Kuota 30 Persen Perempuan Ternyata Masih Rendah
Keterwakilan perempuan di lembaga politik dengan kuota 30 persen perempuan di kepengurusan parpol dan kursi legislatif yang diwacanakan di Indonesia ternyata angka yang sangat rendah.
KPPI Bali di Women In Politic Kuala Lumpur 2017
DENPASAR, NusaBali
Di Malaysia dan sejumlah negara di Asia, keterwakilan perempuan bahkan sudah ditarget 56 persen. Di Malaysia mewacanakan 56 persen keterwakilan perempuan di legislatif.
Hal itu diungkapkan Ketua KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) Provinsi Bali, Dewa Ayu Sri Wigunawati saat dihubungi NusaBali sedang berada di Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengikuti acara Women In Politic Kuala Lumpur (WIPKL) atau Konferensi Perempuan Politik se Dunia, Senin (4/12) siang kemarin.
WIPKL yang digelar pada 3-5 Desember 2017 diikuti 19 negara di dunia. Acara tersebut diadakan setiap 2 tahun sekali. Kata Sri Wigunawati, KPPI Bali memiliki pengalaman sangat berharga diundang dalam acara yang dihadiri organisasi-organisasi dan LSM beranggotakan para politisi perempuan tersebut.
Menurut Wigunawati, WIPKL yang dihadiri dan dibuka Perdana Menteri Malaysia dari Partai UMNO (United Malays National Organization), Dato Sri Muhamad Abdul Najib Tun Razak itu, KPPI Bali bisa menyerap banyak pengalaman para politisi perempuan se dunia. Hadir juga dalam acara tersebut Ketua Umum KPPI, Dwi Septiawati. Sementara KPPI Bali juga hadir sejumlah pengurusnya, seperti Ni Wayan Sari Galung (PDIP), Helmi Ginanti (Demokrat), Yuyun Rosmalawati (PPP), Vitri Anantya (Perindo) dan Ni Made Marni (Hanura).
Sebenarnya Sri Wigunawati saat menjabat sebagai Sekretaris DPD I Golkar Bali sudah pernah juga bertemu dengan sejumlah politisi perempuan di even dunia, mulai di Amerika Serikat tahun 2009 dan dengan para petinggi Partai UMNO di Malaysia tahun 2010 lalu. Menurut mantan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Bali ini, politisi perempuan di sejumlah negara menarget kuota perempuan dalam legislatif sangat tinggi.
"Di Malaysia itu keberadaan perempuan di legislatif ditarget 56 persen. Malaysia termasuk juga sukses menempatkan perempuan di eksekutif. Seperti Human Development Minister (Menteri Pengembangan Sumber Daya Manusia) pertama Malaysia dijabat perempuan," ungkap Sri Wigunawati.
Kata Sri Wigunawati hal ini menjadi pembelajaran berharga bagi KPPI Bali untuk perjuangan persamaan dan kesetaraan perempuan di dunia politik. Kampanye kesetaraan hendaknya diubah jika kita tidak mau stagnan ke depannya. Artinya harus berinovasi terus menerus. Supaya perjuangan KPPI untuk melahirkan banyak politisi perempuan di legislatif terwujud.
"Selain kampanye soal kesetaraan kita juga mau lakukan peningkatan SDM dengan menggunakan teknologi. Dan ke depan kita juga ingin bahwa perjuangan kita tetap harus melibatkan laki-laki, bukan karena mereka kasihan, namun karena mereka bertanggungjawab dan membutuhkan terpenuhinya hak-hak perempuan," ujar Sri Wigunawati.
Selain soal kesetaraan perempuan di dunia politik, WIPKL juga membahas masalah perlindungan perempuan dari kekerasan (eleminating violence against women). Wigunawati menyitir pernyataan perwakilan dari Negara Uganda, bahwa
Negara Uganda berkomitmen meratifikasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.Ratifikasi inilah yang meyakinkan perempuan untuk sebanyak mungkin menempati kursi parlemen. *nat
DENPASAR, NusaBali
Di Malaysia dan sejumlah negara di Asia, keterwakilan perempuan bahkan sudah ditarget 56 persen. Di Malaysia mewacanakan 56 persen keterwakilan perempuan di legislatif.
Hal itu diungkapkan Ketua KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) Provinsi Bali, Dewa Ayu Sri Wigunawati saat dihubungi NusaBali sedang berada di Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengikuti acara Women In Politic Kuala Lumpur (WIPKL) atau Konferensi Perempuan Politik se Dunia, Senin (4/12) siang kemarin.
WIPKL yang digelar pada 3-5 Desember 2017 diikuti 19 negara di dunia. Acara tersebut diadakan setiap 2 tahun sekali. Kata Sri Wigunawati, KPPI Bali memiliki pengalaman sangat berharga diundang dalam acara yang dihadiri organisasi-organisasi dan LSM beranggotakan para politisi perempuan tersebut.
Menurut Wigunawati, WIPKL yang dihadiri dan dibuka Perdana Menteri Malaysia dari Partai UMNO (United Malays National Organization), Dato Sri Muhamad Abdul Najib Tun Razak itu, KPPI Bali bisa menyerap banyak pengalaman para politisi perempuan se dunia. Hadir juga dalam acara tersebut Ketua Umum KPPI, Dwi Septiawati. Sementara KPPI Bali juga hadir sejumlah pengurusnya, seperti Ni Wayan Sari Galung (PDIP), Helmi Ginanti (Demokrat), Yuyun Rosmalawati (PPP), Vitri Anantya (Perindo) dan Ni Made Marni (Hanura).
Sebenarnya Sri Wigunawati saat menjabat sebagai Sekretaris DPD I Golkar Bali sudah pernah juga bertemu dengan sejumlah politisi perempuan di even dunia, mulai di Amerika Serikat tahun 2009 dan dengan para petinggi Partai UMNO di Malaysia tahun 2010 lalu. Menurut mantan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Bali ini, politisi perempuan di sejumlah negara menarget kuota perempuan dalam legislatif sangat tinggi.
"Di Malaysia itu keberadaan perempuan di legislatif ditarget 56 persen. Malaysia termasuk juga sukses menempatkan perempuan di eksekutif. Seperti Human Development Minister (Menteri Pengembangan Sumber Daya Manusia) pertama Malaysia dijabat perempuan," ungkap Sri Wigunawati.
Kata Sri Wigunawati hal ini menjadi pembelajaran berharga bagi KPPI Bali untuk perjuangan persamaan dan kesetaraan perempuan di dunia politik. Kampanye kesetaraan hendaknya diubah jika kita tidak mau stagnan ke depannya. Artinya harus berinovasi terus menerus. Supaya perjuangan KPPI untuk melahirkan banyak politisi perempuan di legislatif terwujud.
"Selain kampanye soal kesetaraan kita juga mau lakukan peningkatan SDM dengan menggunakan teknologi. Dan ke depan kita juga ingin bahwa perjuangan kita tetap harus melibatkan laki-laki, bukan karena mereka kasihan, namun karena mereka bertanggungjawab dan membutuhkan terpenuhinya hak-hak perempuan," ujar Sri Wigunawati.
Selain soal kesetaraan perempuan di dunia politik, WIPKL juga membahas masalah perlindungan perempuan dari kekerasan (eleminating violence against women). Wigunawati menyitir pernyataan perwakilan dari Negara Uganda, bahwa
Negara Uganda berkomitmen meratifikasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.Ratifikasi inilah yang meyakinkan perempuan untuk sebanyak mungkin menempati kursi parlemen. *nat
1
Komentar