma Rudana memahami dan mengenal kebersamaan dengan yudikatif dalam tata pemerintahan pengalaman luar biasa. “Saya merasakan bagaimana perjuangan penegakan hukum, mengawal supremasi hukum, mengawal program pemberantasan korupsi adalah tugas mulia,” tegas Wasekjen DPP Demokrat ini. *nat
1
Komentar