Tak Ada Kata Sepakat, Pembebasan Lahan Molor
Delapan orang pemilik lahan di Simpang Jimbaran, Kuta Selatan, tidak setuju harga tanah Rp 1 miliar per are.
MANGUPURA, NusaBali
Upaya pembebasan lahan pelebaran jalan di Simpang Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, molor. Upaya pembebasan lahan milik 8 orang warga setempat yang terdampak proyek pelebaran itu molor karena tak adanya kesepakatan harga tanah.
Proyek pelebaran jalan ini merupakan satu paket dengan proyek underpass Simpang Tugu Ngurah Rai di Tuban, Kecamatan Kuta. Namun dalam penetapan harga tanah warga yang terdampak proyek oleh appraisal berbeda. Untuk yang di Tuban ditetapkan harga Rp 2 miliar per are, sementara di Jimbaran Rp 1 miliar per are.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung Ida Bagus Surya Suamba dikonfirmasi, Minggu (10/12), menyatakan rencana pembebasan lahan di Simpang Jimbaran (simpang Unud – McDonald – Pizza Hut) sampai saat ini belum menemukan titik temu. Hingga kini kesepakatan itu telah melewati batas akhir 14 hari setelah pertemuan pada 21 November 2017. Dari segi aturan, jika tidak ada titik temu pembebasan tanah tersebut, uangnya akan dititipkan di Pengadilan Negeri Denpasar. Demikian pula jika ada keberatan dari masyarakat yang terkena dampak, seharusnya mengajukan keberatan ke pengadilan juga.
Namun demikian, Bagian Pemerintahan Pemkab Badung akan menyurati kembali masyarakat yang terkena dampak agar secepatnya memberikan jawaban atas surat yang telah diberikan. Apabila setuju agar bisa segera ditindaklanjuti, demikian pula jika keberatan akan diarahkan ke PN Denpasar untuk diproses. Karena jika pada saatnya nanti belum ada titik temu, yang akan memberikan keputusan harga atas pembebasan tanah nantinya adalah pihak Pengadilan Negeri Denpasar.
“Kedua opsi ini kami tempuh. Untuk harga tanah yang di Jimbaran ditetapkan mutlak oleh tim appraisal,” ujar Surya Suamba.
Terkait penetapan harga tanah ini pemerintah melalui Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) Pembebasan Lahan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung sebelumnya telah melakukan upaya pendekatan terhadap pemilik tanah. Setelah beberapa kali melakukan pendekatan harga sesuai dengan yang ditetapkan appraisal, pemilik tanah belum memberikan jawaban pasti.
PPTK telah melakukan pendekatan pada 15 November 2017, namun pemilik tanah meminta waktu selama seminggu untuk memberikan jawaban. Pada 21 November PPTK kembali bertemu dengan pemilik tanah. Hasilnya pemilik tanah menolak harga yang ditetapkan oleh appraisal yakni Rp 1 miliar per are. Pemilik lahan meminta agar harganya sama dengan harga tanah yang dibebaskan di Tuban.
Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Pemkab Badung Made Surya Dharma pada waktu itu mengaku pernah menawarkan harga Rp 900 juta. Harga yang telah ditetapkan sekarang (Rp 1 miliar) merupakan hasil penilaian appraisal. Dimana appraisal mempunyai data dan penilaian yang valid dan bekerja secara independen.
Pihaknya mengaku tidak bisa lagi menaikkan harga, karena nilai Rp 1 miliar per are adalah hasil kajian tertinggi tim appraisal. Dirinya mengaku bekerja mengacu pada aturan dan landasan yang berlaku, dimana penilaian appraisal itulah yang dipakai dalam penawaran harga.
“Semula memang ditawarkan Rp 900 juta per are, tapi kami langsung tawarkan nilai kewajaran tertinggi appraisal senilai Rp 1 miliar per are. Lebih dari itu kami sudah tidak bisa lagi, karena itu kajian harga dari appraisal,” jelasnya.
