Puluhan Pengungsi Pulang Paksa
18 KK atau sekitar 50 jiwa pengungsi Posko Sutasoma Sukawati, Gianyar, asal Banjar Pengalusan, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, pulang paksa, Minggu (12/11) pukul 15.30 Wita.
Rindu Rumah dan Desa Kelahiran
GIANYAR, NusaBali
Puluhan pengungsi terdiri dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia (lanjut usia) ramai-ramai diangkut lima kendaraan colt bak terbuka berpagar besi. Di atas kendaraan yang biasa untuk angkut sapi ini, juga dipenuhi dengan barang-barang pengungsi.
Kepulangan rombongan pengungsi ini karena didasari rasa rindu yang tebal terhadap pada rumah di desa kelahiran. Namun mereka juga masih was-was akan kenaikan status Gunung Agung. Selama ini status gunung berapi tertinggi di Bali ini sudah turun dari awas ke siaga. Namun mereka hanya punya dua pilihan, antara pulang meski menghadapi bahaya dengan radius rumah sekitar 6 Km (masuk Kawasan Rawan Bencana/KRB III), atau menetap di posko dengan pikiran menerawang. Namun sayang, kerinduan akan tanah kelahiran membuat puluhan warga ini nekat pulang paksa.
Bendesa Adat Desa Pakraman Pengalusan I Wayan Lebih, ditemui di Posko Sutasoma, sebelum pulang, mangatakan kepulangan ini sudah menjadi kesepakatan bersama. "Sudah dari pagi kami rapat apakah pulang atau tinggal disini. Akhirnya banyak yang pilih pulang," jelasnya.
Setelah sepakat, pihaknya pun lantas melapor kepada petugas pencatatan. Dari sinilah, perdebatan dimulai. Warga pengungsi ngotot ingin pulang. Namun petugas melarang karena Desa Ban termasuk dalam 15 desa KRB. Meski sempat dilarang dan dinasihati agar tetap tinggal, puluhan pengungsi ini tetap memaksa. Alasannya, rindu rumah. "Kami tidak ada masalah dengan pemerintah atau posko ini. Kami ingin pulang memang karena rindu rumah," tegas Wayan Lebih.
Setelah sempat beradu argumen, akhirnya puluhan warga pengungsi ini diizinkan pulang. Dengan catatan, membuat surat pernyataan bahwa mereka pulang dengan kemauan sendiri. Satu persatu kepala keluarga mengisi form surat pernyataan tersebut. Selanjutnya petugas mendata siapa-siapa saja yang pulang untuk dicabut berkasnya dari meja registrasi. Terdata, ada 18 KK yang mengajukan surat ini.
Data pengungsi sebelum mereka pulang paksa, tercatat 243 orang. Jumlah ini mengalami penurunan secara bertahap pasca status Gunung Agung menjadi siaga dibarengi dengan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Pemulangan pengungsi pun cukup selektif, hanya diperbolehkan bagi warga yang daerahnya di luar KRB.
Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Gianyar, saat dikonfirmasi, mengenai pulang paksa puluhan pengungsi ini, mengaku tak bisa berbuat banyak. Sepanjang yang bersangkutan ingin pulang atas kemauan sendiri. "Diizinkan, dengan catatan menandatangani surat pernyataan bahwa pulang dengan kemauan sendiri," jelasnya.
Puluhan warga pengungsi inipun sudah bersiap sekitar pukul 14.00 Wita. Pakaian, kasur dan barang lain sudah dikemas. Namun kepulangan mereka sempat tertunda sekitar 1,5 jam. Sembari menunggu Kepala Dusun Banjar Pengalusan Ni Ketut Muriani menyaksikan mereka pulang. "Kepala Dusun tyang masih sembahyang di Taman Pule Mas. Kami tunggu, supaya kepala dusun tahu kepulangan ini," jelas Wayan Lebih.
Rombongan itu pun tak mengkhawatirkan cuaca yang sedang mendung disertai hujan gerimis. Termasuk jika dilarang memasuki kampung halamannya di Desa Ban. "Mau panas, hujan kami tetap pulang. Disana juga gak ada pencegatan. Selama ini ada yang bolak balik bisa masuk," ungkap Lebih.
Meski rasa rindu itu menggebu-gebu, Wayan Lebih beserta warga lain mengaku masih was-was dengan status Gunung Agung. "Kalau meletus keras nanti, kami akan kesini lagi. Ngungsi lagi," terangnya. Singkat cerita, Kepala Dusun Ni Ketut Muriani didampingi suami Nengah Mudita, datang ke lokasi, dari sembahyang. Hanya sempat ganti baju, kepala dusun ini langsung dimintai pertanggungjawaban atas pulang paksa ini. Baik dari para pengungsi maupun dari pihak posko. "Saya serba sulit dalam situasi ini. Karena warga ingin pulang, sementara status masih belum aman. Tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah naik kendaraan," ungkapnya.
