Fokus Tuntaskan Masalah, Bertekad Bangkit Kembali
Gede Hardy tidak ingin menyembunyikan apa yang dialaminya. Dia berharap bisa menjadi pelajaran bagi pebisnis lainnya.
I Gede Agus Hardiawan Pemilik Hardys Setelah Dinyatakan Pailit
DENPASAR, NusaBali
Ir I Gede Agus Hardiawan pemilik Hardys Retailindo dan Group Hardys yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya, 9 November 2017 blakan-blakan soal faktor yang menjadi penyebab usaha bisnisnya ambruk.
Penyebabnya, karena gagal membayar utang-utang yang telah jatuh tempo kepada para kreditur, akibat kinerja perusahannya menurun dratis. Buntutnya, Hardys pun tak bisa diselamatkan. Pengakuan tersebut disampaikan pria yang akrab disapa Gede Hardy itu, di tempat tinggalnya, Perumahan By Pass Garden, Jalan Danau Tempe Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Rabu (22/11) petang.
Kepada puluhan awak media, Gede Hardy memaparkan panjang lebar naik turun usaha bisnisnya. Dia mengaku pernah nyaris kolaps pada tahun 2004, terus bisa bangkit lagi, dan terpuruk lagi tahun 2008, namun berhasil pulih kembali, sebelum akhirnya dinyatakan pailit pada 9 November 2017 lalu.
Menurut Gede Hardy, ada dua faktor yang menurutnya menjadi pemicu kinerja grup usahanya merosot. Yakni, faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya ekonomi global, nasional dan lokal yang mengalami falldown, sangat lesu ditandai dengan daya beli masyrakat yang menurun drastis. Akibatnya industri retail Indonesia turun 20 persen. Hal itu ditandai banyak toko atau gerai-gerai retail tutup operasi.
Terus persaingan ‘mart-mart’ yang menjamur hingga ke desa, bahkan disinyalir banyak yang bodong. Disusul pertumbuhan bisnis retail online, yang perpajakan belum diatur, yang juga diyakini berimbas pada bisnis retail offline. Sementara pihaknya tidak mengantipasi dampak dari bisnis retail online tersebut. Faktor eksternal lain menurutnya pemberlakuan pajak yang dirasakan ketat oleh pemerintah pada saat kondisi ekonomi lesu.
Selanjutnya dari faktor internal, menurut Gede Hardy, pihaknya terlalu ekspansif, dengan maksud mengejar mimi planing IPO Hardys Retail 2020. Dia juga menunjuk 12 titik lokasi milik Hardys yang luasnya 5 hektare sampai 14 haktare per lokasi, yang kini mangkrak. Sedianya lahan tersebut akan dikembangkan dengan konsep property mix used, antara credential property, residential property, hotel property. “Ini menyebabkan saya tidak fokus,” ujar pria lulusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Sementara bisnis property kemudian merosot. Padahal dia mengaku pernah diwarning agar hati-hati dengan bisnis property. Namun warning yang dia sebut dari I Gede Darmawan (mantan pemilik Kresna Karya Group) yang dia beli tanahnya di Batubulan-Sukawati, diabaikannya.
Dan paling berpengaruh, kata Gede Hardy adalah sumber pembiayaan grup Hardys yang 70 persen bersumber dari dana bank. “Ini sangat berbahaya. Sedikit saja salah dalam tata kelola keuangan pasti akan meledak jadi gagal bayar,” kata pria kelahiran Desa Penyaringan, Mendoyo, Jembrana, 27 Mei 1972 ini.
Sebelum resmi dinyatakan pailit, Gede Hardy mengaku telah berupaya menyelamatkan usaha bisnisnya, dengan road show mendatangi bank-bank kreditur meminta pengampunan kreditor. Total ada 18 bank. “Namun hal itu tidak menjadi kenyataan. Dalam sidang Pengadilan Niaga Surabaya, 9 November pihaknya dinyatakan pailit berdasarkan voting dari para kreditur. “Saya menerima ini sebagai karma dengan ikhlas,” ujarnya didampingi Ni Ketut Rukmini, istrinya. Karena itu, dia mengaku tidak malu dan tidak ingin menyembunyikan apa yang dialami. Dia berharap apa yang dia paparkan bisa menjadi pelajaran bagi pebisnis lainnya.
Bapak tiga anak ini pun berharap bisa pulih kembali setelah menuntaskan nanti kewajibannya terkait kepailitannya. “Astungkara semoga bisa recovery,” ucapnya. Dalam penjelasan kemarin, Gede Hardyawan ditemani pengurus DPD Asprindo yakni Ketua Asprindo IGK Sumardayasa didampingi Sekretarisnya Abdi Negara. Keduanya menyatakan prihatin apa yang dialami anggotanya dan mensupport agar bisa bangkit kembali. *k17
1
Komentar