Bali Dijadikan Model Siskeudes
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) targetkan 75.000 desa di Indonesia menggunakan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dalam pengawal pemanfataan dana desa dan transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
KPK Target 75.000 Desa Pakai Sistem Keuangan Desa
DENPASAR, NusaBali
Saat ini, baru Provinsi Bali yang menggunakan sistem tersebut, sehingga KPK akan menjadikan Bali sebagai rujukan dalam penerapan Siskeudes.
Hal ini diungkapkan Koordinator Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK, Asep Rahmat, saat meninjau penerapan Siskeudes di Kantor Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (28/11). Dalam pertemuan tersebut, Asep Rhamat didampingi Kadis PMD Provinsi Bali I Ketut Lihadnyana, Kepala Badan PMD Denpasar Ida Bagus Alit Wiradana. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah kepala desa (Perbekel) dari Denpasar.
Beberapa jam sebelum datang ke Kantor PMD Provinsi Bali, Asep Rahmat sempat bertemu Gubernur Mangku Pastika yang didampingi Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Ketut Teneng. Asep Rahmat mengungkapkan, KPK harus turun ke desa-desa dalam mengawal penggunaan dana desa dan sumber APBDes lainnya, supaya tidak terjadi korupsi.
"Kenapa kami harus terjerumus ke desa-desa? Sejak awal Kementerian Desa telah mendatangi Kantor KPK dan meminta KPK melakukan pendampingan. KPK menyanggupinya. Nah, langkah awal kami adalah kaji sistem dan infrastrukturnya. Di Bali ada Sikeudes ini, makanya kami mau lihat juga," beber Asep Rahmat.
Menurut Asep Rahmat, saat ini ada 75.000 desa di Indonesia yang harus diawasi pemanfaatan dana desanya. Dari penelusuran KPK, banyak yang harus dibenahi, mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga pengawasan. "Rekomendasi KPK adalah pengawasan, baru SDM dan infrastrukturnya,” katanya.
“Sistem keuangan desa (Siskeudes) ini harus diterapkan di seluruh Indonesia. Sekarang sangat sedikit yang menggunakan sistem ini. Luar biasa, tapi masih banyak yang perlu kita benahi soal pemanfaatan dana desa ini di Indonesia," tandas pejabat asal Bandung, Jawa Barat ini.
KPK pun telah menyurati para Perbekel dalam rangka respons cepat terhadap pembicaraan dengan Kementerian Desa. Sebab, KPK juga menangkap sinyal bahwa dalam tata kelola keuangan, kalau tidak ada sistem, maka akan banyak terjadi masalah. "Memang terbukti, begitu kami turun di Kabupaten Seram Barat (Maluku), sudah 8 kepala desa kita tangani kasus dana desanya. Mudah-mudahan, di Bali tidak ada," tegas Asep Rahmat.
Saat ini, kata dia, pengaduan tentang dugaan penyelewengan dana desa ke KPK semakin banyak. Mau tak mau, penegak hukum dari level bawah sampai atas harus terlibat. Harus ada kekompakan, supaya tidak terjadi permasalahan baru lagi dan semuanya bisa kena.
Asep Rahmat mencontohkan satu kasus yang sangat konyol, yakni ketika KPK menangkap seorang kepala desa di Jawa Timur, karena dugaan penyelewengan dana Rp 100 juta hingga rugikan keuangan negara. Saat itu, sang kepala desa yang ditangkap coba mencari solusi melalui Kepala Inspektorat, jalur di luar kemanisme. Kemudian, Kepala Inspektorat (Inspektur) melaporkan kepada Bupati.
Ternyata, Bupatinya mengiyakan. Maka, dilakukan upaya menyogok aparat penegak hukum dengan uang sebesar Rp 200 juta alias lebih besar dari kerugian negara. Saat itulah dilakukan penangkapan oleh KPK. "Maka disini peran pihak berwenang dari level bawah sampai atas untuk mengawasi penggunaan anggaran desa. Harus ada komitmen bersama," tandas Asep Rahmat.
Asep Rahmat mengingatkan, walaupun di Bali sudah menerapkan Siskeudes, bukan berarti lepas dan bersih dari korupsi. KPK turun ke desa-desa untuk melakukan upaya pencegahan. "Karena di Indonesia dengan 75 desa yang ada, saya yakin akan banyak masalah dan makin banyak kasus terjadi. Kalau mau target, penegak hukum mengatakan turunlah ke desa-desa," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD Provinsi Bali, Ketut Lihadnyana, mengatakan Siskeudes digunakan dengan sistem pengendalian terpadu. Pengelolaan dana desa ini berbasis aplikasi. Sistemnya yang diciptakan lebih dulu. "Kalau dana desa mau digunakan di luar ketentuan, sudah langsung ditolak sistem. Kalau dana desa untuk membangun kantor atau membeli mobil dinas, misalnya, sudah pasti ditolak sistem. Karena kita sudah atur dan ada aplikasinya," jelas Lihadnyana.
Menurut Lihadnyana, jabatan kepala desa adalah jabatan politik, di mana dari sisi SDM dan sebagainya, tidak sama dan sempurna. "Makanya, aplikasi Siskeudes ini kita terapkan. Ini demi mengamankan kepala desa dari kasus hukum. Kasihan kepala desa, dengan gaji Rp 3 juta, harus menanggung risiko yang besar. Padahal, kepala desa belum tentu punya niatan mengkorupsi uang negara," ujar birokrat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Saat ini, baru Provinsi Bali yang menggunakan sistem tersebut, sehingga KPK akan menjadikan Bali sebagai rujukan dalam penerapan Siskeudes.
