Gunung Agung Meletus
Versi BNPB, letusan freatik sulit diprediksi, karena bisa terjadi tiba-tiba tanpa ada tanda peningkatan kegempaan
Warga Karangasem Diminta Tidak Panik
AMLAPURA, NusaBali
Sebulan pasca statusnya turun dari awas (level tertinggi IV) ke siaga (level III), Gunung Agung justru meletus, Selasa (21/11) sore pukul 17.05 Wita. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM menyatakan Gunung Agung menyemburkan abu warna kelabu pekat dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas puncak, mengarah ke timur.
"Gunung Agung telah memulai erupsi. Material yang keluar dari kawah, bukan asap, bukan awan, tapi abu," tegas Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Kementerian ESDM, I Gede Suantika, saat dihubungi NusaBali di Pos Pengamatan Gunung Api Agung kawasan Banjar Rendang Dangin Pasar, Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Selasa petang.
Menurut Gede Suantika, erupsi Gunung Agung terjadi mulai pukul 17.05 Wita, di mana asap tebal bertekanan sedang berwarna keabu-abuan dengan ketinggian sekitar 700 meter dari puncak tertiup angin ke arah timur dan tenggara. Hingga tadi malam, erupsi terus berlangsung. Tingkat bahaya yang diakibatkannya, kata Suantika, tergantung arah dan kecepatan angin. Masyarakat diimbau bersiap-siap menggunakan masker untuk melindungi bagian organ mulut, hidung, dan mata sebagai upaya antisipasi abu vulkanik.
Letusan Gunung Agung kali ini disebutkan bertipe freatik atau terjadi karena adanya uap air bertekanan tinggi. "Uap air itu terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah, kemudian kontak langsung dengan magma," ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dikutip Antara secara terpisah tadi malam.
Menurut Sutopo, letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah. Letusan freatik sulit diprediksi, karena bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda peningkatan kegempaan. Beberapa kali terjadi di Indonesia di mana gunung api meletus freatik saat status waspada (level II), seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, dan Gunung Merapi.
Menurut Sutopo, tinggi letusan freaktik bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter, tergantung dari kekuatan uap airnya. "Jadi, letusan freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunung tersebut di atas normal. Biasanya, dampak letusan adalah hujan abu, pasir, atau kerikil di sekitar gunung," katanya.
Letusan freatik, kata Sutopo, bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunung api, seperti terjadi Gunung Sinabung, Sumatra Utara. Sekadar catatan, letusan freatik Gunung Sinabung terjadi mulai tahun 2010 hingg awal 2013 dan itu menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Menurut Sutopo, letusan magmatik adalah letusan lebih berbahaya yang disebabkan oleh magma dalam gunung api. "Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur, dan bisa dipelajari ketika akan meletus."
Gunung Agung sendiri awalnya naik status dari level I (normal) menjadi waspada (level II), 14 September 2017 lalu. Empat hari kemudian, status Gunung Agung dinaikkan ke siaga (level III), 18 September 2017. Terakhir, status Gunung Agung naik ke level tertinggi IV (awas) pada 22 September 2017, hingga lebih dari 185.000 penduduk asal 28 desa KRB harus mengungsi.
Namun, setelah sebulan berstatus awas, Gunung Agung diturunkan statusnya ke siaga (level III), 22 Oktober 2017. Pasalnya, aktivitas vulkanik termasuk indikator kegempaan di Gunung Agung menurun drastis. Para pengungsi pun kembali ke desanya masing-maisng, kecuali yang tinggal di radius 6-7,5 km dari kawah puncak Gunung Agung. Kini, berselang sebulan setelah berstatus siaga, Gunung Agung justru erupsi, 21 November 2017 sore.
Erupsi Gunung Agung tiba-tiba ini membuat sebagian warga Karangasem kembali waswas. Dalam kondisi cemas, mereka mengamati kepulan asap tebal keabu-abuan yang menutupi sebagian puncak Gunung Agung, kemarin sore. Pihak PVMBG mengimbau masyarakat untuk tidak panik terkait erupsi Gunung Agung.
