Gerakan Peduli Desa Tidak Terima Baliho Dimasalahkan
Pemasangan baliho disebut sebagai tanggapan atas putusan PN Singaraja yang menyatakan bangunan di atas lahan sengketa diserahkan pada keluarga Nengah Koyan.
Terkait Sengketa Lahan Kantor Desa Pengelatan
SINGARAJA, NusaBali
Panitia Gerakan Peduli Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng akhirnya angkat bicara atas laporan keluarga Nengah Koyan ke Polres Buleleng tentang baliho yang terpasang di depan kantor desa. Panitia menyebut, pemasangan baliho itu sebagai alat sosialisasi sekaligus menggugah kepedulian seluruh masyarakat Desa Pengelatan atas sengketa lahan kantor desa. “Kalau sekarang ada yang keberatan dengan tulisan di baliho, tentu ini bertolak belakang dengan putusan hukum dan Pengadilan Negeri Singaraja,” kata Ketua Panitia Gerakan Peduli Desa Pengelatan, Wayan Soma Adnyana, dalam keterangan persnya Minggu (22/10).
Wayan Soma didampingi pengurus panitia termasuk Kepala Desa (Perbekel) Pengelatan Nyoman Budarsa mengungkapkan, Panitia Gerakan Peduli Desa muncul atas putusan rapat banjar saat menyikapi putusan PN Singaraja, atas gugatan dari keluarga Nengah Koyan, yang dikuasakan pada anaknya Nyoman Supama.
Panitia ini diberi mandat menggugah rasa kepedulian seluruh masyarakat Desa Pengelatan terhadap kepentingan umum, terutama memperjuangkan dan mempertahankan aset-aset desa yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Kemudian mampu memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran, bahkan bila perlu dalam penyelesaian sengeketa lahan kantor desa.
“Atas dasar itulah kami dari panitia gerakan peduli desa, dengan dukungan dari para tokoh tua dan muda membuat baliho. Agar sosialisasi dari amanat yang diberikan dapat tersebar luas dengan cepat,” katanya
Nah menyangkut isi yang tertulis dalam baliho yang kemudian dilaporkan oleh keluarga Nengah Koyan, Wayan Soma menegaskan, tulisan itu dibuat karena penggugat sendiri (keluarga Nengah Koyan,red) sebenarnya hanya minta tanahnya diperhitungkan atau diberikan ganti rugi, namun justru putusan PN Singaraja melebihi dari tuntutan dari penggugat.
Putusan PN menyebutkan agar segala sesuatu yang ada di atas lahan termasuk bangunannya diserahkan pada pengugat dalam keadaan utuh. “Kalau tuntutannya hanya lahan, kenapa harus bangunan dan isinya juga diserahkan. Berarti ini jadi pertanyaan besar, ada apa dengan majelis hakimnya. Jadi apakah salah kalau merujuk dari putusan pengadilan itu, bangunan kantor desa itu mau dirampas, karena bangunan itu milik masyarakat Pengelatan,” tandasnya.
Panitia Gerakan Peduli Desa juga menyayangkan pernyataan yang menyebut seolah-olah Perbekel Pengelatan tidak pernah bernegosiasi dengan pihak keluarga Nengah Koyan terkait dengan lahan kantor desa. Karena selama ini upaya mediasi sudah diupayakan oleh Perbekel, termasuk berkoordinasi dengan pemerintahan di atasnya.
Perbekel Pengelatan Nyoman Budarsa mengaku sudah melakukan pendekatan dan bernegosiasi dengan pihak keluarga Nengah Koyan, sejak tahun 2014 lalu. Namun diakui, pendekatan dan negosiasi itu belum menghasilkan titik temu.
Menurut Budarsa, ada empat hal yang menjadi dasar dalam negosiasi itu, di antaranya menyangkut pemanfaatan dana desa untuk pembebasan lahan belum ada aturannya, kemudian jika tuntutan ganti rugi dikabulkan, akan menjadi preseden buruk ke depannya karena masih ada aset-aset desa yang belum bersertifikat. “Padahal kami sudah menawarkan solusi, pembuatan sertifikat untuk lahan kantor desa ditanggung desa, kemudian untuk pajak terhutang, desa yang akan membayar. Dan sebagai penghormatan pada keluarga Nengah Koyan, akan dibuatkan patung prasasti agar terus diingat dan dikenang. Tapi ini juga belum menemukan titik temu,” terangnya.
Menurut Perbekel Budarsa, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa pada Bupati yang sudah turun tangan menengahi persoalan yang ada di Desa Pengelatan. Apapun hasilnya nanti, pihak desa akan menerima dan melaksanakan kesepakatan itu.
