Pembahasan RS Indera Tanpa Hasil
Versi Rai Iswara, ada dua pilihan untuk solusi RS Indera: revisi Perda 27 Tahun 2011 atau cari alternatif lokasi lain.
Fraksi PDIP DPRD Bali ‘Bela’ Pemkot
DENPASAR, NusaBali
Pertemuan antara Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar yang difasilitasi DPRD Bali untuk membahas masalah kisruh pengembangan RS Indera, Jumat (22/1), menjadi debat panjang tanpa hasil. Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar justru ngotot bahwa pengembangan RS Indera bikin krodit lalulintas.
Rapat pembahasan masalah RS Indera di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin, berlangsung selama 3 jam sejak pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 13.00 Wita. Pertemuan dipimpin langsung Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama (dari Fraksi PDIP, didampingi Wakil Ketua Dewan Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar) dan Wakil ketua Dewan IGB Alit Putra (dari Fraksi Gerindra).
Sedangkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Penjabat Walikota Denpasar, AA Gede Griya, tidak hadir dalam pertemuan ini. Pemprov kemarin mengutus Sekda Provinsi Bali Tjokorda Ngurah Pemayun dan Kadis Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya. Sedangkan Pemkot menghadirkan Sekda Kota Denpasar AA Ngurah Rai Iswara dan jajarannya.
Begitu pertemuan dibuka, Sekda Provinsi Tjok Pemayun langsung diberi kesempatan pertama untuk bicara. Tjok Pemayun menyebutkan ada fakta hukum bahwa RS Indera tidak bisa dikembangkan, karena Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan tidak bisa diproses akibat keberadaan peraturan Walikota (Perwali) 14 Tahun 2014 tentang Zonasi Kecamatan Denpasar Utara.
Pemkot Denpasar memberikan penafsiran bahwa di lokasi pengembangan RS Indera di Jalan Angsoka Denpasar adalah kawasan perkantoran. Sedangkan dalam tafsir Pemprov Bali merujuk Perda RTRK Nomor 27 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar, peruntukan fasilitas kesehatan di Denpasar telah ditetapkan untuk RS Sanglah, RS Wangaya, RS Angkatan Darat, dan RS Indera sebagai pelayanan kesehatan berskala kota. ”Ada tafsir berbeda dari aturan disini. Soal produk hukum, mari tengok untuk diselesaikan,” tandas Tjok Pemayun.
Menurut Tjok Pemayun, sebagai birokrasi, maka ketika hendak bicara pelayanan masyarakat, tugasnya pemerintah untuk menyediakan layanan tersebut dengan tetap menggunakan acuan-acuan dan mekanisme aturan. “Kami berharap tak ada campur tangan, selain masalah aturan. Jangan ada saling menjatuhkan di sini. Ketika ada hal yang tidak sesuai aturan tata ruang, maka aturan tetap harus ditegakkan,” katanya.
Setelah pemaparan Tjok Pemayun, gantian Sekda Kota Denpasar AA Rai Iswara diberikan kesempatan bicara. Rai Iswara menyatakan komitmennya untuk layanan kesehatan masyarakat, namun tidak mengabaikan aturan. “Apa pun langkah kita, sandarannya adalah hukum dan aturan. Perwali tidak salah di sini. Jangan sebut Perwali yang menghambat,” ujar Rai ISwara.
Menurut Rai Iswara, persoalan RS Indera hanya satu masalahnya, yakni Perda 27 Tahun 2011 yang menyebutkan di kawasan rumah sakit khusus buta katarak ini adalah kawasan pemerintahan. Karenanya, tidak dibenarkan membangun fasilitas kesehatan di sana. Historisnya, RS Indera berada di Jalan Maruti Denpasar, bukan di Jalan Angsoka Denpasar.
“Dalam Perda, ada lampirannya dan jelas. Kami sudah berusaha mempercepat, tapi ganjalannya di Perda 27 Tahun 2011 itu. Kita DPRD Denpasar dan DPRD Bali ikut memproses Perda tersebut. Hilangkan dugaan kene keto (begini-begitu). Tiyang juga ingin kerja aman. Jangan dikaitkan ini pemerintahan Rai Mantra atau pemerintahan Rai Iswara,” pinta Rai Iswara.
Disebutkan, Walikota Denpasar 2010-2015 IB Rai Dharmawijaya Mantra menyodorkan pilihan: Perda 27 Tahun 2011 direvisi atau mencari alternatif lokasi lain untuk membangun RS Indera. “Pilihannya, revisi atau cari tempat lain saja,” imbuhnya.
Pasca pemaparan Tjok Pemayun dan Rai Iswara, terjadi saling serang lintas fraksi DPRD Bali. Semua fraksi menunjukkan jurusnya. Ketua Komisi III DPRD Bali dari Fraksi Demokrat, I Nengah Tamba, justru menyitir keputusan Presiden Jokowi soal angkutan Go-Jek yang sempat berbenturan dengan perundang-undangan. “Namun, Pak Jokowi tiba-tiba membuat peraturan baru karena Go-Jek dibutuhkan oleh rakyat,” jelas Nengah Tamba, yang berada di barisan pendukung Pemprov Bali terkait pengembangan RS Indera.
Selain itu, Tamba juga mengeluarkan ‘jurus’ UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni Pasal 91 yang mengatur kewenangan Gbernur. Menurut Tamba, Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah, punya kewenangan mengevaluasi Perda, juga melakukan pengawasan terhadap kinerja Bupati/Walikota. “Jadi, dua hal pelaksanaan aturan itu tolong dipahami,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Jembrana ini.
Sementara, anggota Fraksi PDIP Dapil Bangli, I Nyoman Adnyana, langsung menanggapi pernyataan Tamba. Anggota Komisi I DPRD Bali ini meminta Tamba harus juga membaca UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Kalau saya bacakan pasal per pasal, panjang ceritanya. Saya minta jangan main kayu antar pemerintah dalam penyelesaian RS Indera ini,” ujar Adnyana.
Adnyana pun memberikan solusi harus dilakukan revisi Perda 27 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar atau mekanisme lain. “Mekanismenya mengubah, memindahkan lokasi pembangunan, atau memintakan fatwa tentang aturan ini ke pusat, karena adanya tafsir berbeda,” tandas Adnyana.
Selanjutnya...
1
2
Komentar