Paguyuban Sopir Material Mesadu ke Bupati
Sejumlah perwakilan sopir material galian C yang tergabung dalam Paguyuban Sopir Material (PSM) Singaraja mendatangi kantor Bupati Buleleng di Jalan Pahlawan Singaraja, Jumat (3/11) pagi.
Minta Difasilitasi Ambil Sirtu Langsung ke Lokasi Penambang
SINGARAJA, NusaBali
Mereka datang guna meminta Pemkab Buleleng memfasilitasi agar mereka kembali bisa mengambil material pasir dan batu (Sirtu) ke lokasi penambangan di wilayah Karangasem.
Semula 10 orang perwakilan PSM berniat menemui Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Namun karena Bupati sedang tidak berada di kantor, perwakilan PSM ini diterima oleh Asisten Administrasi Umum Setkab Buleleng Ketut Asta Semadi, didampingi Kepala Dinas Perhubungan Buleleng Gede Gunawan AP, di Ruang Rapat Kantor Bupati Buleleng.
Dalam pertemuan itu, para sopir mengungkapkan keinginannya mengambil langsung material sirtu ke lokasi penambangan di wilayah Kecamatan Kubu, Karangasem. Masalahnya, kendati status Gunung Agung sudah diturunkan ke level siaga, pihaknya tetap belum diizinkan mengambil material ke lokasi. Padahal, sopir material dari daerah lain sudah diizinkan mengambil material langsung ke lokasi penambangan. “Harapannya agar kami bisa mengambil material langsung ke lokasi tambang. Kami sudah sempat koordinasi dengan intansi terkait namun belum mendapat jawaban,” ungkap Ketua PSM Singaraja Gede Tirta.
Dikatakan, sejak status Gunung Agung berada pada level awas, mereka mengambil materil sirtu di Depo yang berada di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula. Diakui, pembuatan Depo itu atas kesepakatan bersama PSM Singaraja, sopir material asal Karangasem dan Asosiasi Penambang, untuk mengatasi kelangkaan material selama status Gunung Agung level awas. Namun setelah status Gunung Agung turun ke level siaga, mereka tetap harus mengambil material di Depo. Kondisi itu dianggap merugikan karena harga beli material di Depo jauh lebih mahal ketimbang langsung ke lokasi penambangan.
Gede Tirta menyebut, harga pasir cor di Depo sebesar Rp 1,3 juta per truk isi 8 kubik, sedangkan untuk pasir super sebesar Rp 1,4 juta pertruk. Harga itu dua kali lipat, dibanding harga di lokasi penambangan. Dengan harga tersebut, para sopir ini harus menjual pasir hingga Rp 2,4 juta. Celakanya, sopir asal Karangasem yang langsung membeli pasir ke lokasi, justru menjual langsung ke wilayah Buleleng. Sehingga menimbulkan persaingan harga yang tidak sehat di antara para sopir. “Ada sopir dari Karangasem yang menjual langsung ke Singaraja, mereka menjual seharga Rp 1,4 juta per truk. Nah mereka itu kan ngambilnya langsung dari tambang. Trus kami dapat apa, kalau belinya saja Rp 1,4 juta. Kalau ngambil langsung ke Karangasem bisa Rp 700 ribu,” ungkapnya.
Sementara Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng Ketut Asta Semadi mengaku segera akan berkoordinasi dengan Pemkab Karangasem. Koordinasi itu dilakukan untuk mendapatkan kepastian terkait aktifitas tambang galian C, khususnya di sekitar Kecamatan Kubu. “Kami akan jembatani apa yang sudah disampaikan para sopir tadi. Segera kami koordinasikan dengan Pemkab Karangasem, sehingga ada kejelasan. Hari ini suratnya kami buat, mungkin besok baru bisa dikirim. Supaya cepat mendapatkan jawaban,” jelasnya. *k19
Komentar