Sebelumnya, keluarga Nengah Koyan, Nyoman Supama melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polres Buleleng atas isi baliho yang terpasang di depan Kantor Desa Pengelatan. Keluarga Nengah Koyan keberatan dibilang merampas lahan dan bangunan kantor desa. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Panitia Gerakan Peduli Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng akhirnya angkat bicara atas laporan keluarga Nengah Koyan ke Polres Buleleng tentang baliho yang terpasang di depan kantor desa. Panitia menyebut, pemasangan baliho itu sebagai alat sosialisasi sekaligus menggugah kepedulian seluruh masyarakat Desa Pengelatan atas sengketa lahan kantor desa. “Kalau sekarang ada yang keberatan dengan tulisan di baliho, tentu ini bertolak belakang dengan putusan hukum dan Pengadilan Negeri Singaraja,” kata Ketua Panitia Gerakan Peduli Desa Pengelatan, Wayan Soma Adnyana, dalam keterangan persnya Minggu (22/10).
Wayan Soma didampingi pengurus panitia termasuk Kepala Desa (Perbekel) Pengelatan Nyoman Budarsa mengungkapkan, Panitia Gerakan Peduli Desa muncul atas putusan rapat banjar saat menyikapi putusan PN Singaraja, atas gugatan dari keluarga Nengah Koyan, yang dikuasakan pada anaknya Nyoman Supama.
Panitia ini diberi mandat menggugah rasa kepedulian seluruh masyarakat Desa Pengelatan terhadap kepentingan umum, terutama memperjuangkan dan mempertahankan aset-aset desa yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Kemudian mampu memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran, bahkan bila perlu dalam penyelesaian sengeketa lahan kantor desa.
“Atas dasar itulah kami dari panitia gerakan peduli desa, dengan dukungan dari para tokoh tua dan muda membuat baliho. Agar sosialisasi dari amanat yang diberikan dapat tersebar luas dengan cepat,” katanya
Nah menyangkut isi yang tertulis dalam baliho yang kemudian dilaporkan oleh keluarga Nengah Koyan, Wayan Soma menegaskan, tulisan itu dibuat karena penggugat sendiri (keluarga Nengah Koyan,red) sebenarnya hanya minta tanahnya diperhitungkan atau diberikan ganti rugi, namun justru putusan PN Singaraja melebihi dari tuntutan dari penggugat.
Putusan PN menyebutkan agar segala sesuatu yang ada di atas lahan termasuk bangunannya diserahkan pada pengugat dalam keadaan utuh. “Kalau tuntutannya hanya lahan, kenapa harus bangunan dan isinya juga diserahkan. Berarti ini jadi pertanyaan besar, ada apa dengan majelis hakimnya. Jadi apakah salah kalau merujuk dari putusan pengadilan itu, bangunan kantor desa itu mau dirampas, karena bangunan itu milik masyarakat Pengelatan,” tandasnya.
Panitia Gerakan Peduli Desa juga menyayangkan pernyataan yang menyebut seolah-olah Perbekel Pengelatan tidak pernah bernegosiasi dengan pihak keluarga Nengah Koyan terkait dengan lahan kantor desa. Karena selama ini upaya mediasi sudah diupayakan oleh Perbekel, termasuk berkoordinasi dengan pemerintahan di atasnya.
Perbekel Pengelatan Nyoman Budarsa mengaku sudah melakukan pendekatan dan bernegosiasi dengan pihak keluarga Nengah Koyan, sejak tahun 2014 lalu. Namun diakui, pendekatan dan negosiasi itu belum menghasilkan titik temu.
Menurut Budarsa, ada empat hal yang menjadi dasar dalam negosiasi itu, di antaranya menyangkut pemanfaatan dana desa untuk pembebasan lahan belum ada aturannya, kemudian jika tuntutan ganti rugi dikabulkan, akan menjadi preseden buruk ke depannya karena masih ada aset-aset desa yang belum bersertifikat. “Padahal kami sudah menawarkan solusi, pembuatan sertifikat untuk lahan kantor desa ditanggung desa, kemudian untuk pajak terhutang, desa yang akan membayar. Dan sebagai penghormatan pada keluarga Nengah Koyan, akan dibuatkan patung prasasti agar terus diingat dan dikenang. Tapi ini juga belum menemukan titik temu,” terangnya.
Menurut Perbekel Budarsa, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa pada Bupati yang sudah turun tangan menengahi persoalan yang ada di Desa Pengelatan. Apapun hasilnya nanti, pihak desa akan menerima dan melaksanakan kesepakatan itu.
Sebelumnya, keluarga Nengah Koyan, Nyoman Supama melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polres Buleleng atas isi baliho yang terpasang di depan Kantor Desa Pengelatan. Keluarga Nengah Koyan keberatan dibilang merampas lahan dan bangunan kantor desa. *k19
Komentar