Pembahasan RS Indera Tanpa Hasil
Versi Rai Iswara, ada dua pilihan untuk solusi RS Indera: revisi Perda 27 Tahun 2011 atau cari alternatif lokasi lain.
Anggota Komisi III yang Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, I Kadek Diana, juga ikut angkat bicara. Kadek Diana menyebutkan kalau memang Perda 27 Tahun 2011 yang menjadi penyebab, maka bisa saja direvisi jika ada keinginan untuk itu. “Karena sudah ada niat baik Pemkot Denpasar, ayolah revisi. Namun, apa dampaknya kalau cuma revisi? Karena mata anggaran untuk RS Indera sendiri juga sudah disetujui,” ujar politisi PDIP asal Sukawati, Gianyar ini.
Sedangkan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Badung, Wayan Disel Astawa, mengatakan Pemprov dan Pemkot sudah punya komitmen untuk rakyat. Namun, endingnya pertemuan tidak menjadikan strategi mencari pembenar dan menuding ada yang salah. “Kalau revisi Perda, oke saja. Tapi, prosesnya jadi panjang, sementara anggaran sudah ketok palu (RS Indera dianggarkan Rp 120 miliar di APBD Bali Tahun 2016, Red). Lebih baik masalah aturan ini dimintakan fatwa ke pemerintah pusat. Fatwa ini akan menjadi ‘pengadil’ beda tafsir aturan yang terjadi,” ujar Disel Astawa.
Setelah pentolan Fraksi PDIP saling sahut, gantian Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, yang angkat bicara. Sugawa Korry menyarankan ada rekomendasi DPRD Bali terkait penyelesaian masalah aturan ini, karena adanya Perwali dan RTRK yang beda tafsir.
Saat Sugawa Korry bicara, suasana menjadi panas, karena anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Klungkung, Ketut Mandia, tiba-tiba menyela pembicaraan. “Anda kalau berbicara atas seizin Pimpinan. Siapa itu berbicara?” sergah Sugawa Korry sambil tengak-tengok mencari orang yang menyela pembicarannya. Mandia bukannya diam, tapi justru balik menghardik. “Saya Mandia, jangan dong dibenturkan Perwali-nya,” jawab Mandia yang duduk di Komisi IV DPRD Bali.
Dalam situasi panas ini, Ketua Dewan Adi Wiyatama mendinginkan suasana dengan memberi kesempatan bicara kepada anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi PDIP Dapil Denpasar, AA Kompyang Raka. Dalam pemaparannya, Kompyang Raka menyebutkan Pemkot Denpasar sudah melayangkan surat ke Mendagri untuk RS Indera. Selain itu, revisi Perda tak mungkin karena DPRD bisa saja tidak mau. “Jadi, tunggu jawaban dari Mendagri saja. Atau pindahkan lokasi RS Indera ke kawasan lain,” ujarnya.
Sedangkan anggota Komisi I yang Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, I Wayan Gunawan, menyarankan supaya layanan publik diutamakan. “Anggaran sudah diketok palu dan kita setujui. Jangan dibawa ke masalah hukum, tapi mengabaikan layanan masyarakat. Lekang ragene (Malu-lah dengan diri sendiri, Red),” ujar politisi yang juga Ketua DPD II Golkar Bangli ini.
Lantas, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar, I Gusti Putu Budiarta, langsung menyambut pernyataan Gunawan. Budiarta mengingatkan RS Indera tidak layak dibangun di lokasi sekarang, karena bikin krodit lalulintas di sekitarnya. Dia lebih setuju Perda 27 Tahun 2011 dilaksanakan saja, karena lokasi RS Indera bukan-lah kawasan kesehatan, namun kawasan pemerintahan. ”Jangan dipaksakan karena kawasan di RS Indera sekarang akan mengalami krodit lalulintas,” ujar Budiarta yang duduk di Komisi IV ini.
Sementara itu, Sekda Provinsi Tjok Pemayun lontarkan senjata untuk menangkis Budiarta. Tjok Pemayun menunjukkan kajian dan rekomendasi Dinas Perhubungan Kota Denpasar yang menyatakan soal analisis dampak lalulintas di sekitar RS Indera. Dalam rekomendasi Kadishub Kota Denpasar Nomor 551.11/Dishub tertanggal 2 Februari 2015 yang ditandatangani Kadis Perhubungan Denpasar Gede Astika, jelas disebutkan lalulintas di sekitar RS Indera tidak ada masalah. “Jadi sudah tidak ada masalah. Ini rekomendasinya,” tegas Tjok Pemayun sembari menunjukkan rekomendasi Kadishub Denpasar.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Bali dari Fraksi PDIP, I Nyoman Parta, meminta pembicaraan agar fokus ke masalah substansi saja, yakni Perda 27 Tahun 2011 yang menjadi kendala. “Jadi, jangan diputar-putar begini,” tandas politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Di tengah perdebatan panjang itu, Ketua Dewan Adi Wiryatama tiba-tiba menyerahkan pimpinan sidang. Lalu, Wakil Ketua Dewan Sugawa Korry melanjutkan pimpin rapat. Suasana masih saja saling sahut dan adu debat. Pada saat bersamaan, sebagian anggota Fraksi PDIP DPRD Bali pilih meninggalkan rapat.
Atas kondisi ini, tiga anggota Fraksi PDIP yakni Kadek Diana, Wayan Disel Astawa, dan Ketut Kariyasa Adnyana meminta rapat ditutup saja. “Saya rasa rapat ini sekarang sudah harus ditutup, karena tidak fokus lagi. Nanti dibahas dalam rapat pimpinan saja,” ujar Kariyasa Adnyana, politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng (Barat). Akhirnya, rapat pun ditutup Sugawa Korry, tanpa menghasilkan keputusan terkait kisruh RS Indera. 7 nat
1
2
Komentar