Minta Presiden Copot Mendikbud
“Kami sangat menyesalkan ada statemen seperti itu dari seorang menteri. Ini kan konteksnya penelitian pendidikan seluruh Indonesia. Pernyataan tersebut secara tidak langsung membuat masyarakat menafsirkan masyarakat NTT itu bodoh”
Puluhan Wartawan NTT Geram Penyataan Mendikbud
DENPASAR, NusaBali
Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy atas pernyataan yang dimuat Jawa Pos tertanggal 4 Desember 2017, membuat geram puluhan wartawan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di Bali. Kegeraman itu terjadi setelah dalam pernyataan resmi Mendikbud menyebut khawatir jika sampel yang digunakan untuk penelitian tentang pendidikan di Indonesia adalah semua siswa dari NTT.
Mendikbud melontarkan pernyataan itu setelah melihat laporan Program for International Students Assesement (PISA) saat pertemuan di UNESCO November lalu. Berdasarkan survei PISA, kualitas pendidikan RI masuk ranking paling bawah. Lalu Mendikbud menyebut kekhawatirannya jika sampel yang digunakan adalah semua siswa NTT. Dalam berita itu, pernyataan tersebut menjadi kutipan langsung berbunyi, “Saya khawatir yang dijadikan sample Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua”.
Koordinator Perhimpunan Jurnalis (Pena) NTT, Emanuel Dewata Oja, menyesalkan adanya pernyataan tersebut, apalagi keluar dari seorang pemangku kebijakan di dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya, kalimat langsung ini sejatinya terbentuk dari mindset seorang menteri bahwa orang dari NTT itu bodoh semua. “Kami sangat menyesalkan ada statemen seperti itu dari seorang menteri. Ini kan konteksnya penelitian pendidikan seluruh Indonesia. Pernyataan tersebut secara tidak langsung membuat masyarakat menafsirkan masyarakat NTT itu bodoh,” ujarnya saat diskusi dengan komunitas Pena NTT, di Renon, Selasa (5/12).
Tidak saja membuat geram, Pemred di salah satu media lokal di Bali itu mengatakan, pernyataan tersebut telah melukai hati orang NTT yang bukan hanya ada di NTT, tetapi juga orang NTT yang ada di seluruh Indonesia dan bahkan seluruh dunia. Sebagai seorang pejabat negara, apalagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, seharusnya pernyataan seperti itu tidak perlu disampaikan di depan publik tanpa data yang benar.
Apakah benar bahwa PISA melakukan survei di NTT, ataukah surveinya dari berbagai daerah di Indonesia. Ini menjadi pertanyaan besar karena seorang menteri menyampaikan data PISA secara tidak jelas.
“Kami sesalkan pernyataan itu keluar dari seorang pemangku kebijakan. Tidak elok rasanya seorang menteri berkata seperti itu. Kami sangat terluka dengan pernyataan itu dan meminta agar Pak Menteri yang terhormat segera mengklarifikasinya,” tegasnya.
Menurut Edo, masyarakat NTT yang ada di Bali mengutuk keras pernyataan menteri dan meminta agar Menteri Muhadjir Effendy meminta maaf terhadap rakyat NTT. Menteri itu dinilai sudah melakukan hal yang tidak etis. “Kami meminta agar Bapak Presiden segera mengambil tindakan tegas terhadap menteri tersebut. Dan kalau bisa langsung dicopot karena melukai masyarakat NTT dan dunia pendidikan NTT,” tegasnya.
Sementara pengurus senior Pena NTT, Apolo Daton mencurigai jika Menteri Muhadjir Effendy tidak mempertimbangkan apa yang diucapkannya. Padahal, NTT juga merupakan bagian dari Indonesia. Jika menyebut orang NTT bodoh, maka secara tidak langsung kualitas menteri itu juga harus dipertanggungjawabkan sebagai kepala dari segala regulasi dan kebijakan terkait sistem pendidikan di Indonesia.
“Kalau Pak Muhadjir mengatakan orang NTT itu bodoh, itu ibarat membuang ludah ke langit dan menepuk air di dulang. Toh Pak Muhadjir adalah seorang menteri. Kalau orang NTT itu bodoh, menteri juga harus dievaluasi. Kan Menteri Pendidikan yang bertanggungjawab terhadap kualitas pendidikan di NTT,” cetusnya,
Dia juga menduga jika kemiskinan dan kebodohan NTT menjadi bahasa proposal lalu dijadikan bahan untuk bargaining di tingkat nasional dan dunia. “Saya kecewa seorang Muhadjir Effendy yang saya anggap sebagai tokoh pendidikan justeru mendiskriminasi pendidikan NTT. Jadi Menteri ini harus dicopot,” sebutnya.
Sedangkan salah satu pengurus inti Pena NTT, Ambros Boli mengatakan, memang benar secara kuantitatif mutu pendidikan NTT masih rendah. Namun secara kualitatif, banyak juga orang NTT yang menduduki posisi penting di tingkat nasional seperti Frans Seda (Mantan Menteri Perkebunan dan Dubes Belgia era Soekarno hingga Soeharto), Sony Keraf (Menteri Lingkungan Hidup era Megawati), Adrianus Moi (Gubernur Bank Indonesia era Soeharto), Jakob Nuwa Wea (Menakertrans era Megawati), Saleh Husin (Mantan Menteri Perindustrian era Jokowi), Nafsiah Mboy (Menteri Kesehatan era SBY), serta beberapa staf ahli seperti Komjen (Purn.) Gories Mere. “Orang-orang ini berjasa dalam pemberantasan terorime di Indonesia. Banyak juga guru besar, profesor, yang mengabdi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, serta tokoh pers dan pemimpin redaksi di berbagai media di Indonesia. Tidak pantas seorang menteri memberikan pernyataan menohok pada suatau daerah tertentu, apalagi sebagai pejabat yang mengatur regulasi sekala nasional,” tandasnya. *ind
1
Komentar