Depo Galian C Tetap Beroperasi
Padahal Bupati Buleleng sudah bersurat kepada Bupati Karangasem agar truk bisa ke lokasi galian C di Kubu.
SINGARAJA,NusaBali
Truk material dari Buleleng, ternyata belum diizinkan masuk ke lokasi tambang galian C di wilayah Kecamatan Kubu, Karangasem. Padahal Bupati Buleleng sudah bersurat kepada Bupati Karangasem agar truk bisa ke lokasi galian itu. Truk asal Buleleng masih ambil material galian C di lokasi Depo, Banjar Beben, Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula.
Komisi I DPRD Buleleng pun ancam ambil tindak tegas terhadap pengelola Depo material di Desa Sambirenteng. “Belum (truk belum diizinkan masuk ke lokasi tambang, Red), masih ambil material di Depo. Ini kan sangat disayangkan pernyataan Bupati Karangasem yang telah membuka lokasi tambang, tetapi truk tidak diizinkan masuk,” ungkap anggota Komisi I DPRD Buleleng asal Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Dewa Putu Tjakra, Selasa (7/11).
Menurut Dewa Tjakra, jika memang truk asal Buleleng tidak diizinkan masuk ke lokasi tambang, semestinya Depo itu didirikan di sekitar wilayah Karangasem, seperti Desa Tianyar Tengah atau Tianyar Timur. Karena dengan Depo material ada di Desa Sambirenteng, justru akan menambah biaya angkut, sehingga harga material menjadi mahal. “Kalau Depo ada di Desa Tianyar Tengah atau Timur, itu bisa menekan biaya sampai Rp 300.000 per truk. Karena jarak angkut dari lokasi tambah lebih pendek, sehingga biaya angkutnya akan lebih murah, ketimbang dari lokasi ke Depo di Sambirenteng,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Disebutkan, untuk pasir jenis super tiap truk bisa mencapai Rp 1,4 juta, sedangkan pasir jenis cor bisa mencapai Rp 1,3 juta per truk dengan rata-rata berisi 8 kubik. Harga itu berlaku ketika mengambil pasir di Depo di Desa Sambirenteng. Sehingga harga jual pasir ke masyarakat akan lebih mahal menjadi sebesar Rp 2,5 juta per truk.”Ini yang menyebabkan harga material di Buleleng sangat mahal,” tandas Desa Tjakra.
Masih kata Dewa Tjakra, keberadaan Depo di Desa Sambirenteng sudah mulai dikeluhkan oleh masyarakat. Selain timbulkan polusi udara akibat debu pasir, keberadaan Depo itu juga menjadi pemicu timbulnya kemacetan di jalan raya. Dikatakan, ratusan truk tiap harinya hilir mudik baik dari arah Karangasem maupun dari arah Buleleng menuju Depo. Truk dari arah Karangasem membawa pasir guna diturunkan di Depo. Sedangkan truk dari arah Buleleng datang guna mengambil pasir di Depo. Karena jumlahnya banyak, truk-truk itu pun harus antri dengan parkir di pinggir jalan raya. “Kami dapat apa selain debu dan kemacetan, sedangkan PAD ada di Karangasem,” ujarnya.
Dewa Tjakra pun meminta agar Depo itu ditutup. Jika dalam waktu satu minggu masih beroperasi, pihaknya akan mempermasalahkan perizinannya dan menindak tegas agar Satpol PP menutup Depo tersebut. Karena sejauh ini, Depo itu tidak mengantongi izin.
Depo pasir di Desa Sambirenteng memanfaatkan areal sekitar 60 are. Depo itu sudah beroperasi sejak Jumat (27/10) lalu. Penanggungjawab Depo, Gede Aryana sebelumnya mengatakan, Depo disiapkan untuk mengantisipasi kelangkaan material pasir dan batu akibat status Gunung Agung. Selama ini, sopir truk material dari wilayah Buleleng dan Jembrana kesulitan mendapatkan pasir dan batu, karena dilarang masuk ke wilayah Kubu, Karangasem. Nah dengan situasi itu, persatuan para sopir truk Singaraja dan Karangasem sepakat membuat Depo sebagai solusi ancaman kehilangan pekerjaan. Caranya, pasir atau batu dipasok oleh sopir truk asal Karangasem, dari lokasi penambangan yang ada di wilayah Kecamatan Kubu. Sedangkan sopir truk asal Buleleng dan Jembrana cukup menunggu di Depo, wilayah Buleleng. “Ini sudah kesepakatan persatuan sopir material Singaraja dengan persatuan sopir Karangasem. Truk asal Buleleng dilarang masuk ke Kubu untuk mengambil pasir, cukup di Sambirenteng. Sedangkan truk pengangkut asal Karangasem cukup drop sampai Sambirenteng. Sistemnya estafet” ujar Gede Aryana asal Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, Karangasem. *k19
Komisi I DPRD Buleleng pun ancam ambil tindak tegas terhadap pengelola Depo material di Desa Sambirenteng. “Belum (truk belum diizinkan masuk ke lokasi tambang, Red), masih ambil material di Depo. Ini kan sangat disayangkan pernyataan Bupati Karangasem yang telah membuka lokasi tambang, tetapi truk tidak diizinkan masuk,” ungkap anggota Komisi I DPRD Buleleng asal Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Dewa Putu Tjakra, Selasa (7/11).
