BPKP Redam Gejolak Perbekel
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali, akhirnya turun tangan meredam kekhawatiran para Kepala Desa (Perbekel) se-Buleleng dalam mengelola keuangan desa (APBDes), pasca Perbekel Dencarik, Kecamatan Banjar I Made Suteja kesadung kasus APBDes.
Pasca Ada Perbekel Kesandung Kasus APBDes
SINGARAJA, NusaBali
Seluruh perbekel di kumpulkan di Gedung Mr Ketut Pudja, eks Pelabuhan Buleleng, Selasa (14/11) pagi. Dalam pertemuan dengan agenda sosialisasi pengelolaan keuangan desa, BPKP minta kepada para perbekel tidak usah khawatir mengelola dana desa selama mengelola pada rel yang benar.
Kepala BPKP Perwakilan Bali, Sudiro mengungkapkan, dalam proses pengelolaan dana desa, hal yang paling rentan adalah pada saat perencanaan. Menurutnya, apabila pengelolaan dana desa itu direncanakan secara tepat, transparan, dan melibatkan partisipasi masyarakat, kepala desa dijamin aman dari masalah hukum. “Tapi kalau sudah ada intervensi lain, ada kepentingan pribadi, ya itu akan ketahuan. Sebetulnya tidak perlu takut, kalau tidak ada kepentingan lain,” kata Sudiro.
Dalam pengelolaan APBDes, para kepala desa wajib meminta masukan dari masyarakat. Sehingga kegiatan yang dilaksanakan, benar-benar kegiatan yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga target kesejahteraan masyarakat desa bisa tercapai.
Lebih lanjut Sudiro mengatakan, para perbekel juga tak perlu khawatir dengan hal-hal yang bersifat kekeliruan administratif. BPKP Perwakilan Bali sudah membuat aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) untuk memudahkan pengelolaan laporan administrasi. Kalau toh tetap ada kekeliruan, BPKP menyatakan hal itu bukan masalah hukum. Dengan catatan kekeliruan administrasi itu tak menimbulkan kerugian negara.
“Nanti tinggak dikoreksi saja. Kalau administrasi, hanya salah buku, itu bisa dikoreksi. Asal (uangnya) jangan diambil, di-mark up. Itu pasti ketahuan. Selama tidak ada kerugian negara, aman,” tegasnya
Sebelumnya kalangan perbekel mengaku ketar-ketir mengelola keuangan desa menyusul ada rekan mereka di tahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja sebagai tersangka penyalahgunaan APBDes Tahun 2015 dan 2016. Para kepala desa mengaku tidak nyaman mengelola dana APBDes. “Tentu kami sangat prihatin dengan masalah ini. Kami merasa tidak nyaman, karena APBDes tahun 2015 itu, baru pertamakali buat desa berdasar UU Desa yang terbit di tahun 2014, tentu masih banyak kekurangan kepala desa dalam penyusunan APBDes itu,” kata Kepala Desa Bhaktiseraga, Kecamatan Buleleng, I Gusti Putu Armada.
Dijelaskan, penyusunan APBDes 2015 dan tahun 2016 itu masih dalam masa transisi. Sehingga tidak banyak aparat desa termasuk perbekel, paham dengan aturan yang ada. Di samping itu, aturan penyusunan APBDes itu juga kerap berubah dengan cepat. “Kasus ini menjadi preseden buruk bagi kami. Ada rasa ketakutan juga dalam mengelola APBDes itu. Memang benar kami tidak boleh korupsi, tetapi seperti apa prosuduralnya yang harus kami lakukan dalam mengelola APBDes itu, dimana aturan itu keuangan itu berubah terus,” jelas Kades yang digandang-gadang menjadi pengganti Suteja di posisi Ketua Forkomdeslu Kabupaten Buleleng.
