MKD Didesak Copot Novanto dari Ketua DPR
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) didesak gelar sidang untuk mencopot Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR.
Golkar Didorong Segera Munaslub
JAKARTA, NusaBali
Masalahnya, Novanto yang juga Ketua Umum DPP Golkar telah jadi terangka kasus dugaan korupsi megaproyek e-KTP yang rugikan negara Rp 2,3 triliun, bahkan menghilang saat hendak ditangkap KPK.
Desakan agar MKD bersidang untuk ganto Ketua DPR ini digaungkan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Kamis (16/11). "MKD harus segera bersidang dan membuat keputusan pemberhentian Setya Novanto. Selanjutnya, pimpinan harus segera berkoordinasi dengan Partai Golkar untuk mencari pengganti (Novanto sebagai Ketua DPR, Red)," ujar Peneliti Formappi, Lucius Karus, di Jakarta kemarin.
Opsi lainnya, Formappi mengusulkan komposisi parpol di Pimpinan DPR diganti. Fraksi Golkar digantikan dengan PDIP melalui revisi UU Nomor 17/2004 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Sebaliknya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, Novanto tetap menjabat Ketua DPR, meski menghilang. Fahri mengatakan, Pimpinan DPR tetap mengacu pada hak konstitusional pimpinan dan anggota DPR RI sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. "Perlu ditegaskan di sini bahwa status tersangka dan penahanan tidak memiliki konsewekwensi hukum apa pun terhadap status dan jabatan seorang pimpinan DPR," katanya.
Berdasarkan UU 17/2014 tentang MD3, lanjut Fahri, hanya mengatur jika seorang pimpinan DPR RI berstatus sebagai terdakwa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 86 Ayat (5) yaitu Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa, karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Menurut Fahri, UU MD3 sangat menjaga marwah dan kehormatan seorang manusia di hadapan hukum sebagaimana ketentuan di dalam konstitusi Republik Indonesia. "Untuk itu pemberhentian sementaran terkait status terdakwa seorang pimpinan akan dilakukan dengan verifikasi yang sangat ketat oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)."
Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Novanto sebagai Ketua DPR terburuk selama era reformasi. “Iyalah, selama era reformasi, Ketua DPR-nya pertama Harmoko, lalu Akbar Tandjung, Agung Laksono, Marzuki Alie, sekarang Setya Novanto. Dia yang terburuk kira-kira dari kasus kriminal," ujar Mahfud dikutip detikcom terpisah, Kamis kemarin.
Mahfud menyarankan Novanto segera muncul ke publik. Pakar hukum tata negara ini meminta Novanto berani menjalani proses hukum. "Buktikan saja di pengadilan nanti jika merasa tidak bersalah," pintanya. Mahfud yakin KPK tidak sembarangan menetapkan Novanto sebagai tersangka e-KTP. Bukti-bukti sudah lebih dari cukup.
Sementara itu, mantan Ketua Umum DPP Golkar yang kini Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), be-reaksi keras atas menghilangnya Setya Novanto di tengah kejaran KPK. JK pun dorong partainya segera menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk mencari pengganti Novanto sebagai Ketua Umum DPP Golkar.
Menurut JK, pergantian pucuk pimpinan Partai Golkar harus segera dilakukan.
"Ya harus segera. Kalau tidak, masak kapten menghilang nggak diganti kaptennya?" ujar JK menjawab pertanyaan soal pergantian Ketua Umum DPP Golkar pasca Setya Novanto menghilang, Kamis kemarin.
JK meminta agar semua kader Golkar tetap solid pasca sang ketua umum, Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi megaprotek e-KTP. JK juga mengingatkan Novanto untuk taat hukum, meski kini menjabat sebagai Ketua DPR. "Harus tetap solid. Tapi, pimpinan harus tetap taat pada hukum, baru dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lar gini, mana bisa dipercaya oleh masyarakat?" tandas mantan Ketua Umum DPP Golkar 2004-2009 ini.
Sedangkan Sekjen DPP Golkar, Idrus Marham, menegaskan ada sistem internal partai yang harus dipatuhi terkait munculnya dorongan pergantian Novanto dari posisi ketua umum. Idrus yakin Novanto akan tahu diri.
"Jadi itu yang saya katakan ini ada sistemnya semua. Nggak usahlah kita (dorong) bahwa ada yang minta mundur, ada minta diberhentikan, kita serahkan kepada sistem yang ada. Tentu misalkan dengan proses-proses yang ada ini kita punya keyakinan ini nanti Pak Novanto juga tahu diri," ujar Idrus.
Idrus yakin Novanto akan kooperatif dengan proses hukum yang dilakukan KPK. Golkar sendiri juga menghormati KPK. "Golkar dari awal sudah menyampaikan kita menghormati proses-proses hukum yang dilakukan KPK sebagai penegak hukum. Karena itu, kita harapkan supaya Pak Novanto tetap konsisten, kooperatif terhadap proses-proses yang ada." *k22
Komentar