PHRI Minta Perlindungan Pemerintah
Tingginya kunjungan wisman ke Bali tidak menjamin berbanding lurus dengan peningkatan PHR, karena ada PHR yang tidak terdeteksi dari ‘hotel online’.
Shock Dirangsek ‘Hotel Online’
DENPASAR, NusaBali
Seperti induknya PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Pusat, PHRI Bali pun mengaku terimbas dengan kehadiran bisnis hotel berbasis aplikasi seperti ‘Airbnb’. PHRI mengaku shock dan kecolongan. Namun PHRI Bali juga menyatakan tidak bisa menyalahkan kondisi tersebut. Alasannya karena era digital zaman now sekarang ini, bisnis online menjadi salah satu fenomena yang tidak bisa bisa dihindari. Karenanya harus dihadapi dengan mempersiapkan perangkat aturannya.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Arta Ardana Sukawati mengatakan Jumat (24/11). “Bagaimana, memang tidak mungkin dihindari (bisnis online),” ujar mantan Bupati Gianyar asal Puri Agung Ubud, Gianyar.
Yang jadi persoalan kata Cok Ace, memang aspek keadilannya. Terutama keadilan dalam kewajiban pajak. Selama ini pengusaha atau pemilik hotel- hotel terdaftar jelas kena kewajiban pajak atas wisatawan yang menginap di hotel mereka. Di pihak lain, wisatawan yang menyewa akomodasi lewat aplikasi memanfaatkan agen freelance (aplikasi) luput dari pajak.
“Atau orang asing yang memiliki vila di sini (Bali) kemudian menyewakan kepada wisman luput dari pajak. Itu salah satu contoh kecil. Karena praktik tersebut sesungguhnya banyak di Bali,” papar Cok Ace.
Karena itulah menurut Cok Ace, tingginya kunjungan wisman Bali tidak menjamin berbanding lurus atau signifikan dengan peningkatan PHR (Pajak Hotel dan Restoran) yang masuk. “Karena ada PHR yang tidak terdeteksi (dari hotel online),” jelasnya.
Tengara itu bisa dijelaskan, dengan fenomena di lapangan. Kunjungan wisman meningkat, namun daya beli masyarakat malah menurun. "Itu kan terjadi," ucapnya.
Untuk itu, tidak ada cara lain kecuali menghadapinya. Pemerintah harus mempersiapkan software-nya, sehingga hotel online agen seperti Airbnb, bisa terdeteksi. Sedang di lapangan, untuk saat ini kata Cok Ace bisa menggunakan perangkat yang sudah ada. Seperti Perda soal zonasi kawasan (akomodasi atau hotel), dimana boleh dan dimana dilarang. “Mau tidak mau pengawasan di lapangan harus kuat,” tegasnya.
Hal itu dilakukan sambil menunggu sistem perangkat yang mengakomodasi perkembangan bisnis pariwisata online dan offline. PHRI Bali, kata Cok Ace, akan memikirkan dan berupaya membantu merumuskan hal itu disampaikan nanti kepada Pemerintah. “Bisnis online tersebut memang fenomena demikian adanya, tidak bisa dihindari,” jelasnya. *k17
Komentar