nusabali

MUDP Tak Hadiri Undangan Dewan

  • www.nusabali.com-mudp-tak-hadiri-undangan-dewan

Keinginan Komisi I DPRD Bali (membidangi maalah hukum dan perundang-undangan) untuk menyamakan persepsi soal penindakan pungutan liar (pungli) di wilayah desa adat, gagal terwujud.

Diundang Rapat untuk Samakan Persepsi Pungli di Desa Adat


DENPASAR, NusaBali
Masalahnya, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali---selaku lembaga yang menaungi desa adat---tidak memenuhi undangan Komisi I DPRD Bali untuk rapat menyamakan persepsi soal pungli yang melibatkan oknum prajuru adat, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (4/12).

Rapat penyamaan persepsi di Gedung Dewan, Senin kemarin, dipimpin langsung Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya (dari Fraksi PDIP), dengan didampingi sejumlah anggotanya seperti Nyoman Adnyana (Fraksi PDIP), Dewa Nyoman Rai Adi (Fraksi PDIP), dan Ngakan Made Samudra (Fraksi Demokrat). Karo Hukum Setda Provinsi Bali I Wayan Sugiada juga hadir bersama Irban I Nyoman Hendry Lesmana, serta Irwasda Polda Bali Kombes Pol Suradnyana.

Dalam rapat kemarin, seluruh lembaga terkait diberikan kesempatan menyampaikan paparan soal penanganan pungli di lingkup tugasnya. Dari Polda dan Pemprov Bali juga paparan lengkap soal gerakan Satgas Pemberantasan Pungli (Saber Pungli). Namun, rapat kemarin tanpa keputusan, karena ketidakhadiran perwakilan dari MUDP Bali.

Anggota Komisi I DPRD Bali, Nyoman Adnyana, menyatakan rapat tidak bisa dilanjutkan. Masalahnya, percuma hanya beretorika saja dengan pendapat-pendapat masing-masing. Persoalan pungli di desa adat yang akan dibicarakan, menjadi mubazir karena perwakilan MUDP Bali tidak datang. "Persoalan pungli ini kan sekarang dibahas masalah di wilayah desa adat. MUDP sudah disurati, tapi tidak hadir,  ya tentu tak bisa klir masalahnya. Kita menjadi beretorika di sini dengan pendapat masing-masing. Sebaiknya rapat ditunda saja," ujar Adnyana.

Menurut Adnyana, DPRD Bali sudah sangat responsif dalam menyerap aspirasi dan jemput bola terkait desa adat. "Kita sebetulnya ingin menyamakan persepsi. Batasan yang dianggap melanggar dan tidak, harus jelas. Kalau saya berpandangan yang diatur Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah Desa. Sementara desa adat diakui keberadaannya oleh negara dalam Undang-undang Dasar,” tandas Ad-nyana.

“Namun, desa adat tidak bisa diintervensi negara, karena otonom. Programnya cuma bisa diselaraskan dengan program pemerintah. Dan, pemerintah tidak bisa menyentuhnya. Kalau MUDP Bali tidak datang, ya sebaiknya dibahas ulang," lanjut politisi PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.

Adnyana mengatakan, kondisi di lapangan saat ini memang ada pungutan dengan alasan perarem dan itu harus mendapatkan persetujuan dari kepala daerah. Dalam Hukum Adat, bisa berupa awig-awig. "Bisa kebiasaan dan bhisama atau titah di mana berupa adat dan kebiasaan yang diyakini. Itu repot juga. Maka, kalau MUDP ada, ya bisa kita bahas," tegas mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bangli tiga kali periode ini.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya mengatakan, menyayangkan ketidakhadiran MUDP. Padahal, surat undangan rapat sudah terkirim. Tapi, Sekretariat MUDP berdalih tidak ada menerima surat. “Entah di mana nyangkutnya ini, repot juga,” sesal Tama Tenaya.

Menurut Tama Tenaya, pihaknya akan menjadwalkan ulang bertemu dengan MUDP Bali. “Kita harus jadwalkan ulanglah, supaya klir. Sebab kalau tidak ada pendapat dari MUDP, kan nanti Tim Saber Pungli akan menindak tegas kalau ada pelanggaran hukum positif. Kita mau cegah masalah ini," tandas politisi asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.

Tama Tenaya menegaskan, pungutan di desa adat masih ada. Dalihnya, karena perarem. Tapi, kalau dikaitkan dengan hukum positif, susah juga. "Tim Saber Pungli tidak mengenal perarem. Kalau melanggar hukum positif, tetap saja ditindak tegas," katanya.

Sedangkan Irwasda Polda Bali, Kombes Suradnyana, mengatakan Saber Pungli dibentuk atas keprihatinan Presiden Jokowi menyusul banyaknya terjadi pungutan liar. Saber Pungli dibentuk dengan anggota gabungan dari kepolisian dan kejaksaan. Ada pencegahan dan ada penindakan oleh Saber Pungli.

Untuk di Bali, kata Kombes Suradnyana, ada 43 kasus yang ditangani Saber Pungli. Dari jumlah itu, 1 kasus terjadi tahun 2016 dan 42 kasus lainnya terjadi pada 2017. "Ada kasus yang sudah sampai ke meja hijau dan divonis. Kami dalam pelaksanaan tugas tetap dengan rujukan peraturan mulai dari Undang-undang sampai Perda. Kami berpegang dengan hukum positif," ujar Kombes Suradnyana.

Kombes Suradnyana mengakui masih banyak laporan tentang pungutan Kipem di desa adat. Misalnya, ada krama adat dari Buleleng, tapi kos di Denpasar, mereka tetap saja dikenakan Kipem atas dasar perarem. Di sebuah desa di Kecamatan Mengwi, Badung juga ada warga yang diminta membayar sumbangan untuk pembangunan gedung. "Nah, yang seperti ini kami minta tegaskan aturannya," tandas Kombes Suradnyana.

Dikonfirmsi NusaBali seusai rapat kemarin, Ketua Komisi I DPRD Bali Tama Tenaya mengatakan tidak bisa ambil keputusan apa pun dari pertemuan tersebut. "Senin pekan depan kami undang lagi MUDP dan Saber Pungli. Supaya klir seluruhnya dan tidak ada masalah di kemudian hari. Mungkin suratnya kita segerakan dan lebih awal tiga hari sebelumnya," kata Tama Tenaya.

Sementara, Ketua MUDP (Bendesa Agung Provinsi) Bali Jro Gede Wayan Suwena Putus Upadesa mengatakana pihaknya tidak ada mendapat surat undangan dari Dewan. "Saya tidak pernah terima surat undangannya," tegas Jro Suwena saat dikonfirmasi NusaBali, Senin kemarin.

“Kalau Dewan mengirim surat, sebaiknya jauh hari sebelumnya. Jangan kirim surat Jumat sore, sementara Sabtu dan Minggu lembaga libur, sedangkan rapatnya hari Senin. Bagaimana bisa sampai suratnya?" lanjut tokoh adat asal Desa Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem yang pensiunan polisi berpangkat Kombes ini. *nat

Komentar