Kasus Reklamasi Liar, Yonda Bantah Keterangan Saksi
Sidang kasus dugaan reklamasi liar dan penebangan hutan mangrove di Pantai Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung dengan terdakwa Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda, 46 dilanjutkan di PN Denpasar, Senin (6/11) dengan agenda pemeriksaan saksi.
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang, anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra ini membantah seluruh keterangan yang diberikan saksi pelapor dari Forum Peduli Mangrove. Ada dua saksi yang diperiksa dalam sidang kali ini. Saksi pertama yang dihadirkan, yaitu saksi dari polisi yang menerima laporan, I Nyoman Natra. Dijelaskannya, awalnya menerima laporan dugaan reklamasi dan pembabatan Tahura dari laporan masyarakat pada 19 Februari lalu. Dari laporan itu, pihaknya bersama Wayan Sudira (pelapor), Pak Sadia (masyarakat) serta petugas dari UPT Tahura Ngurah Rai, Agus Santoso ke TKP tanggal 22 Februari 2017.
Saat tiba di lokasi, Natra melihat sudah ada sekitar 20 pohon mangrove yang ditebang. Selain itu ditemukan juga molen, selang, kabel listrik, serta semen. Namun ia mengaku tidak tahu siapa yang menebang dan pemilik alat-alat di lokasi. “Menurut informasi ada enam pelaku, tapi saya tidak tahu siapa orangnya,” jelasnya.
Ia mengatakan sebelum turun ke TKP, pihak UPT Tahura Ngurah Rai sudah lebih dulu memberikan peringatan. Setelah peringatan itu, tidak terlihat lagi pengerjaan dan sudah dibersihkan. Hakim lalu menanyakan apakah orang yang mendapat tugas pengerjaan mendapat keuntungan materi, saksi mengatakan tidak ada. "Orang-orang itu tidak mendapatkan keuntungan," jelas saksi Natra.
Selanjutnya hakim memeriksa saksi kedua yang merupakan pelapor dari Forum Peduli Mangrove (FPM), I Wayan Sudira alias Lanang Sudira. Dalam keterangannya, Sudira mengatakan awalnya melakukan monitoring ke lokasi dan menemukan pohon mangrove yang sudah ditebang.
Namun ia mengaku tidak tahu siapa yang menebang pohon tersebut. Ia lalu melaporkan temuan tersebut ke Polda Bali. Hakim menanyakan apakah dirinya melakukan kordinasi dengan pihak desa adat, Sudira mengatakan tidak. “Tapi saya langsung koordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Bali,” terangnya dan mengatakan tidak mengenal terdakwa Wijaya yang menjabat sebagai Bendesa Tanjung Benoa.
Saksi yang merupakan Humas FPM tersebut juga sempat mengatakan jika dirinya sempat melakukan sosialisasi terkait mangrove ke banjar tempat lokasi penebangan mangrover terjadi. Namun Sudira mengaku lupa kapan melakukan sosialisasi tersebut. Kuasa hukum Wijaya yaitu Iswahyudi dkk lalu mencecar keterangan saksi Sudira tersebut. Namun Sudira tetap mengatakan lupa dan tidak tahu.
Majelis hakim lalu menegur saksi supaya tidak berbelit-belit dalam sidang. Akhirnya Sudira mengakui jika dirinya tidak pernah melakukan sosialisasi di lokasi tersebut. “Tidak pernah (sosialisasi, red),” jawab Sudira setelah ditegur hakim.
Atas keterangan saksi, terdakwa Made Wijaya langsung membantah seluruh keterangan yang disampaikan Sudira. "Bapak Sudira ini sangat kenal dengan saya. Saksi ini sudah berbohong. Sangat lucu, bapak ada di Tanjung Benoa tapi mengaku tidak kenal dengan bendesa adatnya," terangnya. *rez
Saat tiba di lokasi, Natra melihat sudah ada sekitar 20 pohon mangrove yang ditebang. Selain itu ditemukan juga molen, selang, kabel listrik, serta semen. Namun ia mengaku tidak tahu siapa yang menebang dan pemilik alat-alat di lokasi. “Menurut informasi ada enam pelaku, tapi saya tidak tahu siapa orangnya,” jelasnya.
Ia mengatakan sebelum turun ke TKP, pihak UPT Tahura Ngurah Rai sudah lebih dulu memberikan peringatan. Setelah peringatan itu, tidak terlihat lagi pengerjaan dan sudah dibersihkan. Hakim lalu menanyakan apakah orang yang mendapat tugas pengerjaan mendapat keuntungan materi, saksi mengatakan tidak ada. "Orang-orang itu tidak mendapatkan keuntungan," jelas saksi Natra.
Selanjutnya hakim memeriksa saksi kedua yang merupakan pelapor dari Forum Peduli Mangrove (FPM), I Wayan Sudira alias Lanang Sudira. Dalam keterangannya, Sudira mengatakan awalnya melakukan monitoring ke lokasi dan menemukan pohon mangrove yang sudah ditebang.
Namun ia mengaku tidak tahu siapa yang menebang pohon tersebut. Ia lalu melaporkan temuan tersebut ke Polda Bali. Hakim menanyakan apakah dirinya melakukan kordinasi dengan pihak desa adat, Sudira mengatakan tidak. “Tapi saya langsung koordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Bali,” terangnya dan mengatakan tidak mengenal terdakwa Wijaya yang menjabat sebagai Bendesa Tanjung Benoa.
Saksi yang merupakan Humas FPM tersebut juga sempat mengatakan jika dirinya sempat melakukan sosialisasi terkait mangrove ke banjar tempat lokasi penebangan mangrover terjadi. Namun Sudira mengaku lupa kapan melakukan sosialisasi tersebut. Kuasa hukum Wijaya yaitu Iswahyudi dkk lalu mencecar keterangan saksi Sudira tersebut. Namun Sudira tetap mengatakan lupa dan tidak tahu.
Majelis hakim lalu menegur saksi supaya tidak berbelit-belit dalam sidang. Akhirnya Sudira mengakui jika dirinya tidak pernah melakukan sosialisasi di lokasi tersebut. “Tidak pernah (sosialisasi, red),” jawab Sudira setelah ditegur hakim.
Atas keterangan saksi, terdakwa Made Wijaya langsung membantah seluruh keterangan yang disampaikan Sudira. "Bapak Sudira ini sangat kenal dengan saya. Saksi ini sudah berbohong. Sangat lucu, bapak ada di Tanjung Benoa tapi mengaku tidak kenal dengan bendesa adatnya," terangnya. *rez
Komentar