Gusti Armada juga mempertanyakan, kerjasama yang selama ini digagas oleh Kejari Singaraja dengan para perbekel. Karena dalam kerjasama itu, Kejari Singaraja yang semestinya memberikan pendampingan agar tidak terjadi tindakan hukum, justru berbalik. “Nah kerjasama itu juga kami pertanyakan, sejauh mana Kejaksaan bisa mengayomi para kepala desa sesuai dengan kerjasama yang dibuat. Termasuk juga nanti dengan aparat kepolisian yang juga ikut mengawasi penggunaan dana desa,” ujarnya. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Seluruh perbekel di kumpulkan di Gedung Mr Ketut Pudja, eks Pelabuhan Buleleng, Selasa (14/11) pagi. Dalam pertemuan dengan agenda sosialisasi pengelolaan keuangan desa, BPKP minta kepada para perbekel tidak usah khawatir mengelola dana desa selama mengelola pada rel yang benar.
Kepala BPKP Perwakilan Bali, Sudiro mengungkapkan, dalam proses pengelolaan dana desa, hal yang paling rentan adalah pada saat perencanaan. Menurutnya, apabila pengelolaan dana desa itu direncanakan secara tepat, transparan, dan melibatkan partisipasi masyarakat, kepala desa dijamin aman dari masalah hukum. “Tapi kalau sudah ada intervensi lain, ada kepentingan pribadi, ya itu akan ketahuan. Sebetulnya tidak perlu takut, kalau tidak ada kepentingan lain,” kata Sudiro.
Dalam pengelolaan APBDes, para kepala desa wajib meminta masukan dari masyarakat. Sehingga kegiatan yang dilaksanakan, benar-benar kegiatan yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga target kesejahteraan masyarakat desa bisa tercapai.
Lebih lanjut Sudiro mengatakan, para perbekel juga tak perlu khawatir dengan hal-hal yang bersifat kekeliruan administratif. BPKP Perwakilan Bali sudah membuat aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) untuk memudahkan pengelolaan laporan administrasi. Kalau toh tetap ada kekeliruan, BPKP menyatakan hal itu bukan masalah hukum. Dengan catatan kekeliruan administrasi itu tak menimbulkan kerugian negara.
“Nanti tinggak dikoreksi saja. Kalau administrasi, hanya salah buku, itu bisa dikoreksi. Asal (uangnya) jangan diambil, di-mark up. Itu pasti ketahuan. Selama tidak ada kerugian negara, aman,” tegasnya
Sebelumnya kalangan perbekel mengaku ketar-ketir mengelola keuangan desa menyusul ada rekan mereka di tahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja sebagai tersangka penyalahgunaan APBDes Tahun 2015 dan 2016. Para kepala desa mengaku tidak nyaman mengelola dana APBDes. “Tentu kami sangat prihatin dengan masalah ini. Kami merasa tidak nyaman, karena APBDes tahun 2015 itu, baru pertamakali buat desa berdasar UU Desa yang terbit di tahun 2014, tentu masih banyak kekurangan kepala desa dalam penyusunan APBDes itu,” kata Kepala Desa Bhaktiseraga, Kecamatan Buleleng, I Gusti Putu Armada.
Dijelaskan, penyusunan APBDes 2015 dan tahun 2016 itu masih dalam masa transisi. Sehingga tidak banyak aparat desa termasuk perbekel, paham dengan aturan yang ada. Di samping itu, aturan penyusunan APBDes itu juga kerap berubah dengan cepat. “Kasus ini menjadi preseden buruk bagi kami. Ada rasa ketakutan juga dalam mengelola APBDes itu. Memang benar kami tidak boleh korupsi, tetapi seperti apa prosuduralnya yang harus kami lakukan dalam mengelola APBDes itu, dimana aturan itu keuangan itu berubah terus,” jelas Kades yang digandang-gadang menjadi pengganti Suteja di posisi Ketua Forkomdeslu Kabupaten Buleleng.
Gusti Armada juga mempertanyakan, kerjasama yang selama ini digagas oleh Kejari Singaraja dengan para perbekel. Karena dalam kerjasama itu, Kejari Singaraja yang semestinya memberikan pendampingan agar tidak terjadi tindakan hukum, justru berbalik. “Nah kerjasama itu juga kami pertanyakan, sejauh mana Kejaksaan bisa mengayomi para kepala desa sesuai dengan kerjasama yang dibuat. Termasuk juga nanti dengan aparat kepolisian yang juga ikut mengawasi penggunaan dana desa,” ujarnya. *k19
Komentar