Menurut Dewa Tjakra, jika memang truk asal Buleleng tidak diizinkan masuk ke lokasi tambang, semestinya Depo itu didirikan di sekitar wilayah Karangasem, seperti Desa Tianyar Tengah atau Tianyar Timur. Karena dengan Depo material ada di Desa Sambirenteng, justru akan menambah biaya angkut, sehingga harga material menjadi mahal. “Kalau Depo ada di Desa Tianyar Tengah atau Timur, itu bisa menekan biaya sampai Rp 300.000 per truk. Karena jarak angkut dari lokasi tambah lebih pendek, sehingga biaya angkutnya akan lebih murah, ketimbang dari lokasi ke Depo di Sambirenteng,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Disebutkan, untuk pasir jenis super tiap truk bisa mencapai Rp 1,4 juta, sedangkan pasir jenis cor bisa mencapai Rp 1,3 juta per truk dengan rata-rata berisi 8 kubik. Harga itu berlaku ketika mengambil pasir di Depo di Desa Sambirenteng. Sehingga harga jual pasir ke masyarakat akan lebih mahal menjadi sebesar Rp 2,5 juta per truk.”Ini yang menyebabkan harga material di Buleleng sangat mahal,” tandas Desa Tjakra.
Masih kata Dewa Tjakra, keberadaan Depo di Desa Sambirenteng sudah mulai dikeluhkan oleh masyarakat. Selain timbulkan polusi udara akibat debu pasir, keberadaan Depo itu juga menjadi pemicu timbulnya kemacetan di jalan raya. Dikatakan, ratusan truk tiap harinya hilir mudik baik dari arah Karangasem maupun dari arah Buleleng menuju Depo. Truk dari arah Karangasem membawa pasir guna diturunkan di Depo. Sedangkan truk dari arah Buleleng datang guna mengambil pasir di Depo. Karena jumlahnya banyak, truk-truk itu pun harus antri dengan parkir di pinggir jalan raya. “Kami dapat apa selain debu dan kemacetan, sedangkan PAD ada di Karangasem,” ujarnya.
Dewa Tjakra pun meminta agar Depo itu ditutup. Jika dalam waktu satu minggu masih beroperasi, pihaknya akan mempermasalahkan perizinannya dan menindak tegas agar Satpol PP menutup Depo tersebut. Karena sejauh ini, Depo itu tidak mengantongi izin.
Depo pasir di Desa Sambirenteng memanfaatkan areal sekitar 60 are. Depo itu sudah beroperasi sejak Jumat (27/10) lalu. Penanggungjawab Depo, Gede Aryana sebelumnya mengatakan, Depo disiapkan untuk mengantisipasi kelangkaan material pasir dan batu akibat status Gunung Agung. Selama ini, sopir truk material dari wilayah Buleleng dan Jembrana kesulitan mendapatkan pasir dan batu, karena dilarang masuk ke wilayah Kubu, Karangasem. Nah dengan situasi itu, persatuan para sopir truk Singaraja dan Karangasem sepakat membuat Depo sebagai solusi ancaman kehilangan pekerjaan. Caranya, pasir atau batu dipasok oleh sopir truk asal Karangasem, dari lokasi penambangan yang ada di wilayah Kecamatan Kubu. Sedangkan sopir truk asal Buleleng dan Jembrana cukup menunggu di Depo, wilayah Buleleng. “Ini sudah kesepakatan persatuan sopir material Singaraja dengan persatuan sopir Karangasem. Truk asal Buleleng dilarang masuk ke Kubu untuk mengambil pasir, cukup di Sambirenteng. Sedangkan truk pengangkut asal Karangasem cukup drop sampai Sambirenteng. Sistemnya estafet” ujar Gede Aryana asal Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, Karangasem. *k19
Komentar