Insentif Bendesa Terancam Stop
Kondisi yang sama pada sulinggih, kelian adat, pamangku, pakaseh, majelis alit, dan majelis madya.
GIANYAR, NusaBali
Para bendesa desa pakraman, berikut sulinggih, pamangku, bendesa, kelian adat, pakaseh, dan majelis alit, terancam tak menerima insentif untuk 2016. Karena Pemkab Gianyar melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tak menganggarkan insentif tersebut. Di lain sisi, TAPD berasumsi insentif itu dapat dibayarkan melalui dana desa sesuai UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebagaimana diketahui, sebelum tahun anggaran 2016, Pemkab Gianyar memberikan insentif per bulan kepada bendesa dan sulinggih masing-masing Rp 1 juta, kelian adat Rp 700.000, pamangku Rp 250.000, pakaseh Rp 300.000, majelis alit Rp 1.250.000, dan majelis madya Rp 2 juta. Total insentif setahun Rp 17.177.400.000. Jumlah itu belum termasuk bantuan kepada desa adat/pakraman Rp 21 juta dan subak Rp 5 juta per bulan selama setahun hingga total Rp 8.587.000.000. Informasi di Gianyar, Kamis (21/1), pemberian insentif ini sebagai wujud perhatian Pemkab atas pengabdian komponen utama masyarakat itu. Namun pada 2016 ini terancam macet.
Penyebabnya, TAPD Gianyar menggiring pemberian insentif tersebut melalui dana pagu bagi hasil pajak daerah per desa yang jumlahnya sangat variatif tiap desa. Dana ini menjadi salah satu bagian dari dana-dana yang masuk ke desa yakni alokasi dana desa (ADD), dana desa, bagi hasil pajak daerah dan bagi hasil retribusi daerah yang dipasang dalam APBD 2016 total Rp 150.958.888.132 untuk 64 desa. Jumlah penerima dana ini tertinggi Desa Pupuan, Tegallalang Rp 3.122.714.321 dan terendah Desa Pejeng Klod, Tampaksiring Rp 2.143.258.292.
Sementara itu, para kepala desa/perbekel di Gianyar mulai didera kebingungan tentang mekanisme pemberian insentif tersebut. Mereka menilai ketiadaan insentif ini akan menjadi masalah di desa. Karena Pemkab seolah-olah membenturkan kepentingan desa dinas dengan yang lain dalam penerapan UU Desa ini. Di lain sisi, sesuai UU Desa, tak ada dana yang bisa dicairka untuk insentif.
‘’Selaku kepala desa di Blahbatuh dengan lima desa pakraman, saya sependapat mengambil dana desa Rp 21 juta untuk bantuan tiap desa pakraman. Kalau insentif, jelas sulit, masa pamangku dan sulinggih, saya SK-kan. Ini kan aneh jadinya,’’ jelas Perbekel Blahbatuh IGN Kapidada.
Kapidada dan para perbekel lain menduga akan jadi masalah jika dana desa ini diberikan untuk insentif. Karena UU Desa yang dijadikan patokan penyelenggaraan pemerintahan melarang penggunaan dana untuk itu.
Para perbekel lainnya menilai ketidakpastian pembayaran insentif ini sebagai bentuk ketidaktanggapan pihak terkait di Pemkab.
‘’Para pimpinan di daerah harus tanggap dengan ekses tidak bisa dibayarnya insentif ini. Karena para penerimanya para tokoh mumpuni di desa-desa,’’ ujar perbekel lainnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bappeda Gianyar I Gde Made Wisnu Wijaya selaku TAPD mengaku, pemberian insentif ini dilarang oleh aturan dan telah jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sejak 2004. Solusi dengan pemberian penghargaan berbasis kinerja. Ia mencontohkan, bentuknya bisa sejenis sasari kepada pemangku saat piodalan.
Wisnu mengakui, pihak yang berhak dan para perbekel belum tahu insentif ini diambil di kas desa, dari sebelumnya dari APBD. Ia menilai insentif ini layak diambilkan dari dana desa karena dana desa 2016 dan seterusnya sudah lebih banyak dibandingkan tahun lalu. ‘’Jika dana-dana desa ini kurang, kita akan tambah pada APBD perubahan. Terutama desa yang punya sulingguh, pamangku, dan kelian lebih banyak,’’ ujarnya. 7 lsa
Komentar