Godel Mati Terinjak, Pengungsi Menangis
14 warga Karangasem mengungsi di Posko Desa Pujungan, Kecamatan Pupua, Tabanan, pulang ke kampung halamannya, Kamis (16/11).
TABANAN, NusaBali
Mereka pulang dibiayai oleh Peradah Tabanan dari dana sumbangan. Hanya saja terjadi insiden. Salah satu pengungsi menangis karena godel (anak sapi) yang dibawa pulang menggunakan truk, mati terinjak. Pengungsi itu, Ni Nyoman Sudiasih,43, warga dari Banjar Uma, Desa/Kecamatan Selat, Karangasem. Godelnya diketahui mati saat berkumpul di Taman Makam Pahlawan Tabanan. Sontak saat itu dia menangis sesenggukan melihat godel jantannya sudah mati lemas. "Padahal saya hanya punya dua sapi, induknya satu, sekarang anaknya sudah mati," ujarnya.
Dia tidak menyangka godel diperkirakan berharga Rp 4 juta ini mati karena terinjak sapi lain. Kemungkinan karena satu truk berisi sapi sekitar 14 ekor sehingga kondisi dalam truk sumpek. "Rasane godel tiang mati majejek (kemungkinan sapi saya mati terinjak)," imbuh Sudiasih sambil menangis.
Padahal dia berencana memelihara godel itu sampai besar. Karena sapi jantan, jika besar harganya pasti mahal. "Maunya pulang dengan perasaan senang, tetapi dirundung sedih godel satu-satunya sudah mati," ujarnya. Setiba di desanya, bangkai godel itu akan dikubur.
Sementara itu, pengungsi lain, Ni Nyoman Suriati, menyebut godel saudaranya mati karena truk tersebut kepenuhan. Sebab ada sekitar 14 sapi besar dalam truk. "Pemilik seluruh sapi ini 5 KK," ujarnya.
Namun dia mengaku senang bisa pulang ke Karangasem. Karena amat rindu kampung halaman, meskipun menurut dia kondisi Gunung Agung tidak diketahui aman atau belum. "Karena di kampong saya, sekolah dan kantor-kantor sudah mulai buka, sehingga kami juga ikut pulang," tegas Suriati. Rumahnya di Karangasem berjarak 10 km dari Gunung Agung.
Suriati mengaku mengungsi di Pupuan, Tabanan, sudah dua bulan. Awalnya di rumah keluarganya, tetapi memutuskan tinggal di Posko agar tidak merepotkan keluarga. "Saya senang sudah bisa pulang, mudah-mudahan Gunung Agung tidak jadi meletus," harap Suriati yang guru TK di Desa Selat.
Ketua Peradah Tabanan I Made Argawa menerangkan terkait sapi pengungsi mati, awalnya sudah menyarankan dua truk untuk mengangkut sapi. Namun Perbekel Desa Pujungan menyarankan satu truk saja cukup. "Awalnya sudah kami sarankan dua truk, tetapi diminta satu truk oleh Perbekel," ujarnya.
Dikatakan Argawa, biaya kepulangan pengungsi di Pupuan dibiayai Peradah se Indonesia. Peradah memilih membantu pengungsi di Pupuan karena jaraknya dengan Karangasem, cukup jauh. "Jadi kami putuskan bantu yang di Pupuan, biaya kepulangan mereka dari Paradah se Indonesia lewat sumbangan," jelasnya.
Lanjut Argawa, ada dua angkutan yang disiapkan untuk pengungsi. Pertama, angkutan truk untuk sapi satu unit dengan biaya Rp 1,5 juta. Kemudian angkutan bus mini satu unit untuk mengangkut pengungsi biaya Rp 800.000. "Oleh karena itu, harapan kami semoga pemerintah Tabanan juga memfasilitasi pengungsi di Tabanan ketika ingin pulang kampung," tandasnya. *d
Dia tidak menyangka godel diperkirakan berharga Rp 4 juta ini mati karena terinjak sapi lain. Kemungkinan karena satu truk berisi sapi sekitar 14 ekor sehingga kondisi dalam truk sumpek. "Rasane godel tiang mati majejek (kemungkinan sapi saya mati terinjak)," imbuh Sudiasih sambil menangis.
Padahal dia berencana memelihara godel itu sampai besar. Karena sapi jantan, jika besar harganya pasti mahal. "Maunya pulang dengan perasaan senang, tetapi dirundung sedih godel satu-satunya sudah mati," ujarnya. Setiba di desanya, bangkai godel itu akan dikubur.
Sementara itu, pengungsi lain, Ni Nyoman Suriati, menyebut godel saudaranya mati karena truk tersebut kepenuhan. Sebab ada sekitar 14 sapi besar dalam truk. "Pemilik seluruh sapi ini 5 KK," ujarnya.
Namun dia mengaku senang bisa pulang ke Karangasem. Karena amat rindu kampung halaman, meskipun menurut dia kondisi Gunung Agung tidak diketahui aman atau belum. "Karena di kampong saya, sekolah dan kantor-kantor sudah mulai buka, sehingga kami juga ikut pulang," tegas Suriati. Rumahnya di Karangasem berjarak 10 km dari Gunung Agung.
Suriati mengaku mengungsi di Pupuan, Tabanan, sudah dua bulan. Awalnya di rumah keluarganya, tetapi memutuskan tinggal di Posko agar tidak merepotkan keluarga. "Saya senang sudah bisa pulang, mudah-mudahan Gunung Agung tidak jadi meletus," harap Suriati yang guru TK di Desa Selat.
Ketua Peradah Tabanan I Made Argawa menerangkan terkait sapi pengungsi mati, awalnya sudah menyarankan dua truk untuk mengangkut sapi. Namun Perbekel Desa Pujungan menyarankan satu truk saja cukup. "Awalnya sudah kami sarankan dua truk, tetapi diminta satu truk oleh Perbekel," ujarnya.
Dikatakan Argawa, biaya kepulangan pengungsi di Pupuan dibiayai Peradah se Indonesia. Peradah memilih membantu pengungsi di Pupuan karena jaraknya dengan Karangasem, cukup jauh. "Jadi kami putuskan bantu yang di Pupuan, biaya kepulangan mereka dari Paradah se Indonesia lewat sumbangan," jelasnya.
Lanjut Argawa, ada dua angkutan yang disiapkan untuk pengungsi. Pertama, angkutan truk untuk sapi satu unit dengan biaya Rp 1,5 juta. Kemudian angkutan bus mini satu unit untuk mengangkut pengungsi biaya Rp 800.000. "Oleh karena itu, harapan kami semoga pemerintah Tabanan juga memfasilitasi pengungsi di Tabanan ketika ingin pulang kampung," tandasnya. *d
Komentar