Dia pun mengaku sempat ingin memberikan pengarahan lewat pengeras suara. Namun apa daya, para sopir lebih cepat menginjak gas daripada menunda sejenak mendengarkan arahan. Keberangkatan lima mobil colt inipun diikuti sejumlah pengungsi yang mengendarai sepeda motor. Sementara dirinya beserta keluarga pilih tetap tinggal di posko hingga ada pengumuman resmi dari pemerintah. "Kalau pemerintah sudah mengizinkan pulang, baru kami pulang. Sementara disini dulu," jelasnya. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Puluhan pengungsi terdiri dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia (lanjut usia) ramai-ramai diangkut lima kendaraan colt bak terbuka berpagar besi. Di atas kendaraan yang biasa untuk angkut sapi ini, juga dipenuhi dengan barang-barang pengungsi.
Kepulangan rombongan pengungsi ini karena didasari rasa rindu yang tebal terhadap pada rumah di desa kelahiran. Namun mereka juga masih was-was akan kenaikan status Gunung Agung. Selama ini status gunung berapi tertinggi di Bali ini sudah turun dari awas ke siaga. Namun mereka hanya punya dua pilihan, antara pulang meski menghadapi bahaya dengan radius rumah sekitar 6 Km (masuk Kawasan Rawan Bencana/KRB III), atau menetap di posko dengan pikiran menerawang. Namun sayang, kerinduan akan tanah kelahiran membuat puluhan warga ini nekat pulang paksa.
Bendesa Adat Desa Pakraman Pengalusan I Wayan Lebih, ditemui di Posko Sutasoma, sebelum pulang, mangatakan kepulangan ini sudah menjadi kesepakatan bersama. "Sudah dari pagi kami rapat apakah pulang atau tinggal disini. Akhirnya banyak yang pilih pulang," jelasnya.
Setelah sepakat, pihaknya pun lantas melapor kepada petugas pencatatan. Dari sinilah, perdebatan dimulai. Warga pengungsi ngotot ingin pulang. Namun petugas melarang karena Desa Ban termasuk dalam 15 desa KRB. Meski sempat dilarang dan dinasihati agar tetap tinggal, puluhan pengungsi ini tetap memaksa. Alasannya, rindu rumah. "Kami tidak ada masalah dengan pemerintah atau posko ini. Kami ingin pulang memang karena rindu rumah," tegas Wayan Lebih.
Setelah sempat beradu argumen, akhirnya puluhan warga pengungsi ini diizinkan pulang. Dengan catatan, membuat surat pernyataan bahwa mereka pulang dengan kemauan sendiri. Satu persatu kepala keluarga mengisi form surat pernyataan tersebut. Selanjutnya petugas mendata siapa-siapa saja yang pulang untuk dicabut berkasnya dari meja registrasi. Terdata, ada 18 KK yang mengajukan surat ini.
Data pengungsi sebelum mereka pulang paksa, tercatat 243 orang. Jumlah ini mengalami penurunan secara bertahap pasca status Gunung Agung menjadi siaga dibarengi dengan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Pemulangan pengungsi pun cukup selektif, hanya diperbolehkan bagi warga yang daerahnya di luar KRB.
Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Gianyar, saat dikonfirmasi, mengenai pulang paksa puluhan pengungsi ini, mengaku tak bisa berbuat banyak. Sepanjang yang bersangkutan ingin pulang atas kemauan sendiri. "Diizinkan, dengan catatan menandatangani surat pernyataan bahwa pulang dengan kemauan sendiri," jelasnya.
Puluhan warga pengungsi inipun sudah bersiap sekitar pukul 14.00 Wita. Pakaian, kasur dan barang lain sudah dikemas. Namun kepulangan mereka sempat tertunda sekitar 1,5 jam. Sembari menunggu Kepala Dusun Banjar Pengalusan Ni Ketut Muriani menyaksikan mereka pulang. "Kepala Dusun tyang masih sembahyang di Taman Pule Mas. Kami tunggu, supaya kepala dusun tahu kepulangan ini," jelas Wayan Lebih.
Rombongan itu pun tak mengkhawatirkan cuaca yang sedang mendung disertai hujan gerimis. Termasuk jika dilarang memasuki kampung halamannya di Desa Ban. "Mau panas, hujan kami tetap pulang. Disana juga gak ada pencegatan. Selama ini ada yang bolak balik bisa masuk," ungkap Lebih.
Meski rasa rindu itu menggebu-gebu, Wayan Lebih beserta warga lain mengaku masih was-was dengan status Gunung Agung. "Kalau meletus keras nanti, kami akan kesini lagi. Ngungsi lagi," terangnya. Singkat cerita, Kepala Dusun Ni Ketut Muriani didampingi suami Nengah Mudita, datang ke lokasi, dari sembahyang. Hanya sempat ganti baju, kepala dusun ini langsung dimintai pertanggungjawaban atas pulang paksa ini. Baik dari para pengungsi maupun dari pihak posko. "Saya serba sulit dalam situasi ini. Karena warga ingin pulang, sementara status masih belum aman. Tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah naik kendaraan," ungkapnya.
Dia pun mengaku sempat ingin memberikan pengarahan lewat pengeras suara. Namun apa daya, para sopir lebih cepat menginjak gas daripada menunda sejenak mendengarkan arahan. Keberangkatan lima mobil colt inipun diikuti sejumlah pengungsi yang mengendarai sepeda motor. Sementara dirinya beserta keluarga pilih tetap tinggal di posko hingga ada pengumuman resmi dari pemerintah. "Kalau pemerintah sudah mengizinkan pulang, baru kami pulang. Sementara disini dulu," jelasnya. *nvi
1
Komentar