Rhenald Kasali Beber Penyebab Ritel Modern Berguguran
Industri ritel modern tanah air tengah menghadapi tantangan dalam hal penjualan, pergeseran pola belanja masyarakat berdampak pada penurunan penjualan gerai ritel modern.
JAKARTA, NusaBali
Pakar Manajemen dan juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat ritel modern berguguran utamanya di kota-kota besar seperti Jakarta.
Rhenald mengatakan, faktor pertama yang menyebabkan ritel modern berguguran adalah ketatnya persaingan ritel modern di kota besar. "Ekonomi kita naik terus, digenjot terlalu cepat sehingga daya dukungnya makin terbatas karena ritel sudah terlalu crowded," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (22/11).
Menurutnya, persaingan sudah sangat gencar, kemudian muncul online, walaupun transaksi e-commerce di Indonesia masih sebesar 1 persen dari total transaksi jual beli sektor ritel keseluruhan di Indonesia. "Nation-wide retail online hanya 1 persen dari total ritel, tapi ini kan fenomena megacity Jakarta. Di megacity ini diduga retail online sudah diatas 20 persen," tambahnya.
Rhenald menjelaskan, faktor selanjutnya adalah adanya perubahan daya dukung komunitas yang berubah, seperti kawasan pemukiman di beberapa wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah beralih fungsi menjadi pusat bisnis dan tidak lagi menjadi wilayah pemukiman.
"Dulu ritel-ritel itu hidup di sekitar pemukiman. Ritel menghitung ada berapa banyak yang tinggal dekat outlet yang akan dibuka itu dalam radius lima kilometer," kata Rhenald.
Dia mencontohkan, seperti di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan, ada Cilandak Town Square disekelilingnya terdapat area pemukiman, mulai dari Ciputat, Pondok Indah, Fatmawati, Lebak Bulus, hingga Pasar Minggu.
"Tapi tiba-tiba areal itu peruntukannya berubah. Fatmawati menjadi kawasan dagang, jalan layang dibangun, macet. Maka penduduk pindah. Karena fasilitas daya dukung berubah, harga tanah makin mahal, muncul kawasan jasa, ruko dan apartemen," jelasnya.
Dengan dampak tersebut, kawasan pemukiman menjadi berubah dan masyarakat pun berpindah. "Warga biasa pun move out. Maka dampaknya terasa bagi outlet-outlet yang daya dukungan lingkungannya berubah. Customer based berubah ke daerah-daerah di luar ring 1," jelasnya.
Menurutnya, saat ini masih terdapat wilayah yang potensial menjadi lahan empuk bagi ritel untuk menjaring konsumen. "Potentially, ritel yang masih bagus ada diantara ring 1 (Jakarta Outer Ring Road 1) dan ring 2 (Jakarta Outer Ring Road 2 yang sedang disambung). Disitulah mukim new middle class yang masih doyan belanja," pungkasnya.
Tercatat, hingga saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha ritel yang menutup gerai usahanya akibat dari sisi pendapatan tak sesuai target perusahaan, diantaranya 7-Eleven, PT Matahari Department Store. Kemudian, Lotus Department Store dan Debenhams yang telah ditutup oleh PT Mitra Adi Perkasa Tbk pada akhir bulan Oktober lalu dan akhir tahun 2017. *
Pakar Manajemen dan juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat ritel modern berguguran utamanya di kota-kota besar seperti Jakarta.
Rhenald mengatakan, faktor pertama yang menyebabkan ritel modern berguguran adalah ketatnya persaingan ritel modern di kota besar. "Ekonomi kita naik terus, digenjot terlalu cepat sehingga daya dukungnya makin terbatas karena ritel sudah terlalu crowded," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (22/11).
Menurutnya, persaingan sudah sangat gencar, kemudian muncul online, walaupun transaksi e-commerce di Indonesia masih sebesar 1 persen dari total transaksi jual beli sektor ritel keseluruhan di Indonesia. "Nation-wide retail online hanya 1 persen dari total ritel, tapi ini kan fenomena megacity Jakarta. Di megacity ini diduga retail online sudah diatas 20 persen," tambahnya.
Rhenald menjelaskan, faktor selanjutnya adalah adanya perubahan daya dukung komunitas yang berubah, seperti kawasan pemukiman di beberapa wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah beralih fungsi menjadi pusat bisnis dan tidak lagi menjadi wilayah pemukiman.
"Dulu ritel-ritel itu hidup di sekitar pemukiman. Ritel menghitung ada berapa banyak yang tinggal dekat outlet yang akan dibuka itu dalam radius lima kilometer," kata Rhenald.
Dia mencontohkan, seperti di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan, ada Cilandak Town Square disekelilingnya terdapat area pemukiman, mulai dari Ciputat, Pondok Indah, Fatmawati, Lebak Bulus, hingga Pasar Minggu.
"Tapi tiba-tiba areal itu peruntukannya berubah. Fatmawati menjadi kawasan dagang, jalan layang dibangun, macet. Maka penduduk pindah. Karena fasilitas daya dukung berubah, harga tanah makin mahal, muncul kawasan jasa, ruko dan apartemen," jelasnya.
Dengan dampak tersebut, kawasan pemukiman menjadi berubah dan masyarakat pun berpindah. "Warga biasa pun move out. Maka dampaknya terasa bagi outlet-outlet yang daya dukungan lingkungannya berubah. Customer based berubah ke daerah-daerah di luar ring 1," jelasnya.
Menurutnya, saat ini masih terdapat wilayah yang potensial menjadi lahan empuk bagi ritel untuk menjaring konsumen. "Potentially, ritel yang masih bagus ada diantara ring 1 (Jakarta Outer Ring Road 1) dan ring 2 (Jakarta Outer Ring Road 2 yang sedang disambung). Disitulah mukim new middle class yang masih doyan belanja," pungkasnya.
Tercatat, hingga saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha ritel yang menutup gerai usahanya akibat dari sisi pendapatan tak sesuai target perusahaan, diantaranya 7-Eleven, PT Matahari Department Store. Kemudian, Lotus Department Store dan Debenhams yang telah ditutup oleh PT Mitra Adi Perkasa Tbk pada akhir bulan Oktober lalu dan akhir tahun 2017. *
Komentar