Kerap Ngamuk, 19 Tahun Terpaksa Dipasung
Selama 19 tahun bapak satu anak ini hidup dalam pasungan. Hanya rantai di tangannya yang dibuka tiga tahun silam.
SINGARAJA, NusaBali
Kehidupan keluarga Gede Rimkaya, 54 asal Banjar Dauh Pangkung, Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng cukup berat. Setelah buduh (menjadi gila) tanpa sebab yang jelas, Rimkaya ditinggal pergi istrinya. Sedangkan anak semata wayangnya juga terlihat seperti mengalami keterbelakangan mental hingga harus putus sekolah di tingkat SD. Praktis Rimkaya dan anaknya diasuh oleh ibunya bernama Nengah Adri, 70.
Gede Rimkaya merupakan anak sulung dari dua bersaudara buah perkawinan dari Nengah Adri dengan Wayan Rarud (sudah meninggal). Sedangkan saudara perempuan Rimkaya sudah kawin ke luar daerah. Sebelum alami gangguan jiwa Rimkaya telah beristri dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Ni Putu Melina yang kini telah berusia 19 tahun. Namun entah kenapa di usianya ke-30, Rimkaya mulai menunjukkan gejala aneh.
Diawali dengan jatuh sakit, setelah sembuh Rimkaya justru kerap ngomel tidak karuan hingga marah-marah tanpa sebab yang tidak jelas. Bahkan dalam kondisi itu, Rimkaya kerap mengacungkan sejata tajam. Setelah kejadian yang berulang-ulang itulah, sang istri yang disebutkan bernama I Luh pilih bercerai karena sudah tidak kuat meladeni Rimkaya.
Pihak keluarga pun demikian, karena takut dan khawatir mecelakai orang lain, Rimkaya kemudian dipasung di usianya ke-35 tahun. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan ratai besi agar tidak bergerak leluasa saat tengah kambuh.
Kini setelah 19 tahun berjalan, kondisinya terbilang sudah membaik, kendati kedua kakinya masih terikat ratai. Sedangkan rantai di kedua tangannya telah dibuka 3 tahun lalu.
Saat dikunjungi ke rumahnya di Banjar Dauh Pangkung, Rimkaya terlihat santai sambil merokok, dengan badan bongsor dan rambut yang sudah memutih sedikit panjang. Sepintas, sama sekali tak terlihat jika ia sedang mengalami gangguan jiwa. Namun setelah diamati mulutnya tak pernah diam, selalu komat-kamit. Bahkan sesekali terdengar suara dengan nada tinggi seperti marah tanpa sebab yang jelas.
Ibu kandung Rimkaya, Nengah Adri menuturkan, Rimkaya sudah pernah diajak berobat ke sejumlah tempat baik ke dokter maupun pengobatan alternatif. Bahkan pernah dibawa ke RSJ Bangli, namun semua usahanya itu tidak membuahkan hasil. Karena putus asa, akhirnya Rimkaya terpaksa dipasung dengan cara diikat dengan ratai. “Tiang takut, lamu sube kumat nak ngamuk-ngamuk, bisa nyemak perabot - senjata tajam (Saya takut, kalau sudah kumat pasti ngamuk-ngamuk dan mengambil senjata tajam apa saja),” terang Adri.
Masih kata Adri, ratai untuk mengikat kedua tangan dan kaki dari Rimkaya dibuat oleh keponakannya yang bernama Jero Putu Darmaya. Tadinya Rimkaya dipasung dengan mejepit tangan dan kaki dengan kayu. Namun karena terasa berat, akhirnya dibuatkan rantai. Kendati kedua kaki terikat, Rimkaya masih bisa bergerak kendati tidak leluasa. “Saya kasihan sebenarnya kalau dipasung. Tapi demi keamanan terpaksa. Takutnya sering keluar, terus mengganggu orang-orang,” ujar Jero Putu Darmaya.
Meski dalam kondisi gangguan kejiwaan, untuk urusan makan dan minum, Gede Rimkaya masih bisa melakukan sendiri. Semua makanan dan minuman bisa diambilnya sendiri tanpa harus dilayani. “Tapi kalau membuat kopi, saya belum izinkan. Takut dia lupa mematikan kompor” imbuhnya Darmaya.
Nengah Adri berharap jika anaknya bisa mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kembali waras seperti sediakala. Apalagi di tengah keterbatasan ekonomi. Sebab, di usianya yang sudah renta harus menanggung anak dan seorang cucu -Putri Gede Rimkaya. Praktis, untuk keperluan sehari-hari, Nengah Adri hanya mengandalkan uang pensiunan guru almarhum suaminya.
Sedangkan cucunya bernama Ni Putu Melina, kendati sudah berusia 19 tahun juga tidak bisa diandalkan mencari pekerjaan. Melina terlihat seperti mengalami keterbelakangan mental. Oleh Adri, Melina disebutkan sangat pemalu, dan jarang mau berbicara dengan orang lain.
