Pasar Terbuka, Produksi Beras Organik Menyusut
Pasar beras organik di Bali potensial dan terbuka luas. Namun potensi itu belum digarap maksimal.
DENPASAR, Nusa Bali
Malah produksi beras organik terancam menyusut, karena petani pertanian organik terganjal sejumlah persoalan. Diantaranya rangkaian produksi panjang, sehingga ada yang beralih ke pertanian konvensional.
Hal tersebut terungkap di sela-sela pelaksanaan kerjasama pengolahan dan pemasaran beras khusus (organik) antara Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TBHBUN) Provinsi Bali dengan PT Kios Jawa Tengah, di Denpasar, Selasa (21/11).
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TBHBUN) Ida Bagus Wisnu Ardana, karena itulah diupayakan solusi. Salah satunya lewat kerjasama dengan PT Kios untuk pengolahan dan pemasaran beras organik (beras khusus).
Karena menurut IB Wisnu Ardana, salah satu yang dikeluhkan harga beras organik belum sama dengan beras non organik. “Inilah salah satu solusinya,” ujar IB Wisnu, merujuk kerjasama dengan PT Kios, baik soal pengolahan dengan menyediakan mesin giling dan pemasarann.
Menurut IB Wisnu Ardana, pemerintah tetap mengembangkan pertanian organik, khususnya padi dan beras. Pemerintah juga siap memfasilitasi dan membantu sertifikasi produk beras organik tersebut. Ia berharap pada 2018 ada lebih dari 20 gapoktan organik di Bali.
Beberapa petani dari kelompok tani yang hadir dalam kerjasama pengembangan pengolahan dan pemasaran beras organik, mengakui di beberapa tempat penekun padi organik berkurang.
“Karena memang prosesnya lama,” ujar I Wayan Budiasa, salah petani. Budiasa pun berharap lewat kerjasama yang difasilitasi Dinas TPHBUN, petani pertanian organic lebih bergairah. Sebab kebutuhan beras organik banyak, tetapi produksi kurang.
Hal senada disampaikan I Nengah Suarsana petani organik dari Tabanan. “Pasaran kita sangat terbuka sekarang,” ungkapnya. Karena itulah dia berharap pemerintah membantu, termasuk dalam pengurusan sertifikasi beras organik.
Sementara One Krisnanto, dari PT Kios Jawa Tengah menilai rangkaian distribusi beras yang panjang menjadikan petani merugi. Rangkian itulah yang disederhanakan, sehingga margin keuntungan petani lebih tinggi. Misalnya dari awalnya lima rangkaian, mulai dari petani, penebas, tengkulak, penggilingan, toko besar dan pengecer. Namun lanjutnya, cukup dari petani, kios besar dan konsumen. *k17
Hal tersebut terungkap di sela-sela pelaksanaan kerjasama pengolahan dan pemasaran beras khusus (organik) antara Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TBHBUN) Provinsi Bali dengan PT Kios Jawa Tengah, di Denpasar, Selasa (21/11).
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TBHBUN) Ida Bagus Wisnu Ardana, karena itulah diupayakan solusi. Salah satunya lewat kerjasama dengan PT Kios untuk pengolahan dan pemasaran beras organik (beras khusus).
Karena menurut IB Wisnu Ardana, salah satu yang dikeluhkan harga beras organik belum sama dengan beras non organik. “Inilah salah satu solusinya,” ujar IB Wisnu, merujuk kerjasama dengan PT Kios, baik soal pengolahan dengan menyediakan mesin giling dan pemasarann.
Menurut IB Wisnu Ardana, pemerintah tetap mengembangkan pertanian organik, khususnya padi dan beras. Pemerintah juga siap memfasilitasi dan membantu sertifikasi produk beras organik tersebut. Ia berharap pada 2018 ada lebih dari 20 gapoktan organik di Bali.
Beberapa petani dari kelompok tani yang hadir dalam kerjasama pengembangan pengolahan dan pemasaran beras organik, mengakui di beberapa tempat penekun padi organik berkurang.
“Karena memang prosesnya lama,” ujar I Wayan Budiasa, salah petani. Budiasa pun berharap lewat kerjasama yang difasilitasi Dinas TPHBUN, petani pertanian organic lebih bergairah. Sebab kebutuhan beras organik banyak, tetapi produksi kurang.
Hal senada disampaikan I Nengah Suarsana petani organik dari Tabanan. “Pasaran kita sangat terbuka sekarang,” ungkapnya. Karena itulah dia berharap pemerintah membantu, termasuk dalam pengurusan sertifikasi beras organik.
Sementara One Krisnanto, dari PT Kios Jawa Tengah menilai rangkaian distribusi beras yang panjang menjadikan petani merugi. Rangkian itulah yang disederhanakan, sehingga margin keuntungan petani lebih tinggi. Misalnya dari awalnya lima rangkaian, mulai dari petani, penebas, tengkulak, penggilingan, toko besar dan pengecer. Namun lanjutnya, cukup dari petani, kios besar dan konsumen. *k17
Komentar