Gunakan Tenaga Kontrak dalam Penyusunan HPS
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI temukan sejumlah pelanggaran dalam proyek di RSUD Buleleng.
Proyek RSUD Buleleng Jadi Temuan
SINGARAJA, NusaBali
Salah satunya, pegawai kontrak terlibat dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) atas belanja cetak rekam medis, sehingga terjadi kelebihan bayar. Menyusul temuan BPK ini, Panitia Kerja (Panja) DPRD Buleleng pun berencana manggil manajemen RSUD Buleleng.
Temuan BPK terkait proyek RSUD Buleleng tersebut terungkap dalam laporan hasil pemeriksan (LHP) dengan tujuan tertentu atas belanja sarana dan prasarana kesehatan tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 (hingga Juni 2017, Red). BPK menemukan beberapa kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatutan yang perlu mendapat perhatian Pemkab Buleleng.
Informasi yang dihimpun NusaBali, Selasa (12/12), temuan BPK itu, antara lain, penyusunan HPS belanja cetak rekam medis di RSUD Bu-leleng tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 yang tidak sesuai kepatutan. Penyusunan HPS atas belanja cetak rekam medis justru dilakukan oleh pegawai kontrak RSUD Buleleng.
Konon, pegawai kontrak tersebut bertindak atas perintah lisan dari PPK Program Dana BLUD RSUD Buleleng. Dalam penyusunan itu, pegawai kontrak tersebut melaksanakan survei harga pada lima perusahaan percetakan di Singaraja dan Denpasar, masing masing PT TLG, UD DH, UD SG, UD SN, dan PT TG.
Namun, hasil pemeriksaan BPK menyebut dua dari lima perusahaan percetakan yang disurvei mengaku tidak pernah mendapatkan surat dari PPK RSUD Buleleng mengenai permohonan informasi harga. Kedua perusahaan itu juga menyatakan tidak pernah mengirimkan surat kepada PPK RSUD Buleleng perihal pemberian informasi harga.
Disebutkan pula, surat yang dijadikan PPK RSUD Buleleng sebagai kertas kerja penyusunan HPS, bukan dikeluarkan kedua perusahaan tersebut, mengingat perbedaan kop surat dan nama direktur. Terungkap pula, pegawai kontrak yang ditugasnya ternyata pengelola dari salah satu perusahaan percetakan yang disurvei dalam penyusunan HPS.
Gara-gara temuan itu, BPK menilai penyusunan HPS tidak didasarkan hasil survei, sehingga kewajaran dari nilai pengadaan barang cetak rekam medis tahun anggaran 2016 sebesar Rp1,231 miliar dan tahun anggaran 2017 sebesar Rp 779,2 juta masih diragukan. BPK menemukan belanja cetak rekam medis menjadi lebih mahal sekitar Rp 41,9 juta. Karenanya, UD DH harus megembalikan kelebihan bayar senilai Rp 41,9 juta ke kas daerah.
Bukan hanya itu, BPK juga temukan kelebihan bayar pada proyek pembangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Buleleng tahap II sebesar Rp 382,6 juta dan rehab Bangunan Kesehatan Gedung Flamboyan sebesar Rp 12,2 juta. Menyusul temuan BPK tersebut, DPRD Buleleng telah membentuk Panitia Kerja (Panja).
Ketua Panja DPRD Buleleng, Gede Wisnaya Wisna, mengakui pihaknya mendapat mandat untuk mencari tahu penyebab temuan-temuan BPK tersebut. Panja bisa membuat kajian untuk penerbitan rekomendasi ke Pemkab Buleleng. Menurut Wisnaya Misna, pihaknya akan panggil manajemen RSUD Buleleng terkait temuan BPK tersebut, Rabu (13/12) ini.
“Besok (hari ini, Red) kita akan panggil pihak manajemen dan Badan Pengawas RSUD Buleleng, sehingga kita bisa mendapat penjelasan terkait dengan temuan BPK,” tegas politisi Hanura asal Kelurahan Kampung Anyar, Kota Singaraja ini saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa kemarin.
Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng dr Nyoman Sutjidra SpOG tidak menampik adanya temuan BPK tersebut. Namun, Sutjidra mengakui temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng. Termasuk juga meningkatkan pengawasan dalam setiap program pembangunan fisik.
“Pak Bupati Buleleng (Putu Agus Suradnyana) sudah memanggil Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dan Direksi RSUD Buleleng untuk menekankan peningkatan pengawasan pada pembangunan fisik yang paling penting. Kalau yang bayar lebih, telah dikembalikan semua, administrasi sudah tidak ada masalah lagi. Karena ada kelebihan bayar ya kita tagih lagi dan masuk ke kas daerah,” politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Dikonfirmasi terpisah dari Singaraja, Rabu kemarin, Kepala Inspektorat Buleleng, Putu Yasa, belum bersedia memberikan penjelasan terkait temuan BPK di RSUD Buleleng. Alasannya, dia tengah berada di Jogjakarta. “Saya sedang di Jogjakarta, tidak pegang dokumen itu. Besok saya sudah balik. Coba besok ya, biar tidak salah nanti penjelasannya,” dalih Putu Yasa.
