Kadin Badung Harapkan Investor Asing Gandeng Investor Lokal
Para investor yang menanamkan modalnya di wilayah Kabupaten Badung banyak menyasar sektor akomodasi yakni hotel, restoran, sektor hiburan, dan transportasi pariwisata.
MANGUPURA, NusaBali
Agar masyarakat lokal tak jadi penonton di tengah perkembangan sektor pariwisata, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Badung berharap investor asing bisa menggandeng investor lokal. Hal itu ditegaskan Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Badung IGN Rai Suryawijaya, Jumat (24/11), di Puspem Badung saat memberikan keterangan pers bersama jajaran pengurus Kadin Badung periode 2017-2022, terkait persiapan Pelantikan dan Rapimkab Kadin Badung pada 28 November 2017. Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan seminar dengan tema Outlook Economic 2018.
Tak hanya berharap investor asing melibatkan masyarakat lokal, Kadin Badung juga berharap pemerintah dapat mengatur komposisi investasi antara investor asing dengan investor lokal. “Namun tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan aturan,” kata Suryawijaya.
Dengan kewajiban menggandeng investor lokal, katanya, pendapatan pariwisata Badung tidak semua keluar. Sebagian tentu saja akan tetap tinggal di Badung.
Suryawijaya menampik anggapan sektor pariwisata tak dinikmati oleh masyarakat lokal. Menurutnya, saat ini sebagian besar masyarakat Bali bekerja di sektor pariwisata. Satu karyawan pariwisata mampu menafkahi keluarga dengan satu istri dan dua anak. Selain itu, pemerintah juga memperoleh pajak dalam hal ini pajak hotel dan restoran (PHR). Pajak ini dikembalikan dalam bentuk pembangunan oleh pemerintah yang muaranya dinikmati oleh masyarakat.
Ketua Kadin Badung I Made Sujana juga menyerukan hal serupa. Menurutnya, apabila investor asing menggandeng investor lokal pada akhirnya tak semua devisa terbang kembali ke negara investor. “Komposisi saham antara investor asing dan lokal perlu diatur,” tegasnya.
Pertimbangan lainnya, sebut Sujana, saat ini ada aturan luas lahan untuk pembangunan akomodasi. Misalnya untuk Kuta Selatan minimal 100 are, Kuta 75 are, dan Kuta Utara 50 are. “Jika tak bergandengan dengan investor luar, sulit bagi pengusaha lokal membangun hotel di daerah wisata ini,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Badung Made Agus Aryawan, beberapa waktu lalu menegaskan bawah saat ini investor masih banyak menyasar sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran. “Untuk tren investasi Badung memang masih didominasi sektor pariwisata, property, dan sedikit jasa,” ujarnya.
Menurut dia investasi di sektor pariwisata dan properti ini kemungkinan akan terus mendominasi dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, yang paling mudah hidup dan berkembang di Badung adalah bidang kepariwisataan, mulai dari hotel, vila, dan restoran. “Investasi di sektor pariwisata masih menjadi gulanya Badung,” tegas Aryawan.
Saat ditanya apa faktor pendukung untuk menarik investor ke Badung, Aryawan menegaskan, infrastruktur baik jalan maupun jembatan menjadi faktor utama. Jika telah ada akses, investor tentu saja mempertimbangkan suatu daerah menjadi objek investasinya. Di luar infrastruktur, pendukung lainnya seperti penyediaan air bersih, dukungan penerangan dalam hal ini ketersedian listrik. *asa
Tak hanya berharap investor asing melibatkan masyarakat lokal, Kadin Badung juga berharap pemerintah dapat mengatur komposisi investasi antara investor asing dengan investor lokal. “Namun tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan aturan,” kata Suryawijaya.
Dengan kewajiban menggandeng investor lokal, katanya, pendapatan pariwisata Badung tidak semua keluar. Sebagian tentu saja akan tetap tinggal di Badung.
Suryawijaya menampik anggapan sektor pariwisata tak dinikmati oleh masyarakat lokal. Menurutnya, saat ini sebagian besar masyarakat Bali bekerja di sektor pariwisata. Satu karyawan pariwisata mampu menafkahi keluarga dengan satu istri dan dua anak. Selain itu, pemerintah juga memperoleh pajak dalam hal ini pajak hotel dan restoran (PHR). Pajak ini dikembalikan dalam bentuk pembangunan oleh pemerintah yang muaranya dinikmati oleh masyarakat.
Ketua Kadin Badung I Made Sujana juga menyerukan hal serupa. Menurutnya, apabila investor asing menggandeng investor lokal pada akhirnya tak semua devisa terbang kembali ke negara investor. “Komposisi saham antara investor asing dan lokal perlu diatur,” tegasnya.
Pertimbangan lainnya, sebut Sujana, saat ini ada aturan luas lahan untuk pembangunan akomodasi. Misalnya untuk Kuta Selatan minimal 100 are, Kuta 75 are, dan Kuta Utara 50 are. “Jika tak bergandengan dengan investor luar, sulit bagi pengusaha lokal membangun hotel di daerah wisata ini,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Badung Made Agus Aryawan, beberapa waktu lalu menegaskan bawah saat ini investor masih banyak menyasar sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran. “Untuk tren investasi Badung memang masih didominasi sektor pariwisata, property, dan sedikit jasa,” ujarnya.
Menurut dia investasi di sektor pariwisata dan properti ini kemungkinan akan terus mendominasi dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, yang paling mudah hidup dan berkembang di Badung adalah bidang kepariwisataan, mulai dari hotel, vila, dan restoran. “Investasi di sektor pariwisata masih menjadi gulanya Badung,” tegas Aryawan.
Saat ditanya apa faktor pendukung untuk menarik investor ke Badung, Aryawan menegaskan, infrastruktur baik jalan maupun jembatan menjadi faktor utama. Jika telah ada akses, investor tentu saja mempertimbangkan suatu daerah menjadi objek investasinya. Di luar infrastruktur, pendukung lainnya seperti penyediaan air bersih, dukungan penerangan dalam hal ini ketersedian listrik. *asa
1
Komentar