nusabali

Anggota Dewan Bantah Lakukan Pungli

  • www.nusabali.com-anggota-dewan-bantah-lakukan-pungli

“Semua yang diambil (keputusan) itu berdasarkan kesepakatan bersama yang tertuang secara tertulis. Ada dua puluh empat usaha water sport ikut pertemuan dan semuanya setuju”

Terkait Penetapan Tersangka Yonda

DENPASAR, NusaBali
Bendesa Adat Tanjung Benoa yang juga anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra, I Made Wijaya alias Yonda membantah keras telah melakukan pungutan liar (pungli) di sejumlah tempat usaha water sport di wilayah Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung. Yonda bahkan mengaku jika pungutan tersebut memiliki payung hukum, sehingga sah dilakukan dan tidak bisa dikategorikan dalam pungutan liar alias pungli.

Bantahan itu diungkapkan Yonda melalui kuasa hukumnya, Ketut Rinata dan Eddi Iswayudi saat jumpa pers di Denpasar, Minggu (19/11). Menurut Eddi, tuduhan pungli sama sekali tidak benar karena pengutan yang dilakukan kliennya sudah memiliki dasar-dasar hukum yang sah.

Eddi menjelaskan, pungutan di sejumlah tempat usaha pariwisata di Tanjung Benoa adalah program gali potensi bahari. Awal mula dilakukan sosialisasi tentang rencana gali potensi tersebut, kemudian diadakan beberapa kali pertemuan antara prajuru adat, bendesa adat dan para pengusaha water sport.

Dalam pertemuan itu disepakati pengusaha menyisihkan pendapatan Rp 10 ribu per aktifitas. "Semua yang diambil (keputusan) itu berdasarkan kesepakatan bersama yang tertuang secara tertulis. Ada dua puluh empat usaha water sport ikut pertemuan dan semuanya setuju. Sehingga, tuduhan pungutan liar sebagaimana yang tertuju pada klien kami (I Made Wijaya alis Yonda) itu tidaklah benar," terangnya saat memberikan konferensi pers di Kubu Kopi, Jalan Hayam Wuruk, Dentim, Minggu (19/11) siang.

Dirincikannya, pungutan yang dilakukan oleh kliennya selaku Bandesa Adat Tanjung Benoa memiliki dasar kuat dan persetujuan dari berbagai pihak, sehingga berani melakukan gali potensi. Pun ada payung hukumnya yakni peraturan Kementerian Desa Tertinggal Nomor 1 Tahun 2015. Dalam bab V tentang Pungutan Desa, pasal 23 ayat 1 disebutkan desa berhak melalukan pemungutan. Selain itu, Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Dalam bab IV tentang Pendapatan, pasal 10 ayat 1 huruf f sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat. "Sehingga, klien kami selaku Bandesa Adat Tanjung Benoa berpegang pada dua payung hukum itu. Jadi sangat jelas, tuduhan melakukan pungli itu tidak benar, " ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut, Eddi juga memaparkan tentang pemanfaatan uang dari hasil pungutan itu. Uang yang dipungut kemudian diserahkan kepada desa adat untuk sosial kemasyarakatan, tidak ada masuk ke kantong pribadi. Untuk keperluan sosial masyarakat, yaitu petugas bersih dan pengamanan pantai, petugas keselamatan pantai, pengadaan ambulance, hari raya Galungan pembagian daging babi setiap kepala keluarga mendapat 2,5 kg, biaya kegiatan patroli pecalang setiap malam, odalan dan upacara di pura dana biaya ngaben massal yang biayanya mencapai Rp1 miliar. Bahkan, pada saat penenggelaman kapal, Bendesa Adat Tanjung Benoa juga ikut partisipasi dengan mengeluarkan dana. "Pemanfaatan keuangannya jelas dan tidak ada yang masuk ke kantong pribadi," tegasnya.

Meski menegaskan pungutan tersebut sah secara hukum, namun ketika disinggung soal status tersangka terhadap klien mereka, Eddi menolak menjawab dengan alasan belum masuk ke ranah status tersangka terhadap kliennya. Ketika ditanya soal rincian pemasukan dari hasil pungutan dan pengeluaran untuk kegiatan sosial masyarakat, Eddi mengaku rinciannya ada di desa. "Buku catatan tentang pemasukan dan pengeluaran di desa. Saat ini kami hanya menjelaskan tentang pemungutan itu," tungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus reklamasi liar bahkan kini sudah jadi terdakwa dan menjalani persidangan di PN Denpasar, penyidik dari Reskrimum Polda Bali kembali menetapkan I Made Wijaya alias Yonda sebagai tersangka utama dalam dugaan kasus pungutan liar (pungli) di perusahaan Water Sport, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Bendesa Adat Tanjung Benoa yang juga merupakan anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra ini ditetapkan sebagai tersangka bersama 4 orang lainnya karena dinilai telah melakukan tindak pidana pemerasan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 368 KUHP. *dar

Komentar