Dewan Terdakwa Reklamasi Minta Penangguhan
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Made Wijaya alias Yonda, 47, jalani sidang perdana di PN Denpasar, Kamis (26/10) siang, selaku terdakwa kasus dugaan reklamasi liar dan pembabatan hutan di pesisir barat Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung.
Jalani Sidang Perdana, Sebut Ada Paruman Agung Saat Galungan
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang perdana kemarin, terdakwa minta penangguhan penahanan saat Hari Raya Galungan nanti, karena Bendesa Pakraman Tanjung Benoa ini akan memimpin Paruman Agung Desa Pekraman Tanjung Benoa.
Permohonan penanggguhan penahanan di Hari Raya Galungan ini disampaikan terdakwa Made Wijaya seusai pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Addy Artha Wijaya cs, dalam sidang di PN Denpasar, Kamis siang pukul 14.00 hingga 14.30 Wita. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Ketut Tirta, terdakwa mengatakan setiap Hari Raya Galungan, dirinya selaku bendesa adat selalu harus memimpin Paruman Agung (rapat akbar) Desa Pakraman Tanjung Benoa.
Dalam paruman agung tersebut, terdakwa Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa akan membuat laporan pertanggungjawaban kepada krama desa. Hari Raya Galungan nanti dilaksanakan pada Buda Kliwon Sinta, Rabu, 1 November 2017. “Kami mohon kepada majelis hakim untuk memberikan penangguhan kepada saya agar bisa memimpin paruman agung yang dilaksanakan enam bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali, Red) setiap Hari Raya Galungan,” pinta terdakwa Wijaya yang kemarin didampingi kuasa hukumnya, I Ketut Rinata cs.
Menanggapi masalah tersebut, majelis hakim pimpinan Ketut Tirta berjanji akan berkoordinasi terkait permohonan terdakwa Made Wijaya. “Nanti kami pertimbangkan dulu,” ujar hakim ketua Ketut Tirta, yang notabene Wakil Ketua PN Denpasar.
Sementara itu, dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Addy Artha Wijayacs, terdakwa Made Wijaya didakwa dengan sengaja melakukan penebangan pohon secara tidak sah di kawasan hutan, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 12 huruf c Jo Pasal 82 huruf c Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencengahan dan Pemberatan Perusakan Hutan (P3H) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan pada dakwaan kedua, tindakan para terdakwa dinilai melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya (Tahura), dan taman wisata alam, sehingga diancam pidana dalam Pasal Pasal 33 ayat (3) jo Pasal 40 ayat (2) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-E) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun pen-jara.
Selain Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa, ada lima prajuru Desa Pakraman Tanjung Benoa yang juga terseret sebagai terdakwa kasus ini. Mereka juga menjalani sidang perdana dalam berkas terpisah, Kamis kemarin. Mereka masing-masing I Made Marna, 47, I Made Metra, 60, I Ketut Sukada, 52, I Made Suartha, 56, dan I Made Dwi Widnyana, 43. Usai pembacaan dakwaan, terdakwa Made Wijaya dan lima terdakwa lainnya menyatakan tidak melakukan eksepsi (ke-beratan atas dakwaan jaksa). Sidang kasus reklamasi liar ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Kasus yang menjerat anggota Dewan ini berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Karena kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, FPM Bali lalu melaporkan masalah tersebut ke Mapolda Bali, 18 Februari 2017.
terdakwa Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa mengaku memberikan surat kuasa kepada beberapa warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai. Setelah dilakukan penyelidikan selama 4 bulan, polisi akhirnya menetapkan bendesa adat yang notabene anggota DPRD Badung ini sebagai tersangka, bersama lima prajuru adat lainnya.