Karena tak adanya kata sepakat pihaknya saat itu kembali memberikan waktu seminggu kepada pewaris lahan untuk rembug lagi. Jika warga sudah setuju dan menandatangani surat pernyataan persetujuan, maka uangnya akan segera dicairkan. Namun jika warga tidak sepakat, maka proses selanjutnya akan masuk ke Pengadilan Negeri Denpasar. Nanti apapun keputusan pengadilan, uang nilai pembebasan lahan akan dititipkan di pengadilan. Namun hingga saat ini pemilik tanah belum memberikan jawaban. *p
Proyek pelebaran jalan ini merupakan satu paket dengan proyek underpass Simpang Tugu Ngurah Rai di Tuban, Kecamatan Kuta. Namun dalam penetapan harga tanah warga yang terdampak proyek oleh appraisal berbeda. Untuk yang di Tuban ditetapkan harga Rp 2 miliar per are, sementara di Jimbaran Rp 1 miliar per are.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung Ida Bagus Surya Suamba dikonfirmasi, Minggu (10/12), menyatakan rencana pembebasan lahan di Simpang Jimbaran (simpang Unud – McDonald – Pizza Hut) sampai saat ini belum menemukan titik temu. Hingga kini kesepakatan itu telah melewati batas akhir 14 hari setelah pertemuan pada 21 November 2017. Dari segi aturan, jika tidak ada titik temu pembebasan tanah tersebut, uangnya akan dititipkan di Pengadilan Negeri Denpasar. Demikian pula jika ada keberatan dari masyarakat yang terkena dampak, seharusnya mengajukan keberatan ke pengadilan juga.
Namun demikian, Bagian Pemerintahan Pemkab Badung akan menyurati kembali masyarakat yang terkena dampak agar secepatnya memberikan jawaban atas surat yang telah diberikan. Apabila setuju agar bisa segera ditindaklanjuti, demikian pula jika keberatan akan diarahkan ke PN Denpasar untuk diproses. Karena jika pada saatnya nanti belum ada titik temu, yang akan memberikan keputusan harga atas pembebasan tanah nantinya adalah pihak Pengadilan Negeri Denpasar.
“Kedua opsi ini kami tempuh. Untuk harga tanah yang di Jimbaran ditetapkan mutlak oleh tim appraisal,” ujar Surya Suamba.
Terkait penetapan harga tanah ini pemerintah melalui Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) Pembebasan Lahan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung sebelumnya telah melakukan upaya pendekatan terhadap pemilik tanah. Setelah beberapa kali melakukan pendekatan harga sesuai dengan yang ditetapkan appraisal, pemilik tanah belum memberikan jawaban pasti.
PPTK telah melakukan pendekatan pada 15 November 2017, namun pemilik tanah meminta waktu selama seminggu untuk memberikan jawaban. Pada 21 November PPTK kembali bertemu dengan pemilik tanah. Hasilnya pemilik tanah menolak harga yang ditetapkan oleh appraisal yakni Rp 1 miliar per are. Pemilik lahan meminta agar harganya sama dengan harga tanah yang dibebaskan di Tuban.
Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Pemkab Badung Made Surya Dharma pada waktu itu mengaku pernah menawarkan harga Rp 900 juta. Harga yang telah ditetapkan sekarang (Rp 1 miliar) merupakan hasil penilaian appraisal. Dimana appraisal mempunyai data dan penilaian yang valid dan bekerja secara independen.
Pihaknya mengaku tidak bisa lagi menaikkan harga, karena nilai Rp 1 miliar per are adalah hasil kajian tertinggi tim appraisal. Dirinya mengaku bekerja mengacu pada aturan dan landasan yang berlaku, dimana penilaian appraisal itulah yang dipakai dalam penawaran harga.
“Semula memang ditawarkan Rp 900 juta per are, tapi kami langsung tawarkan nilai kewajaran tertinggi appraisal senilai Rp 1 miliar per are. Lebih dari itu kami sudah tidak bisa lagi, karena itu kajian harga dari appraisal,” jelasnya.
Karena tak adanya kata sepakat pihaknya saat itu kembali memberikan waktu seminggu kepada pewaris lahan untuk rembug lagi. Jika warga sudah setuju dan menandatangani surat pernyataan persetujuan, maka uangnya akan segera dicairkan. Namun jika warga tidak sepakat, maka proses selanjutnya akan masuk ke Pengadilan Negeri Denpasar. Nanti apapun keputusan pengadilan, uang nilai pembebasan lahan akan dititipkan di pengadilan. Namun hingga saat ini pemilik tanah belum memberikan jawaban. *p
1
Komentar