Komisi IV Desak Polda Tindak Joged Jaruh
Langgar UU Pornografi Ancaman 10 Tahun Penjara
DENPASAR, NusaBali
Komisi IV DPRD Bali membidangi seni dan budaya mendesak Polda Bali menindak joged jaruh (porno) di Kabupaten Buleleng yang disebut untuk kegiatan amal, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal tersebut untuk memberikan shock therapy bagi mereka yang menyajikan pertunjukan joged jaruh.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta saat hearing dengan pihak terkait di Gedung DPRD Bali, Senin (27/11) menyebut joged jaruh ini bisa terjadi lagi kalau tidak ditindak tegas.
Dalam hearing kemarin, hadir Kadisbud Bali Dewa Putu Beratha, Kasubdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nyoman Reza, Kasubdit IV Krimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Saptarini, jajaran Listibya seperti Prof Dr Wayan Dibia, Prof Dr Made Bandem, perwakilan PHDI Mayor Sudarsana, Paiketan Krama Bali, KPAI, KPI, Yayasan Bali Sruti, Puskor, Kominfo serta pakar-pakar seni.
Menurut Nyoman Parta, sebenarnya pertunjukan seni joged sudah diatur dengan adanya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 6393 Tahun 2016 tentang Tradisi Joged Bumbung tertanggal 9 November 2016. Namun Surat Edaran tersebut rupanya tidak membuat pelaku takut. Joged yang menunjukkan aksi pornoaksi itu dianggap hal biasa. Padahal itu melanggar hukum. "Mereka menganggap ini hal biasa, dan harus ada shock therapy, kami mendesak pihak kepolisian menindak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kami akan segera audiensi dengan Kapolda Bali supaya hal begini benar-benar ditindak," ujar politisi PDI Perjuangan asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini.
Parta mengatakan dari video yang disimak di media sosial dan beredar luas itu, unsur pelanggaran hukum sudah memenuhi. "Kami berharap jajaran kepolisian dari tingkatan terbawah sampai level tertinggi menindak joged porno di Bali," pinta Parta.
Menurut Parta tarian joged memang dibutuhkan dalam banyak acara dan tidak membutuhkan perangkat gamelan banyak dan lengkap. Dimanapun dan dengan peralatan seadanya bisa. "Tetapi joged jaruh yang dipertunjukkan dan diunggah di media sosial itu sudah terjadi pelanggaran, tidak benar, brutal dan tidak mendidik anak-anak. Proses pembiaran tidak bisa dilakukan terus menerus, harus ada langkah tegas dari pihak berwenang," kata mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha secara offline telah memberikan pembinaan kepada sekaa joged terkait, supaya menyajikan tarian sesuai dengan pakem-pakem yang ada. Bahkan pembinaannya menyentuh pendidikan moral dan pendidikan budi pekerti. Pembinaan dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat dan penegak hukum. "Kita sudah melakukan pembinaan, kedepan akan kami lakukan dengan menyeluruh melibatkan Polda, Listibya, MUDP dan PHDI. Bila perlu nanti dibuatkan aturan melibatkan Desa Pakraman," ujar Dewa Beratha.
Sementara Budayawan Prof Made Bandem menyayangkan pementasan joged jaruh terjadi lagi. Kata dia, sangat berbahaya kalau anak cucu generasi penerus bangsa melakukan pornoaksi, bahkan dalam bentuk kesenian. "Coba kalau anak cucu kita begini? Bagaimana sungguh menyakitkan melihat video seperti itu," ujar Bandem.
Dikatakannya, dalam joged jaruh yang diunggah dalam media sosial dan viral itu tidak memenuhi nilai estetika seni tari Bali. Mulai agem, tandang, tangkis dan tangkep. Joged Porno yang diunggah itu jelas ada goyang dengan adegan porno dan disaksikan anak-anak. "Kalau polisi membutuhkan saksi ahli kami siap memberikan penjelasan," ujar Bandem sependapat dengan Parta supaya hal tersebut ditindak tegas.
Sementara pihak Polda Bali mengaku sudah mengambil langkah-langkah penindakan terhadap joged jaruh yang menghebohkan itu. Joged yang disebut-sebut untuk penggalangan dana musibah bencana alam Gunung Agung sudah ditindak secara hukum karena diduga melanggar UU Pornografi. "Kami sudah bergerak dan tindak. Bahkan sudah ada pemanggilan," kata AKBP Nyoman Reza.
Dikatakan, mereka yang nanti terbukti melanggar bisa terjerat UU Pornografi dengan ancaman hukuman minimal 6 tahun penjara, maksimal 10 tahun penjara, dan denda minimal Rp 3 miliar dan maksimal Rp 5 miliar. Tergantung peran mereka dalam aksi pornoaksi tersebut. "Penari bisa lebih besar lagi ancamannya," imbuhnya.
