Terdapat Palinggih Pendeta, Pantang Mengunakan Daging Babi
Piodalan di Pura Petapan Subak Bukal dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) saat Sugihan Bali pada Sukra Kliwon Sungsang atau lima hari sebelum Galungan
Keunikan Pura Petapan Subak Bukal di LC Uma Bukal, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli
BANGLI, NusaBali
Pura Petapan Subak Bukal di Lingkungan LC Uma Bukal, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli, termasuk salah satu pura yang unik. Selain terdapat batu ajaib yang ukurannya terus membesar di utama mandala dan ada Palinggih Pendeta, piodalan di Pura Petapan Subak Bukal juga pantang menggunakan wewalungan bawi (daging babi).
Nama Pura Petapan Subak Bukal sendiri diambil berdasarkan nama wilayah yang disebut Petapan. Sesuai tertuang dalam Prasasti III Pura Kehen, Desa Pakraman Cempaga, Kota Bangli, terdapat kutipan yang menyebutkan batas-batas Desa Bangli dari segala penjuru angin. Wilayah Petapan merupakan batas timur laut desa niskala.
Menurut Ida Pandita Mpu Dharma Jnana Putra, tokoh spiritual dari Pasraman Lingga Hyang Waringin di Banjar Pande, Kelurahan Cempaga, Petapan merupakan nama wilayah niskala Ida Batara Sakti Mayun Kehen. "Nama Pura Petapan Subak Bukal diambil dari nama wilayah Petapan, yang merupakan batas timur laut desa niskala," ungkap Ida Pandita Mpu Jnana Putra kepada NusaBali di kediamannya, Sen in (23/10) lalu.
Ida Pandita Mpu menyebutkan, sisi lain batas timur laut desa niskala meliputi Ngulinggang (kini kawasan Gelinggah, sebelah timur Kelurahan Kubu), Sumenia (kini Samania, di sebelah selatan Gelinggang), Wukir Turunan, Rajaha Ketebel (Jaka Tebel), Jelit Pande, Guwe Merku (Tukad Beten Delod, Desa Sidembunut), Kejaksan, Salawungan (kini Selaungan), Tebu Pecuk (sekarang Telabah Pecuk di sebelah timur LC Uma Bukal), Petapan, dan Cambawa.
Sedangkan batas timur desa niskala meliputi Air Banyu, Tegal Alang-alang (kini Tegallalang), Cahun, dan Susut. Sementara batas tenggara desa niskala meliputi Panunggekan (kini Pura Dalem Panunggekan di Banjar Belungbang, Kelurahan Kawan, Kota Bangli). Batas selatan desa niskala meliputi Palak dan Pengawan Selat. Batas barat daya desa niskala meliputi Tanah Pasih. Batas barat desa niskala meliputi Air Sungsang, Sima, Pringgadi (kini Tiyingadi, Banjar Kawan), Candi Wukir Mangun Telengis, Nasi Kuning, dan Air Sana. Sebaliknya, batas barat laut desa niskala adalah Sida Wahas, sedangkan batas utara adalah Bantas.
Ida Pandita Mpu menyebutkan, sebelum berubah menjadi pemukiman dengan membuka akses jalan tahun 2004, wilayah Petapan merupakan lahan persawahan. Saat itu, terdapat palinggih dari tanah yang posisinya di tengah sawah. Karena posisi di tengah-tengah, akhirnya palinggih tersebut dipindahkan.
Di situ juga ditemukan batu ajaib ukuran panjang 50 cm dengan tinggi 30 cm, yang tak bisa digeser, sekalipun menggunakan alat berat eskavator. Barulah setelah pemilik lahan sawah, Ida Bagus Raka Mudarma, masesangi (berkaul), batu ajaib tersebut bisa digeser dan dipindahkan.
Kala itu, Raka Mudarma masesangi akan membuatkan palinggih, bila batu tersebut bisa dipindahkan. Ajaib, setelah Raka Mudarma masesangi seperti itu, batu tersebut bisa dipindahkan oleh hanya beberapa orang saja, tanpa harus menggunakan alat berat eskavator.
Raka Mudarma pun naur sesangi (bayar kaul) dengan membuatkan palinggih batu tersebut. Diawali dengan membuatkan dasar (pondasi) untuk meletakan batu. Pondasi batu yang kini berada di areal Pura Petapan Subak Bukal berjarak ekitar 100 meter dari lokasi awal temuan batu. Palinggih tersebut kini diberi nama Pura Petapan Subak Bukal.
Awalnya pondasi yang dibangun itu ukurannya lebih besar dari ukuran batu yang saat itu dengan panjang 50 cm dan tinggi 30 cm. Namun, berselang 13 tahun kemudian, ukuran batu ajaib tersebut kini jauh melebihi ukuran pondasi karena telah membesar dua kali lipat. Panjangnya menjadi 100 cm, dengan tinggi mencapai 60 cm. Bentuk batu pun berupah jadi lancip ke atas. Batu ajaib yang ukurannya mem-besar ini berada di Utama Mandala Pura Petapan Subak Bukal. Posisinya persis berada di depan Palinggih Pendeta.
Piodalan di Pura Petapan Subak Bukal sendiri dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) saat Sugihan Bali pada Sukra Kliwon Sungsang atau lima hari menjelang Galungan. Piodalan selalu diputut Ida Bagus Nyoman Mangku dan Ida Bagus Mangku Wira.
Menurut Pangempon Pura Petapan Subak Bukal, Ida Bagus Raka Mudarma, ada beberapa pantangan di pura ini. Salah satunya, pantang menggunakan sarana daging babi saat piodalan di Pura Petapan Subak Bukal. Sarana yang boleh digunakan adalah ayam dan telor.
Tidak jelas, kenapa ada pantangan seperti ini. Namun, berdasarkan cerita yang diwarisi secara turun temurun dari para tetua, hal ini diyakini berkaitan dengan Ida Batara yang berstana di Pura Petapan Subak Bukal. Menurut Raka Mudarma, di Pura Petapan Subak Bukal berstana Pendeta pengayah Ida Batari Pemayun, yang didampingi para bidadari dan dijaga para jin serta wong samar. "Makanya, di Pura Petapan Subak Bukal terdapat Palinggih Pendeta," jelas Raka Mudarma yang notabene mantan Ketua DPRD Bangli 2009-2014 dari Fraksi PDIP.
Pura Petapan Subak Bukal, kata Raka Mudarma, berkaitan erat dengan Pura Kehen. Dulunya, di areal kedua pura ini ada sumber air yang dijadikan pasiraman (permandian). Belakangan, sumber air di pinggir sungai tersebut mengecil debitnya. “Bila air sungai surut, barulah bisa dilihat sumber air ini dalam bentuk kelebutan,” jelas Raka Mudarma yang kini masih duduk di Fraksi PDIP DPRD Bangli 2014-2019.
Menurut Raka Mudarma, dulunya banyak orang yang tangkil ke areal yang kini menjadi Pura Petapan Subak Bukal untuk memohon berkah rezeki maupun kesuksesan dalam karier. "Sebelum ada permukimanan penduduk, ada saja orang yang datang, termasuk untuk memohon angka togel dan kesuksesan. Setelah dibuka jadi pemukiman penduduk, sesekali masih ada krama yang datang untuk mohon berkah," papar mantan Sekretaris DPC PDIP Bangli ini. *e
1
Komentar