Prajuru Adat Ikuti Pelatihan Pawiwahan
PHDI Bangli berikan pelatihan tentang pawiwahan (perkawinan) kepada Prajuru Desa Pakraman Kawan, Kelurahan Kawan, Kecamatan/Kabupaten Bangli.
BANGLI, NusaBali
Pelatihan digelar di aula PHDI Bangli, Rabu (8/11). Kegiatan ini bertujuan menyamakan pemahaman peranan prajuru adat dalam upacara pawiwahan.
Wakil Bidang Hukum dan HAM PHDI Bangli, I Wayan Wira mengatakan, prajuru adat harus dibina agar bisa mengambil keputusan tepat di masyarakat. Materi yang disampaikan yakni Hukum Perkawinan menurut Hindu. “Banyak persoalan menyangkut perkawinan di masyarakat. Prajuru adat harus punya pandangan yang sama dalam penyelesaiannya,” urai Wira. Saat kegiatan, banyak muncul pertanyaan tentang perkawinan pada gelahang (kawin dua kali di rumah mempelai laki dan perempuan).
Dikatakan, berdasarkan hukum nasional, perkawinan pada gelahang diperbolehkan, hanya saja secara hukum masih menjadi perdebatan. “Contoh perkawinan pada gelahang beda soroh (klan). Misal Pande dan Pasek, mana akan diambil oleh anaknya kelak. Ini yang menjadi persoalan dan menimbulkan dampak sosial yang serius. Kalau secara hukum nasional sah perkawinanya,” jelas Wira. Jika ada persoalan semacam itu, prajuru bisa mengambil sikap serta bisa mengarahkan kramanya. Selain itu bisa meminimalisir persoalan yang mungkin timbul di masyarakat. Wira menambahkan, di Bangli belum ditemukan kasus perkawinan pada gelahang.
Kegiatan dengan dana Bantuan Khusus Keuangan (BKK) dari Provinsi Bali ini, tidak hanya kali ini dilaksanakan. Tahun sebelumnya ada pelatihan kepamangkuan dan pelatihan serati banten. Sementara, kegiatan pelatihan prajuru melibatkan 50 orang yang notabene prajuru dari Banjar Pule, Banjar Griya, Banjar Nyalian, Banjar Kawan, Banjar Blungbang, Puri Den Carik, dan Puri Kanginan. *e
Pelatihan digelar di aula PHDI Bangli, Rabu (8/11). Kegiatan ini bertujuan menyamakan pemahaman peranan prajuru adat dalam upacara pawiwahan.
Wakil Bidang Hukum dan HAM PHDI Bangli, I Wayan Wira mengatakan, prajuru adat harus dibina agar bisa mengambil keputusan tepat di masyarakat. Materi yang disampaikan yakni Hukum Perkawinan menurut Hindu. “Banyak persoalan menyangkut perkawinan di masyarakat. Prajuru adat harus punya pandangan yang sama dalam penyelesaiannya,” urai Wira. Saat kegiatan, banyak muncul pertanyaan tentang perkawinan pada gelahang (kawin dua kali di rumah mempelai laki dan perempuan).
Dikatakan, berdasarkan hukum nasional, perkawinan pada gelahang diperbolehkan, hanya saja secara hukum masih menjadi perdebatan. “Contoh perkawinan pada gelahang beda soroh (klan). Misal Pande dan Pasek, mana akan diambil oleh anaknya kelak. Ini yang menjadi persoalan dan menimbulkan dampak sosial yang serius. Kalau secara hukum nasional sah perkawinanya,” jelas Wira. Jika ada persoalan semacam itu, prajuru bisa mengambil sikap serta bisa mengarahkan kramanya. Selain itu bisa meminimalisir persoalan yang mungkin timbul di masyarakat. Wira menambahkan, di Bangli belum ditemukan kasus perkawinan pada gelahang.
Kegiatan dengan dana Bantuan Khusus Keuangan (BKK) dari Provinsi Bali ini, tidak hanya kali ini dilaksanakan. Tahun sebelumnya ada pelatihan kepamangkuan dan pelatihan serati banten. Sementara, kegiatan pelatihan prajuru melibatkan 50 orang yang notabene prajuru dari Banjar Pule, Banjar Griya, Banjar Nyalian, Banjar Kawan, Banjar Blungbang, Puri Den Carik, dan Puri Kanginan. *e
Komentar