Sebelumnya, sejumlah kegiatan fisik di Dinas Kesehatan Buleleng juga jadi temuan BPK. Pelanggaran ditemukan BPK ketika pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap anggaran tahun 2016 dan tahun 2017 di Dinas Kesehatan. LHP tersebut telah disampaikan Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng, 28 November 2017. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Salah satunya, pegawai kontrak terlibat dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) atas belanja cetak rekam medis, sehingga terjadi kelebihan bayar. Menyusul temuan BPK ini, Panitia Kerja (Panja) DPRD Buleleng pun berencana manggil manajemen RSUD Buleleng.
Temuan BPK terkait proyek RSUD Buleleng tersebut terungkap dalam laporan hasil pemeriksan (LHP) dengan tujuan tertentu atas belanja sarana dan prasarana kesehatan tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 (hingga Juni 2017, Red). BPK menemukan beberapa kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatutan yang perlu mendapat perhatian Pemkab Buleleng.
Informasi yang dihimpun NusaBali, Selasa (12/12), temuan BPK itu, antara lain, penyusunan HPS belanja cetak rekam medis di RSUD Bu-leleng tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 yang tidak sesuai kepatutan. Penyusunan HPS atas belanja cetak rekam medis justru dilakukan oleh pegawai kontrak RSUD Buleleng.
Konon, pegawai kontrak tersebut bertindak atas perintah lisan dari PPK Program Dana BLUD RSUD Buleleng. Dalam penyusunan itu, pegawai kontrak tersebut melaksanakan survei harga pada lima perusahaan percetakan di Singaraja dan Denpasar, masing masing PT TLG, UD DH, UD SG, UD SN, dan PT TG.
Namun, hasil pemeriksaan BPK menyebut dua dari lima perusahaan percetakan yang disurvei mengaku tidak pernah mendapatkan surat dari PPK RSUD Buleleng mengenai permohonan informasi harga. Kedua perusahaan itu juga menyatakan tidak pernah mengirimkan surat kepada PPK RSUD Buleleng perihal pemberian informasi harga.
Disebutkan pula, surat yang dijadikan PPK RSUD Buleleng sebagai kertas kerja penyusunan HPS, bukan dikeluarkan kedua perusahaan tersebut, mengingat perbedaan kop surat dan nama direktur. Terungkap pula, pegawai kontrak yang ditugasnya ternyata pengelola dari salah satu perusahaan percetakan yang disurvei dalam penyusunan HPS.
Gara-gara temuan itu, BPK menilai penyusunan HPS tidak didasarkan hasil survei, sehingga kewajaran dari nilai pengadaan barang cetak rekam medis tahun anggaran 2016 sebesar Rp1,231 miliar dan tahun anggaran 2017 sebesar Rp 779,2 juta masih diragukan. BPK menemukan belanja cetak rekam medis menjadi lebih mahal sekitar Rp 41,9 juta. Karenanya, UD DH harus megembalikan kelebihan bayar senilai Rp 41,9 juta ke kas daerah.
Bukan hanya itu, BPK juga temukan kelebihan bayar pada proyek pembangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Buleleng tahap II sebesar Rp 382,6 juta dan rehab Bangunan Kesehatan Gedung Flamboyan sebesar Rp 12,2 juta. Menyusul temuan BPK tersebut, DPRD Buleleng telah membentuk Panitia Kerja (Panja).
Ketua Panja DPRD Buleleng, Gede Wisnaya Wisna, mengakui pihaknya mendapat mandat untuk mencari tahu penyebab temuan-temuan BPK tersebut. Panja bisa membuat kajian untuk penerbitan rekomendasi ke Pemkab Buleleng. Menurut Wisnaya Misna, pihaknya akan panggil manajemen RSUD Buleleng terkait temuan BPK tersebut, Rabu (13/12) ini.
“Besok (hari ini, Red) kita akan panggil pihak manajemen dan Badan Pengawas RSUD Buleleng, sehingga kita bisa mendapat penjelasan terkait dengan temuan BPK,” tegas politisi Hanura asal Kelurahan Kampung Anyar, Kota Singaraja ini saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa kemarin.
Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng dr Nyoman Sutjidra SpOG tidak menampik adanya temuan BPK tersebut. Namun, Sutjidra mengakui temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng. Termasuk juga meningkatkan pengawasan dalam setiap program pembangunan fisik.
“Pak Bupati Buleleng (Putu Agus Suradnyana) sudah memanggil Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dan Direksi RSUD Buleleng untuk menekankan peningkatan pengawasan pada pembangunan fisik yang paling penting. Kalau yang bayar lebih, telah dikembalikan semua, administrasi sudah tidak ada masalah lagi. Karena ada kelebihan bayar ya kita tagih lagi dan masuk ke kas daerah,” politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Dikonfirmasi terpisah dari Singaraja, Rabu kemarin, Kepala Inspektorat Buleleng, Putu Yasa, belum bersedia memberikan penjelasan terkait temuan BPK di RSUD Buleleng. Alasannya, dia tengah berada di Jogjakarta. “Saya sedang di Jogjakarta, tidak pegang dokumen itu. Besok saya sudah balik. Coba besok ya, biar tidak salah nanti penjelasannya,” dalih Putu Yasa.
Sebelumnya, sejumlah kegiatan fisik di Dinas Kesehatan Buleleng juga jadi temuan BPK. Pelanggaran ditemukan BPK ketika pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap anggaran tahun 2016 dan tahun 2017 di Dinas Kesehatan. LHP tersebut telah disampaikan Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng, 28 November 2017. *k19
1
Komentar