Ditahan, Novanto Minta Perlindungan
Presiden ingatkan Novanto agar ikuti proses hukum, Kapolri menolak gubris perlindungan yang diajukan sang Ketua DPR
Karena Dijebloskan ke Rutan Saat Masih dalam Perawatan
JAKARTA, NusaBali
Tak terima dijebloskan KPK ke sel tahanan selaku tersangka kasus dugfaan korupsi megaproyek e-KPT yang rugikan negara Rp 2,3 triliun, Ketua DPR Setya Novanto beripaya minta perlindukan hukum ke Presiden dan Kapolri. Novanto pun segera akan menyurati Presiden Jokowi terkait upaya perlindungan hukum ini.
Menurut Novanto, dirinya terima kenyataan harus ditahan KPK. Namun, dia heran kenapa KPK langsung menjebloskan ke sel tahanan, padahal kondisinya masih perlu dirawat pasca kecelakaan. Hal inilah yang akan diadukannya ke Presiden Jokowi. "Saya mematuhi hukum, saya sudah melakukan langkah-langkah," kata Novanto seusai diperiksa KPK di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (20/11) dinihari.
"(Langkah-langkah yang akan dilakukan) Mulai dari melakukan SPDP di kepolisian dan mengajukan surat perlindungan hukum kepada Presiden, Kapolri, Kejaksaan Agung. Saya sudah pernah praperadilan," imbuh Novanto, yang penahanannya sempat dibantarkan karena menjalani perawatan di rumah sakit pasca kecelakaan, Kamis (16/11) malam, sebelum kemudian dijebloskan ke Rutan KPK, dinihari kemarin.
Novanto mengaku masih sakit akibat kecelakaan mobil, Kamis malam. "Ya, saya sudah menerima tadi (penahanan) dalam kondisi saya yang masih sakit, masih vertigo karena tabrakan," kata Novanto.
Terkait kondisinya yang sempat ‘menghilang’, sebelum akhitrnya kecelakaan, Novanto mengaku sudah berniat datang ke KPK untuk memenuhi panggilan. Namun, dirinya malah kecelakaan. Novanto mengaku tak mengira dirinya terkena musibah kecelakaan mobil hingga harus dirawat di rumah sakit. Novanto menyebut kecelakaan membuat dirinya terluka berat.
"Di luar dugaan saya, ada kecelakaan sehingga saya selain terluka, terluka berat, kaki dan tangan serta kepala juga masih memar," katamua. "Saya dari kemarin memang sudah niat untuk datang bersama-sama DPD 1 jam 8, tapi saya diminta untuk wawancara di Metro," sambungnya.
Ketua Umum DPP Golkar ini pun mengklaim belum pernah mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK. Novanto mengaku selalu memberikan surat keterangan alasan ketika dirinya tidak hadiri pemanggilan. "Saya belum pernah mangkir, yang tiga kali saya diundang saya selalu memberikan alasan, jawaban karena ada tugas-tugas, yaitu (pemanggilan) menyangkut saksinya saudara Anang," beber Novanto.
Sementara, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan penahanan sang Ketua DPR sudah sah. Penahanan dilakukan dengan dasar hukum KUHAP. "Dasar hukum penahanan itu sangat kuat dan jelas diatur Pasal 21 KUHAP (yang mengatur) alasan objektif dan subjektif," ujar Febri dilanisr detikcom, Senin kemarin.
Alasan objektif yang dimaksud terkait dengan tindak pidana dan ancaman hukuman terhadap tersangka Setya Novanto. Sedangkan alasan subjektif yakni pertimbangan penyidik KPK soal kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak/menghilangkan barang bukti dan kekhawatiran soal tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Febri menyebutkan, Novanto menghuni ruangan dicampur dengan tersangka kasus lain di Rutan KPK yang baru di belakang Gedung KPK. Tersangka yang berada di Rutan KPK, antara lain, Rochmadi Saptogiri (auditor BPK), Hendra Kurniawan (panitera pengganti PN Tipikor Bengkulu), Yunus Nafik (Dirut PT Aquamarine Divindo Inspection), Tubagus Iman Ariyadi (Wali Kota Cilegon), dan Sujendi Tarsono (pengusaha/tersangka suap Bupati Batubara).
Semula, Andi Agustinus alias Andi Narogong, terdakwa kasus e-KTP, juga ditahan di Rutan KPK. Namun, Andi Narogong dipindahkan ke Rutan KPK yang lama sebelum kedatangan Novanto. "Tadi malam (Minggu) sekitar pukul 22.00 WIB, KPK melakukan pemindahan terhadap tahanan Andi Agustinus ke Rutan C1," beber Febri.
KPK memiliki waktu 120 hari atau sekitar 4 bulan untuk menahan Setya Novanto. Lamanya masa penahanan itu sesuai dengan KUHAP sebelum kasus ini disidangkan. "Kalau proses penahanan di penyidikan itu maksimal ada waktu 20 hari, bisa diperpanjang 40 hari, diperpanjang 30 hari, bisa diperpanjang 30 hari lagi," sebut Febri. "Jadi, sekitar 120 hari untuk pidana dengan ancaman sekitar di atas 9 tahun. Jadi memang ada kondisi-kondisi khusus yang dimungkinkan oleh KUHAP kita," imbuhnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengingatkan Setya Novanto agar mengikuti proses hukum. "Maksudnya gimana?" kata Jokowi balik bertanya saat ditanya wartawan soal permintaan perlindungan hukum Novanto, Senin kemarin. "Saya kan sudah menyampaikan kepada Pak Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum yang ada. Sudah," tegas Jokowi seusai membuka Simposium Nasional Kebudayaan di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan.
Meski Novanto ditahan, Jokowi menjamin komunikasi dengan DPR akan baik-baik saja. Jokowi hanya tersenyum saat ditanya apakah berarti akan menolak permintaan Novanto. "Tadi kan sudah saya sampaikan untuk mengikuti proses hukum yang ada," jawab Jokowi.
Secara terpisah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menolak gubris permintaan perlindungan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto. Menurut Jenderal Tito, pihaknya menghormati proses hukum di KPK. "Saya sepenuhnya serahkan mekanisme itu sudah ditangani KPK. Kita ikuti aturan hukum yang ada pada KPK. Polri akan mendukung langkah-langkah KPK. Titik," tegas Jenderal Tito di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin kemarin. *
1
Komentar