Ditemukan Buku Kas Pembantu di Luar APBDes
Pendapatan desa itu tidak dimasuk ke dalam APBDes, melainkan dikelola melalui buku kas kecil yang dipegang oleh bendahara desa.
Penahanan Perbekel Suteja
SINGARAJA, NusaBali
Dugaan tindak pidana korupsi oleh Kepala Desa (Perbekel) Dencarik, Kecamatan Banjar mulai terkuak. Suteja memanfaatkan sebagian besar dana pendapatan asli desa untuk biaya operasional pribadinya.
“Pendapatan desa pada tahun 2015 dan 2016, tidak semuanya dicatat pada APBDes. Dia punya buku kas kecil,” terang Kasi Pidsus Kejari Singaraja, Indra Harvianto Saleh saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (10/11).
Dijelaskan, pada tahun 2015, Desa Dencarik memiliki sumber pendapatan asli desa sebesar Rp 119,6 juta. Pendapatan itu bersumber dari pajak vila sebesar Rp 1,5 juta per tahun, dan ada pula setiap tamu yang menginap di vila-vila wilayah Desa Dencarik dipungut pajak sebesar Rp 10 ribu per orang. Dari jumlah pendapatan desa sebesar Rp 119,6 juta itu, ternyata yang dimasukkan ke dalam APBDes hanya sebesar Rp 39 juta.
Hal itu berlanjut pada tahun 2016. Saat itu pendapatan desa secara riil mencapai Rp 60,2 juta. Namun pada pembukuan dan pertanggungjawaban, hanya tercatat Rp 33,5 juta. “Ada juga pertanggungjawaban fiktif yang kami temukan. Misalnya ada pengambilan dana senilai Rp 3,4 juta. Semestinya dana itu seluruhnya digunakan untuk memperbaiki kendaraan. Setelah ditelusuri, ternyata bengkel hanya menerima Rp 800 ribu saja,” kata Indra.
Dari sekian banyak temuan itu, kejaksaan lantas mengajukan permintaan audit pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Konon Perwakilan BPKP Bali menemukan kerugian negara sebesar Rp 149.530.551. Perhitungan itu tercantum dalam hasil audit yang diterima kejaksaan pada 24 Oktober lalu.
Lebih lanjut Indra mengatakan, dana-dana itu diduga digunakan oleh Suteja untuk kegiatan pribadi. Seperti memberi bantuan ketika menjenguk orang yang sakit, serta pemberian santunan pada warga yang meninggal. Kegiatan itu disebut untuk kepentingan pribadi dan diistilahkan kegiatan out-budget.
Selain itu dana itu juga digunakan untuk membayar utang kegiatan pembangunan pasar desa pada tahun 2012. Pembelian aset tanah seluas dua are di belakang kantor perbekel dengan nilai Rp 60 juta, serta uang perjalanan dalam kabupaten dan uang saku perjalanan luar negeri yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Khusus untuk pembelian tanah, Indra menyatakan hal itu sudah jelas-jelas menyalahi aturan. Pertama, pembelian tanah tidak pernah disetujui oleh pemerintah, karena desa disebut tidak boleh membeli aset. Selain itu pembelian tanah senilai Rp 60 juta itu menggunakan dana pendapatan asli desa.
Kejaksaan pun menjerat Suteja dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya minimal lima tahun penjara dan denda minimal Rp 250 juta. Perbekel Dencarik I Made Suteja ditahan jaksa penyidik Kejari Singaraja pada Selasa (7/11) lalu. Suteja diduga melakukan korupsi pengelolaan dana desa pada tahun 2015 dan 2016. *k19
1
Komentar