Terdakwa Made Wijaya sendiri akhirnya dijebloskan ke sel tahanan Polda Bali, 25 September 2017 malam sekitar pukul 21.00 Wita. Anggota Dewan yang juga Bendesa Pakraman Tanjung Benoa ini gerah atas penahanannya. Politisi Gerindra kelahiran 24 Oktober 1970 ini bahkan minta polisi untuk menembak mati dirinya. *rez
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang perdana kemarin, terdakwa minta penangguhan penahanan saat Hari Raya Galungan nanti, karena Bendesa Pakraman Tanjung Benoa ini akan memimpin Paruman Agung Desa Pekraman Tanjung Benoa.
Permohonan penanggguhan penahanan di Hari Raya Galungan ini disampaikan terdakwa Made Wijaya seusai pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Addy Artha Wijaya cs, dalam sidang di PN Denpasar, Kamis siang pukul 14.00 hingga 14.30 Wita. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Ketut Tirta, terdakwa mengatakan setiap Hari Raya Galungan, dirinya selaku bendesa adat selalu harus memimpin Paruman Agung (rapat akbar) Desa Pakraman Tanjung Benoa.
Dalam paruman agung tersebut, terdakwa Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa akan membuat laporan pertanggungjawaban kepada krama desa. Hari Raya Galungan nanti dilaksanakan pada Buda Kliwon Sinta, Rabu, 1 November 2017. “Kami mohon kepada majelis hakim untuk memberikan penangguhan kepada saya agar bisa memimpin paruman agung yang dilaksanakan enam bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali, Red) setiap Hari Raya Galungan,” pinta terdakwa Wijaya yang kemarin didampingi kuasa hukumnya, I Ketut Rinata cs.
Menanggapi masalah tersebut, majelis hakim pimpinan Ketut Tirta berjanji akan berkoordinasi terkait permohonan terdakwa Made Wijaya. “Nanti kami pertimbangkan dulu,” ujar hakim ketua Ketut Tirta, yang notabene Wakil Ketua PN Denpasar.
Sementara itu, dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Addy Artha Wijayacs, terdakwa Made Wijaya didakwa dengan sengaja melakukan penebangan pohon secara tidak sah di kawasan hutan, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 12 huruf c Jo Pasal 82 huruf c Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencengahan dan Pemberatan Perusakan Hutan (P3H) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan pada dakwaan kedua, tindakan para terdakwa dinilai melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya (Tahura), dan taman wisata alam, sehingga diancam pidana dalam Pasal Pasal 33 ayat (3) jo Pasal 40 ayat (2) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-E) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun pen-jara.
Selain Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa, ada lima prajuru Desa Pakraman Tanjung Benoa yang juga terseret sebagai terdakwa kasus ini. Mereka juga menjalani sidang perdana dalam berkas terpisah, Kamis kemarin. Mereka masing-masing I Made Marna, 47, I Made Metra, 60, I Ketut Sukada, 52, I Made Suartha, 56, dan I Made Dwi Widnyana, 43. Usai pembacaan dakwaan, terdakwa Made Wijaya dan lima terdakwa lainnya menyatakan tidak melakukan eksepsi (ke-beratan atas dakwaan jaksa). Sidang kasus reklamasi liar ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Kasus yang menjerat anggota Dewan ini berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Karena kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, FPM Bali lalu melaporkan masalah tersebut ke Mapolda Bali, 18 Februari 2017.
terdakwa Made Wijaya selaku Bendesa Pakraman Tanjung Benoa mengaku memberikan surat kuasa kepada beberapa warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai. Setelah dilakukan penyelidikan selama 4 bulan, polisi akhirnya menetapkan bendesa adat yang notabene anggota DPRD Badung ini sebagai tersangka, bersama lima prajuru adat lainnya.
Terdakwa Made Wijaya sendiri akhirnya dijebloskan ke sel tahanan Polda Bali, 25 September 2017 malam sekitar pukul 21.00 Wita. Anggota Dewan yang juga Bendesa Pakraman Tanjung Benoa ini gerah atas penahanannya. Politisi Gerindra kelahiran 24 Oktober 1970 ini bahkan minta polisi untuk menembak mati dirinya. *rez
1
Komentar