Hal ini diungkapkan Koordinator Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK, Asep Rahmat, saat meninjau penerapan Siskeudes di Kantor Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (28/11). Dalam pertemuan tersebut, Asep Rhamat didampingi Kadis PMD Provinsi Bali I Ketut Lihadnyana, Kepala Badan PMD Denpasar Ida Bagus Alit Wiradana. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah kepala desa (Perbekel) dari Denpasar.
Beberapa jam sebelum datang ke Kantor PMD Provinsi Bali, Asep Rahmat sempat bertemu Gubernur Mangku Pastika yang didampingi Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Ketut Teneng. Asep Rahmat mengungkapkan, KPK harus turun ke desa-desa dalam mengawal penggunaan dana desa dan sumber APBDes lainnya, supaya tidak terjadi korupsi.
"Kenapa kami harus terjerumus ke desa-desa? Sejak awal Kementerian Desa telah mendatangi Kantor KPK dan meminta KPK melakukan pendampingan. KPK menyanggupinya. Nah, langkah awal kami adalah kaji sistem dan infrastrukturnya. Di Bali ada Sikeudes ini, makanya kami mau lihat juga," beber Asep Rahmat.
Menurut Asep Rahmat, saat ini ada 75.000 desa di Indonesia yang harus diawasi pemanfaatan dana desanya. Dari penelusuran KPK, banyak yang harus dibenahi, mulai dari sumber daya manusia (SDM) hingga pengawasan. "Rekomendasi KPK adalah pengawasan, baru SDM dan infrastrukturnya,” katanya.
“Sistem keuangan desa (Siskeudes) ini harus diterapkan di seluruh Indonesia. Sekarang sangat sedikit yang menggunakan sistem ini. Luar biasa, tapi masih banyak yang perlu kita benahi soal pemanfaatan dana desa ini di Indonesia," tandas pejabat asal Bandung, Jawa Barat ini.
KPK pun telah menyurati para Perbekel dalam rangka respons cepat terhadap pembicaraan dengan Kementerian Desa. Sebab, KPK juga menangkap sinyal bahwa dalam tata kelola keuangan, kalau tidak ada sistem, maka akan banyak terjadi masalah. "Memang terbukti, begitu kami turun di Kabupaten Seram Barat (Maluku), sudah 8 kepala desa kita tangani kasus dana desanya. Mudah-mudahan, di Bali tidak ada," tegas Asep Rahmat.
Saat ini, kata dia, pengaduan tentang dugaan penyelewengan dana desa ke KPK semakin banyak. Mau tak mau, penegak hukum dari level bawah sampai atas harus terlibat. Harus ada kekompakan, supaya tidak terjadi permasalahan baru lagi dan semuanya bisa kena.
Asep Rahmat mencontohkan satu kasus yang sangat konyol, yakni ketika KPK menangkap seorang kepala desa di Jawa Timur, karena dugaan penyelewengan dana Rp 100 juta hingga rugikan keuangan negara. Saat itu, sang kepala desa yang ditangkap coba mencari solusi melalui Kepala Inspektorat, jalur di luar kemanisme. Kemudian, Kepala Inspektorat (Inspektur) melaporkan kepada Bupati.
Ternyata, Bupatinya mengiyakan. Maka, dilakukan upaya menyogok aparat penegak hukum dengan uang sebesar Rp 200 juta alias lebih besar dari kerugian negara. Saat itulah dilakukan penangkapan oleh KPK. "Maka disini peran pihak berwenang dari level bawah sampai atas untuk mengawasi penggunaan anggaran desa. Harus ada komitmen bersama," tandas Asep Rahmat.
Asep Rahmat mengingatkan, walaupun di Bali sudah menerapkan Siskeudes, bukan berarti lepas dan bersih dari korupsi. KPK turun ke desa-desa untuk melakukan upaya pencegahan. "Karena di Indonesia dengan 75 desa yang ada, saya yakin akan banyak masalah dan makin banyak kasus terjadi. Kalau mau target, penegak hukum mengatakan turunlah ke desa-desa," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD Provinsi Bali, Ketut Lihadnyana, mengatakan Siskeudes digunakan dengan sistem pengendalian terpadu. Pengelolaan dana desa ini berbasis aplikasi. Sistemnya yang diciptakan lebih dulu. "Kalau dana desa mau digunakan di luar ketentuan, sudah langsung ditolak sistem. Kalau dana desa untuk membangun kantor atau membeli mobil dinas, misalnya, sudah pasti ditolak sistem. Karena kita sudah atur dan ada aplikasinya," jelas Lihadnyana.
Menurut Lihadnyana, jabatan kepala desa adalah jabatan politik, di mana dari sisi SDM dan sebagainya, tidak sama dan sempurna. "Makanya, aplikasi Siskeudes ini kita terapkan. Ini demi mengamankan kepala desa dari kasus hukum. Kasihan kepala desa, dengan gaji Rp 3 juta, harus menanggung risiko yang besar. Padahal, kepala desa belum tentu punya niatan mengkorupsi uang negara," ujar birokrat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini. *nat
Komentar