Sementara Perbekel Umejero, Gede Adis mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak menolong keluarga Rimkaya. Dikatakan, pihaknya sudah melaporkan data untuk orang dengan ganguan jiwa kepada petugas pendamping desa dari Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng. “Setahu kami, dipasung sudah puluhan tahun. Pertama memakai kayu, namun karena sudah rusak kemudian diganti memakai besi. Kita sudah laporkan semua data orang gangguan jiwa ke petugas pendamping Dinsos, namun keluarga yang bersangkutan merasa keberatan ketika dianjurkan berobat ke RSJ Bangli. Ya, kami tentunya siap memfasilitasi jika memang keluarganya mau berobat,” katanya. *k19
Kehidupan keluarga Gede Rimkaya, 54 asal Banjar Dauh Pangkung, Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng cukup berat. Setelah buduh (menjadi gila) tanpa sebab yang jelas, Rimkaya ditinggal pergi istrinya. Sedangkan anak semata wayangnya juga terlihat seperti mengalami keterbelakangan mental hingga harus putus sekolah di tingkat SD. Praktis Rimkaya dan anaknya diasuh oleh ibunya bernama Nengah Adri, 70.
Gede Rimkaya merupakan anak sulung dari dua bersaudara buah perkawinan dari Nengah Adri dengan Wayan Rarud (sudah meninggal). Sedangkan saudara perempuan Rimkaya sudah kawin ke luar daerah. Sebelum alami gangguan jiwa Rimkaya telah beristri dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Ni Putu Melina yang kini telah berusia 19 tahun. Namun entah kenapa di usianya ke-30, Rimkaya mulai menunjukkan gejala aneh.
Diawali dengan jatuh sakit, setelah sembuh Rimkaya justru kerap ngomel tidak karuan hingga marah-marah tanpa sebab yang tidak jelas. Bahkan dalam kondisi itu, Rimkaya kerap mengacungkan sejata tajam. Setelah kejadian yang berulang-ulang itulah, sang istri yang disebutkan bernama I Luh pilih bercerai karena sudah tidak kuat meladeni Rimkaya.
Pihak keluarga pun demikian, karena takut dan khawatir mecelakai orang lain, Rimkaya kemudian dipasung di usianya ke-35 tahun. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan ratai besi agar tidak bergerak leluasa saat tengah kambuh.
Kini setelah 19 tahun berjalan, kondisinya terbilang sudah membaik, kendati kedua kakinya masih terikat ratai. Sedangkan rantai di kedua tangannya telah dibuka 3 tahun lalu.
Saat dikunjungi ke rumahnya di Banjar Dauh Pangkung, Rimkaya terlihat santai sambil merokok, dengan badan bongsor dan rambut yang sudah memutih sedikit panjang. Sepintas, sama sekali tak terlihat jika ia sedang mengalami gangguan jiwa. Namun setelah diamati mulutnya tak pernah diam, selalu komat-kamit. Bahkan sesekali terdengar suara dengan nada tinggi seperti marah tanpa sebab yang jelas.
Ibu kandung Rimkaya, Nengah Adri menuturkan, Rimkaya sudah pernah diajak berobat ke sejumlah tempat baik ke dokter maupun pengobatan alternatif. Bahkan pernah dibawa ke RSJ Bangli, namun semua usahanya itu tidak membuahkan hasil. Karena putus asa, akhirnya Rimkaya terpaksa dipasung dengan cara diikat dengan ratai. “Tiang takut, lamu sube kumat nak ngamuk-ngamuk, bisa nyemak perabot - senjata tajam (Saya takut, kalau sudah kumat pasti ngamuk-ngamuk dan mengambil senjata tajam apa saja),” terang Adri.
Masih kata Adri, ratai untuk mengikat kedua tangan dan kaki dari Rimkaya dibuat oleh keponakannya yang bernama Jero Putu Darmaya. Tadinya Rimkaya dipasung dengan mejepit tangan dan kaki dengan kayu. Namun karena terasa berat, akhirnya dibuatkan rantai. Kendati kedua kaki terikat, Rimkaya masih bisa bergerak kendati tidak leluasa. “Saya kasihan sebenarnya kalau dipasung. Tapi demi keamanan terpaksa. Takutnya sering keluar, terus mengganggu orang-orang,” ujar Jero Putu Darmaya.
Meski dalam kondisi gangguan kejiwaan, untuk urusan makan dan minum, Gede Rimkaya masih bisa melakukan sendiri. Semua makanan dan minuman bisa diambilnya sendiri tanpa harus dilayani. “Tapi kalau membuat kopi, saya belum izinkan. Takut dia lupa mematikan kompor” imbuhnya Darmaya.
Nengah Adri berharap jika anaknya bisa mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kembali waras seperti sediakala. Apalagi di tengah keterbatasan ekonomi. Sebab, di usianya yang sudah renta harus menanggung anak dan seorang cucu -Putri Gede Rimkaya. Praktis, untuk keperluan sehari-hari, Nengah Adri hanya mengandalkan uang pensiunan guru almarhum suaminya.
Sedangkan cucunya bernama Ni Putu Melina, kendati sudah berusia 19 tahun juga tidak bisa diandalkan mencari pekerjaan. Melina terlihat seperti mengalami keterbelakangan mental. Oleh Adri, Melina disebutkan sangat pemalu, dan jarang mau berbicara dengan orang lain.
Sementara Perbekel Umejero, Gede Adis mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak menolong keluarga Rimkaya. Dikatakan, pihaknya sudah melaporkan data untuk orang dengan ganguan jiwa kepada petugas pendamping desa dari Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng. “Setahu kami, dipasung sudah puluhan tahun. Pertama memakai kayu, namun karena sudah rusak kemudian diganti memakai besi. Kita sudah laporkan semua data orang gangguan jiwa ke petugas pendamping Dinsos, namun keluarga yang bersangkutan merasa keberatan ketika dianjurkan berobat ke RSJ Bangli. Ya, kami tentunya siap memfasilitasi jika memang keluarganya mau berobat,” katanya. *k19
Komentar