Tak itu saja, mereka yang mengunggah videonya juga terancam dengan UU Nomor 19 tahun 2016, sebagai perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektonik) dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Sekarang kami masih sedang bekerja memproses kasus tersebut,” ujar AKBP Nyoman Reza. *nat
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta saat hearing dengan pihak terkait di Gedung DPRD Bali, Senin (27/11) menyebut joged jaruh ini bisa terjadi lagi kalau tidak ditindak tegas.
Dalam hearing kemarin, hadir Kadisbud Bali Dewa Putu Beratha, Kasubdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Nyoman Reza, Kasubdit IV Krimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Saptarini, jajaran Listibya seperti Prof Dr Wayan Dibia, Prof Dr Made Bandem, perwakilan PHDI Mayor Sudarsana, Paiketan Krama Bali, KPAI, KPI, Yayasan Bali Sruti, Puskor, Kominfo serta pakar-pakar seni.
Menurut Nyoman Parta, sebenarnya pertunjukan seni joged sudah diatur dengan adanya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 6393 Tahun 2016 tentang Tradisi Joged Bumbung tertanggal 9 November 2016. Namun Surat Edaran tersebut rupanya tidak membuat pelaku takut. Joged yang menunjukkan aksi pornoaksi itu dianggap hal biasa. Padahal itu melanggar hukum. "Mereka menganggap ini hal biasa, dan harus ada shock therapy, kami mendesak pihak kepolisian menindak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kami akan segera audiensi dengan Kapolda Bali supaya hal begini benar-benar ditindak," ujar politisi PDI Perjuangan asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar ini.
Parta mengatakan dari video yang disimak di media sosial dan beredar luas itu, unsur pelanggaran hukum sudah memenuhi. "Kami berharap jajaran kepolisian dari tingkatan terbawah sampai level tertinggi menindak joged porno di Bali," pinta Parta.
Menurut Parta tarian joged memang dibutuhkan dalam banyak acara dan tidak membutuhkan perangkat gamelan banyak dan lengkap. Dimanapun dan dengan peralatan seadanya bisa. "Tetapi joged jaruh yang dipertunjukkan dan diunggah di media sosial itu sudah terjadi pelanggaran, tidak benar, brutal dan tidak mendidik anak-anak. Proses pembiaran tidak bisa dilakukan terus menerus, harus ada langkah tegas dari pihak berwenang," kata mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha secara offline telah memberikan pembinaan kepada sekaa joged terkait, supaya menyajikan tarian sesuai dengan pakem-pakem yang ada. Bahkan pembinaannya menyentuh pendidikan moral dan pendidikan budi pekerti. Pembinaan dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat dan penegak hukum. "Kita sudah melakukan pembinaan, kedepan akan kami lakukan dengan menyeluruh melibatkan Polda, Listibya, MUDP dan PHDI. Bila perlu nanti dibuatkan aturan melibatkan Desa Pakraman," ujar Dewa Beratha.
Sementara Budayawan Prof Made Bandem menyayangkan pementasan joged jaruh terjadi lagi. Kata dia, sangat berbahaya kalau anak cucu generasi penerus bangsa melakukan pornoaksi, bahkan dalam bentuk kesenian. "Coba kalau anak cucu kita begini? Bagaimana sungguh menyakitkan melihat video seperti itu," ujar Bandem.
Dikatakannya, dalam joged jaruh yang diunggah dalam media sosial dan viral itu tidak memenuhi nilai estetika seni tari Bali. Mulai agem, tandang, tangkis dan tangkep. Joged Porno yang diunggah itu jelas ada goyang dengan adegan porno dan disaksikan anak-anak. "Kalau polisi membutuhkan saksi ahli kami siap memberikan penjelasan," ujar Bandem sependapat dengan Parta supaya hal tersebut ditindak tegas.
Sementara pihak Polda Bali mengaku sudah mengambil langkah-langkah penindakan terhadap joged jaruh yang menghebohkan itu. Joged yang disebut-sebut untuk penggalangan dana musibah bencana alam Gunung Agung sudah ditindak secara hukum karena diduga melanggar UU Pornografi. "Kami sudah bergerak dan tindak. Bahkan sudah ada pemanggilan," kata AKBP Nyoman Reza.
Dikatakan, mereka yang nanti terbukti melanggar bisa terjerat UU Pornografi dengan ancaman hukuman minimal 6 tahun penjara, maksimal 10 tahun penjara, dan denda minimal Rp 3 miliar dan maksimal Rp 5 miliar. Tergantung peran mereka dalam aksi pornoaksi tersebut. "Penari bisa lebih besar lagi ancamannya," imbuhnya.
Tak itu saja, mereka yang mengunggah videonya juga terancam dengan UU Nomor 19 tahun 2016, sebagai perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektonik) dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Sekarang kami masih sedang bekerja memproses kasus tersebut,” ujar AKBP Nyoman Reza. *nat
Komentar