HUT Margarana, Ribuan Keluarga Pejuang Ziarah
Peringatan HUT Margarana ke-71, di Taman Pujaan Bangsa Margarana, ribuan keluarga pejuang beriarah.
TABANAN, NusaBali
Selain tabur bunga, mereka dominant bersembahyang mendoakan agar sang pejuang mendapatkan tempat yang terbaik. Tak luput juga makam pahlawan I Gusti Ngurah Rai padat dikunjungi peziarah.
Salah satu keluarga pejuang Jero Mangku Gede Toya asal dari Banjar Tegal, Desa Tegallalang, Gianyar mengaku, setiap memperingati HUT Puputan Margarana, 20 November, selalu berziarah. Dia juga bersembahyang di makam kakeknya, I Wayan Lunga. "Setiap tahun pasti saya kemari, rutin saya lakukan," ungkapnya.
Kata Toya, sembahyang ini untuk menghormati, menghargai serta mendoakan agar sang kakek mendapat tempat terbaik di alam sana. Dia membawa perlengkapan banten pejati dari Gianyar lengkap dengan dupa dan tirta. "Kami haturkan upakara dulu, setelah itu kami sembahyang bersama," imbuh Jero Mangku Toya yang Pamangku di Pura Cemeng Banjar Tegallalang.
Diakui Jero Mangku Toya, kakeknya I Wayan Lunga gugur saat perang melawan Jepang. Wayan Lunga gugur di Banjar Pemenang, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, karena ditembak di dahi. Saat itu para pejuang memang dominan gugur karena ditembak.
Hal yang sama juga dilakukan keluarga I Nyoman Saptadana dari Karangasem. Selain memperoleh undangan organisasi untuk menghadiri upacara, dia menyempatkan diri untuk berkunjung ke makam orang tuanya Lettu I Komang Alit. "Tujuannya sembahyang mendoakan yang terbaik kepada beliau dan mengenang jasa-jasanya," ujar Saptadana di sela-sela sembahyang.
Diakui Saptadana , Lettu I Komang Alit bukan orang tua kandungnya, tetapi sudah dianggap orang tua karena masih ada hubungan keluarga. Karena saat perang melawan Belanda di dekat Monumen Tanah Ampo yakni Banjar Poh, Karangasem, Lettu Komang Alit gugur pada masa remaja. "Tahun 1920 gugur saat itu ditusuk oleh Belanda," bebernya.
Maka dari itu, untuk menghormati jasanya, setiap tanggal 20 November rutin berkunjung dari Karangasem ke Taman Pujaan Bangsa Margarana. "Kalau hari-hari biasa saya tidak, rutinya setiap tahun sekali," jelasnya.
Koordinator Taman Pujaan Bangsa Margarana I Wayan Sukana menuturkan, Makam Pahlawan sudah dikunjungi keluarga sejak pukul 07.00 Wita. Ziarah berlangsung sampai sore hari. Tidak hanya dari pihak keluarga, dari kalangan remaja, anak sekolah dan orang bukan keluarga turut sembahyang pada beberapa makam. "Total makam ini 1.372 unit," jelasnya.
Kata Sukana, kunjungan ke TMP Margarana ramai akan berlangsung sampai lima hari ke depan. Karena adanya pesta rakyat yang diselenggarakan oleh Desa Adat Kelaci. Seperti mengajak para veteran makan bersama. "Persiapan untuk HUT Margarana ke 71 sudah kami lakukan sejak seminggu lalu," tandas Sukana. *d
Selain tabur bunga, mereka dominant bersembahyang mendoakan agar sang pejuang mendapatkan tempat yang terbaik. Tak luput juga makam pahlawan I Gusti Ngurah Rai padat dikunjungi peziarah.
Salah satu keluarga pejuang Jero Mangku Gede Toya asal dari Banjar Tegal, Desa Tegallalang, Gianyar mengaku, setiap memperingati HUT Puputan Margarana, 20 November, selalu berziarah. Dia juga bersembahyang di makam kakeknya, I Wayan Lunga. "Setiap tahun pasti saya kemari, rutin saya lakukan," ungkapnya.
Kata Toya, sembahyang ini untuk menghormati, menghargai serta mendoakan agar sang kakek mendapat tempat terbaik di alam sana. Dia membawa perlengkapan banten pejati dari Gianyar lengkap dengan dupa dan tirta. "Kami haturkan upakara dulu, setelah itu kami sembahyang bersama," imbuh Jero Mangku Toya yang Pamangku di Pura Cemeng Banjar Tegallalang.
Diakui Jero Mangku Toya, kakeknya I Wayan Lunga gugur saat perang melawan Jepang. Wayan Lunga gugur di Banjar Pemenang, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, karena ditembak di dahi. Saat itu para pejuang memang dominan gugur karena ditembak.
Hal yang sama juga dilakukan keluarga I Nyoman Saptadana dari Karangasem. Selain memperoleh undangan organisasi untuk menghadiri upacara, dia menyempatkan diri untuk berkunjung ke makam orang tuanya Lettu I Komang Alit. "Tujuannya sembahyang mendoakan yang terbaik kepada beliau dan mengenang jasa-jasanya," ujar Saptadana di sela-sela sembahyang.
Diakui Saptadana , Lettu I Komang Alit bukan orang tua kandungnya, tetapi sudah dianggap orang tua karena masih ada hubungan keluarga. Karena saat perang melawan Belanda di dekat Monumen Tanah Ampo yakni Banjar Poh, Karangasem, Lettu Komang Alit gugur pada masa remaja. "Tahun 1920 gugur saat itu ditusuk oleh Belanda," bebernya.
Maka dari itu, untuk menghormati jasanya, setiap tanggal 20 November rutin berkunjung dari Karangasem ke Taman Pujaan Bangsa Margarana. "Kalau hari-hari biasa saya tidak, rutinya setiap tahun sekali," jelasnya.
Koordinator Taman Pujaan Bangsa Margarana I Wayan Sukana menuturkan, Makam Pahlawan sudah dikunjungi keluarga sejak pukul 07.00 Wita. Ziarah berlangsung sampai sore hari. Tidak hanya dari pihak keluarga, dari kalangan remaja, anak sekolah dan orang bukan keluarga turut sembahyang pada beberapa makam. "Total makam ini 1.372 unit," jelasnya.
Kata Sukana, kunjungan ke TMP Margarana ramai akan berlangsung sampai lima hari ke depan. Karena adanya pesta rakyat yang diselenggarakan oleh Desa Adat Kelaci. Seperti mengajak para veteran makan bersama. "Persiapan untuk HUT Margarana ke 71 sudah kami lakukan sejak seminggu lalu," tandas Sukana. *d
1
Komentar