"Masyarakat di sekitar Gunung Agung, baik pendaki, pengunjung atau wisatawan, diharap tetap tenang, namun menjaga kewaspadaan dan mengikuti imbauan pemerintah daerah serta instansi berwenang," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
Devy mengimbau seluruh masyarakat serta pemerintah daerah, BNPB, BPBD Provinsi Bali, BPBD Karangasem, dan instansi terkait lainnya dapat memantau perkembangan tingkat aktivitas Gunung Agung melalui aplikasi Magma Indonesia yang dapat diakses melalui laman magma.vsi.esdm.go.id. PVMBG telah memetakan Zona Perkiraan Bahaya yakni dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak, ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 7,5 kilometer.
Meski Gunung Agung sudah erupsi, hingga tadi malam belum terjadi gelombang pengungsi besar-besaran, termasuk 6 desa di Karangasem yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dalam jarak 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung. Enam desa KRB III dimaksud masing-masing Desa Ban (Kecamatan Kubu), Desa Dukuh (Kecamatan Kubu), Desa Besakih (Kecamatan Rendang), Desa Bhuana Giri (Kecamatan Bebandem), Desa Jungutan (Kecamatan Bebandem), dan Desa Sebudi (Kecamatan Selat).
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBBD) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri terkait erupsi Gunung Agung. "Kita informasikan kepada Bupati Karangasem, BPBBD Karangasem, dan Jaga Baya Karangasem untuk siaga. Teruslah ikuti perkembangan aktivitas Gunung Agung," ujar Dewa Indra saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Denpasar, tadi malam.
Terkait evakuasi korban erupsi Gunung Agung, kata Dewa Indra, pihaknya sewaktu-waktu siap memfasilitasi. “Kami sudah siap dengan Satgas di Tanah Ampo (Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem)," ujar Dewa Indra. “Masyarakat di Karangasem juga sudah siaga dan bisa evakuasi secara mandiri. Kan tidak mungkin pemerintah mengangkut seluruh warga untuk mengungsi," katanya.
Sedangkan Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra, mengimbau warga supaya tidak panik dan tetap ikuti instruksi pemerintah serta pihak berwenang. "Ikuti instruksi pemerintah dan pihak berwenang," ujar Dewa Mahendra yang ditunjuk sebagai Jubir Gunung Agung oleh Gubernur Made Mangku Pastika---yang masih berada di China. *k16,nat
AMLAPURA, NusaBali
Sebulan pasca statusnya turun dari awas (level tertinggi IV) ke siaga (level III), Gunung Agung justru meletus, Selasa (21/11) sore pukul 17.05 Wita. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM menyatakan Gunung Agung menyemburkan abu warna kelabu pekat dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas puncak, mengarah ke timur.
"Gunung Agung telah memulai erupsi. Material yang keluar dari kawah, bukan asap, bukan awan, tapi abu," tegas Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Kementerian ESDM, I Gede Suantika, saat dihubungi NusaBali di Pos Pengamatan Gunung Api Agung kawasan Banjar Rendang Dangin Pasar, Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Selasa petang.
Menurut Gede Suantika, erupsi Gunung Agung terjadi mulai pukul 17.05 Wita, di mana asap tebal bertekanan sedang berwarna keabu-abuan dengan ketinggian sekitar 700 meter dari puncak tertiup angin ke arah timur dan tenggara. Hingga tadi malam, erupsi terus berlangsung. Tingkat bahaya yang diakibatkannya, kata Suantika, tergantung arah dan kecepatan angin. Masyarakat diimbau bersiap-siap menggunakan masker untuk melindungi bagian organ mulut, hidung, dan mata sebagai upaya antisipasi abu vulkanik.
Letusan Gunung Agung kali ini disebutkan bertipe freatik atau terjadi karena adanya uap air bertekanan tinggi. "Uap air itu terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah, kemudian kontak langsung dengan magma," ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dikutip Antara secara terpisah tadi malam.
Menurut Sutopo, letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah. Letusan freatik sulit diprediksi, karena bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda peningkatan kegempaan. Beberapa kali terjadi di Indonesia di mana gunung api meletus freatik saat status waspada (level II), seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, dan Gunung Merapi.
Menurut Sutopo, tinggi letusan freaktik bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter, tergantung dari kekuatan uap airnya. "Jadi, letusan freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunung tersebut di atas normal. Biasanya, dampak letusan adalah hujan abu, pasir, atau kerikil di sekitar gunung," katanya.
