Bupati Perintahkan Gencar Pendampingan
Pemkab Buleleng berupaya minimalkan kesalahan administrasi akibat ketidakpahaman aparat desa atas regulasi yang ada, terkait penggunaan dana desa.
Pemanfaatan Dana Desa di Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Bupati Putu Agus Suradnyana pun perintahkan Inspektorat Kabupaten Buleleng dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Buleleng untuk gencar lakukan pendampingan dalam pemanfaatan dana desa.
“Saya sudah perintahkan kembali Inspektorat dan Dinas PMD agar terus lakukan pelatihan-pelatihan menyangkut pemakaian dan pertanggungjawaban dana desa itu. Karena persoalannya, sekarang pengelolaan dana desa ada di desa-desa,” jelas Bupati Agus Suradnyana dalam aksi kampanye anti korupsi yang digelar KPK di Buleleng, Sabtu (22/10) siang.
Menurut Agus Suradnyana, pengelolaan dana desa itu menjadi persoalan serius yang dihadapi oleh aparat desa. Sebab, akibat ketidakpahaman terhadap regulasi keuangan yang ada, aparat desa bisa terjerat hukum. Karenanya, sangat penting dilakukan pendampingan mulai dari penyusunan Recana Kerja Anggaran (RKA) hingga APBDes dipertanggungjawabkan.
“Ini persoalan serius. Bukan karena ada niat untuk korupsi, tapi memang pemahaman terhadap aturan pengelolaan dana melalui pola APBDes yang masih kurang, sehingga aparat desa bisa terjerat masalah hukum,” tegas Agus Suradnyana yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng.
Data yang dihimpun NusaBali, pada tahun 2017 Kabupaten Buleleng mendapat kucuran dana desa dari pemerintah pusat sebesar Rp 105.860.971.000 atau 105,861 miliar. Dana ini dikucurkan untuk 129 desa di Bumi Panji Sakti. Masing-masing desa mendapat alokasi dana desa bervariasi, mulai yang dari terendah untuk Desa Sulanyah (Kecamatan Seririt) sebesar Rp 764.551.185 hingga tertinggi buat Desa Patas (Kecamatan Gerogak) mencapai Rp 948.226.537.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD Buleleng, I Gede Sandhiyasa, mengatakan pencairan dana desa mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2016 tentang tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan, dan evaluasi. Berdasarkan PMK 50/2016 itu, masing-masing desa mendapat jatah dana bervariasi, tergantung dari jumlah penduduk, luas wilayah, kesulitan gerografis, dan jumlah penduduk miskin.
“Alokasi dana desa untuk masing-masing desa dihitung berdasarkan alokasi dasar di mana 90 persen dari total transfer dana desa dibagi rata ke seluruh desa. Sisanya, 10 persen dihitung berdasarkan alokasi formula dengan rumus jumlah penduduk, luas wilayah, penduduk miskin, dan kesulitan geografis,” terang Gede Sandhiyasa saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Minggu (22/10).
Menurut Sandhiyasa, pemanfaatan dana desa itu telah ditentukan pusat, di mana penggunaannya diprioritaskan untuk membiayai kegiatan bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Bidang pembangunan yang jadi prioritas tersebut telah ditetapkan oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT). “Prioritas pembangunan ini harus dituangkan dalam rencana kerja oleh masing-masing desa,” tegas Sandhiyasa.
Disinggung soal pengawasan dana desa, menurut Sandhiyasa, hal itu rutin dilakukan oleh instasi terkait, termasuk Inspektorat. Sedangkan Dnas PMD Buleleng hanya lakukan pendampingan mulai dari penyusunan, pengamprahan, hingga pertanggungjawaban dana desa.
Sejauh ini, kata Sandhiyasa, kesalahan yang ditemukan terkait dana desa masih sebatas salah penempatan pos anggaran. “Kalau yang krusial tidak ada, cuma kesalahan penempatan pos anggaran saja. Dan, itu masih bisa dilakukan pergeseran pada APBDes Perubahan,” katanya.
Sandhiyasa menyebutkan, kesalahan penempatan pos anggaran sangat mungkin terjadi, karena tidak semua aparat desa dapat memahami ketentuan yang ada. Di samping itu, volume kucuran dana ke desa-desa belakangan juga cukup besar, mulai dari dana desa (bersumber dari APBN), Alokasi Dana Desa (bersumber dari APBD), hingga bagi hasil pajak.
