Perajin Pindekan Kewalahan Layani Pesanan
I Ketut Sabar, perajin pindekatan (baling-baling) yang menghasilkan suara gamelan Bali, dari Dusun Pasek, Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, kewalahan melayani pesanan.
SEMARAPURA, NusaBali
Karena pensanannya cukup menumpuk belakangan ini hingga tak satu pun memiliki stok pindekan. “Saya hanya kerjakan semampunya saja, dan ini sudah saya sampaikan jauh-jauh hari kepada konsumen,” ujar Ketut Sabar, Kamis (26/10). Dirinya mengaku dilematis. Karena pesanan banyak, maka sangat membutuhkan tenaga atau karyawan. Namun, bercermin dari pengalaman sebelumnya, setelah karyawan itu diajari membuat pindekan, malah berhenti berkerja hingga menjadi saingan.
Jika tidak menggunakan tenaga, Sabar merasa kewalahan. Bahkan saking semangatnya bekerja Sabar tidak sadar terlalu memporsir tenaga. “Karena pesanana banyak, saya biasa bekerja dari pukul 05.00 Wita-19.00 Wita. Sempat sakit karena terlalu banyak bekerja. Kini saya mengurangi jam kerja paling dimulai dari pukul 09.00 Wita-16.00 Wita,” katanya. Sorenya dia menikmati waktu istirahat dan kerap ke sawah.
Lebih lanjut, pria yang sudah dikaruniai dua anak dengan istri Anak Agung Sri Wardani ini, mengaku selama ini menafkahi keluarga dari hasil penjualan pindekan. Mengenai harga, kata dia, relatif tergantung ukuran, jenis musik, dan jumlah lobang pindekan. “Kisarannya dari Rp 300.000 – Rp 1 jutaan per buah,” ujarnya. Pemesannya selain krama Bali, juga orang luar Bali dan wisatawan.
Sabar menekuni kerajinan pindekan bermodal pengetahuan dari belajar otodidak. Ciri khas pindekannya, menghasilkan suara seperti gamelan gong saat berputar karena tiupan angin. Intonasi suara gong tersebut disesuaikan sedemikian rupa, sehingga tidak monoton pada satu irama gamelan.
Setidaknya pindekan bambu buatan Sabar bisa menciptakan suara mirip gamelan tabuh baleganjur, tabuh tari jauk, tabuh angklung dan berbagai kreasi tabuh lainnya. “Saya mulai membuat gamelan kolaborasi baling-baling ini sejak tahun 1991. Sebelum itu, suara pindekan masih seperti baling-baling umumnya saat ditiup angin,” katanya.
Namun dia terus berkreasi agar bisa menghasilkan pindekan bersuara asli seperti gamelan. Berkat kegigihannya kreasinya itu terwujud tahun 2012. “Saya terinspirasi membuat baling-baling bambu saat berjalan-jalan di Pasar Ubud, Gianyar. Waktu itu saya melihat ada baling-baling bambu bisa menghasilkan suara yang merdu serta dikombinasikan dengan wayang. Dari ide itu kemudian dia mencoba berkreasi agar memiliki ciri khas tersendiri,” ujarnya. *wa
1
Komentar