Letusan freatik, kata Sutopo, bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunung api, seperti terjadi Gunung Sinabung, Sumatra Utara. Sekadar catatan, letusan freatik Gunung Sinabung terjadi mulai tahun 2010 hingg awal 2013 dan itu menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Menurut Sutopo, letusan magmatik adalah letusan lebih berbahaya yang disebabkan oleh magma dalam gunung api. "Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur, dan bisa dipelajari ketika akan meletus."
Gunung Agung sendiri awalnya naik status dari level I (normal) menjadi waspada (level II), 14 September 2017 lalu. Empat hari kemudian, status Gunung Agung dinaikkan ke siaga (level III), 18 September 2017. Terakhir, status Gunung Agung naik ke level tertinggi IV (awas) pada 22 September 2017, hingga lebih dari 185.000 penduduk asal 28 desa KRB harus mengungsi.
Namun, setelah sebulan berstatus awas, Gunung Agung diturunkan statusnya ke siaga (level III), 22 Oktober 2017. Pasalnya, aktivitas vulkanik termasuk indikator kegempaan di Gunung Agung menurun drastis. Para pengungsi pun kembali ke desanya masing-maisng, kecuali yang tinggal di radius 6-7,5 km dari kawah puncak Gunung Agung. Kini, berselang sebulan setelah berstatus siaga, Gunung Agung justru erupsi, 21 November 2017 sore.
Erupsi Gunung Agung tiba-tiba ini membuat sebagian warga Karangasem kembali waswas. Dalam kondisi cemas, mereka mengamati kepulan asap tebal keabu-abuan yang menutupi sebagian puncak Gunung Agung, kemarin sore. Pihak PVMBG mengimbau masyarakat untuk tidak panik terkait erupsi Gunung Agung.
"Masyarakat di sekitar Gunung Agung, baik pendaki, pengunjung atau wisatawan, diharap tetap tenang, namun menjaga kewaspadaan dan mengikuti imbauan pemerintah daerah serta instansi berwenang," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
Devy mengimbau seluruh masyarakat serta pemerintah daerah, BNPB, BPBD Provinsi Bali, BPBD Karangasem, dan instansi terkait lainnya dapat memantau perkembangan tingkat aktivitas Gunung Agung melalui aplikasi Magma Indonesia yang dapat diakses melalui laman magma.vsi.esdm.go.id. PVMBG telah memetakan Zona Perkiraan Bahaya yakni dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak, ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 7,5 kilometer.
Meski Gunung Agung sudah erupsi, hingga tadi malam belum terjadi gelombang pengungsi besar-besaran, termasuk 6 desa di Karangasem yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dalam jarak 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung. Enam desa KRB III dimaksud masing-masing Desa Ban (Kecamatan Kubu), Desa Dukuh (Kecamatan Kubu), Desa Besakih (Kecamatan Rendang), Desa Bhuana Giri (Kecamatan Bebandem), Desa Jungutan (Kecamatan Bebandem), dan Desa Sebudi (Kecamatan Selat).
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBBD) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri terkait erupsi Gunung Agung. "Kita informasikan kepada Bupati Karangasem, BPBBD Karangasem, dan Jaga Baya Karangasem untuk siaga. Teruslah ikuti perkembangan aktivitas Gunung Agung," ujar Dewa Indra saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Denpasar, tadi malam.
Terkait evakuasi korban erupsi Gunung Agung, kata Dewa Indra, pihaknya sewaktu-waktu siap memfasilitasi. “Kami sudah siap dengan Satgas di Tanah Ampo (Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem)," ujar Dewa Indra. “Masyarakat di Karangasem juga sudah siaga dan bisa evakuasi secara mandiri. Kan tidak mungkin pemerintah mengangkut seluruh warga untuk mengungsi," katanya.
Sedangkan Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra, mengimbau warga supaya tidak panik dan tetap ikuti instruksi pemerintah serta pihak berwenang. "Ikuti instruksi pemerintah dan pihak berwenang," ujar Dewa Mahendra yang ditunjuk sebagai Jubir Gunung Agung oleh Gubernur Made Mangku Pastika---yang masih berada di China. *k16,nat
Komentar