“Semua sumber pendapatan itu ada aturannya, sehingga wajar ada kesalahan penempatan. Dan, masalah ini masih bisa dibenahi dengan menggeser pos anggaran di APBDes Perubahan,” jelas Sandhiyasa. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Bupati Putu Agus Suradnyana pun perintahkan Inspektorat Kabupaten Buleleng dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Buleleng untuk gencar lakukan pendampingan dalam pemanfaatan dana desa.
“Saya sudah perintahkan kembali Inspektorat dan Dinas PMD agar terus lakukan pelatihan-pelatihan menyangkut pemakaian dan pertanggungjawaban dana desa itu. Karena persoalannya, sekarang pengelolaan dana desa ada di desa-desa,” jelas Bupati Agus Suradnyana dalam aksi kampanye anti korupsi yang digelar KPK di Buleleng, Sabtu (22/10) siang.
Menurut Agus Suradnyana, pengelolaan dana desa itu menjadi persoalan serius yang dihadapi oleh aparat desa. Sebab, akibat ketidakpahaman terhadap regulasi keuangan yang ada, aparat desa bisa terjerat hukum. Karenanya, sangat penting dilakukan pendampingan mulai dari penyusunan Recana Kerja Anggaran (RKA) hingga APBDes dipertanggungjawabkan.
“Ini persoalan serius. Bukan karena ada niat untuk korupsi, tapi memang pemahaman terhadap aturan pengelolaan dana melalui pola APBDes yang masih kurang, sehingga aparat desa bisa terjerat masalah hukum,” tegas Agus Suradnyana yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng.
Data yang dihimpun NusaBali, pada tahun 2017 Kabupaten Buleleng mendapat kucuran dana desa dari pemerintah pusat sebesar Rp 105.860.971.000 atau 105,861 miliar. Dana ini dikucurkan untuk 129 desa di Bumi Panji Sakti. Masing-masing desa mendapat alokasi dana desa bervariasi, mulai yang dari terendah untuk Desa Sulanyah (Kecamatan Seririt) sebesar Rp 764.551.185 hingga tertinggi buat Desa Patas (Kecamatan Gerogak) mencapai Rp 948.226.537.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD Buleleng, I Gede Sandhiyasa, mengatakan pencairan dana desa mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2016 tentang tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan, dan evaluasi. Berdasarkan PMK 50/2016 itu, masing-masing desa mendapat jatah dana bervariasi, tergantung dari jumlah penduduk, luas wilayah, kesulitan gerografis, dan jumlah penduduk miskin.
“Alokasi dana desa untuk masing-masing desa dihitung berdasarkan alokasi dasar di mana 90 persen dari total transfer dana desa dibagi rata ke seluruh desa. Sisanya, 10 persen dihitung berdasarkan alokasi formula dengan rumus jumlah penduduk, luas wilayah, penduduk miskin, dan kesulitan geografis,” terang Gede Sandhiyasa saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Minggu (22/10).
Menurut Sandhiyasa, pemanfaatan dana desa itu telah ditentukan pusat, di mana penggunaannya diprioritaskan untuk membiayai kegiatan bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Bidang pembangunan yang jadi prioritas tersebut telah ditetapkan oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT). “Prioritas pembangunan ini harus dituangkan dalam rencana kerja oleh masing-masing desa,” tegas Sandhiyasa.
Disinggung soal pengawasan dana desa, menurut Sandhiyasa, hal itu rutin dilakukan oleh instasi terkait, termasuk Inspektorat. Sedangkan Dnas PMD Buleleng hanya lakukan pendampingan mulai dari penyusunan, pengamprahan, hingga pertanggungjawaban dana desa.
Sejauh ini, kata Sandhiyasa, kesalahan yang ditemukan terkait dana desa masih sebatas salah penempatan pos anggaran. “Kalau yang krusial tidak ada, cuma kesalahan penempatan pos anggaran saja. Dan, itu masih bisa dilakukan pergeseran pada APBDes Perubahan,” katanya.
Sandhiyasa menyebutkan, kesalahan penempatan pos anggaran sangat mungkin terjadi, karena tidak semua aparat desa dapat memahami ketentuan yang ada. Di samping itu, volume kucuran dana ke desa-desa belakangan juga cukup besar, mulai dari dana desa (bersumber dari APBN), Alokasi Dana Desa (bersumber dari APBD), hingga bagi hasil pajak.
“Semua sumber pendapatan itu ada aturannya, sehingga wajar ada kesalahan penempatan. Dan, masalah ini masih bisa dibenahi dengan menggeser pos anggaran di APBDes Perubahan,” jelas Sandhiyasa. *k19
Komentar