Warga 'Pro' Perbekel Nglurug Kantor Desa
BPD Tukadaya dituding berusaha melengserkan perbekel. Sementara BPD menyatakan hanya melaksanakan tugas, sedangkan keputusan sepenuhnya di tangan Bupati Jembrana.
NEGARA, NusaBali
Desakan sejumlah warga untuk menurunkan Perbekel Tukadaya I Made Budiasa, menyusul dugaan skandal perselingkuhan dengan istri warganya, berbuntut panjang. Kini giliran puluhan warga yang tidak terima dengan rencana pemberhentian perbekel, nglurug ke Kantor Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, Jumat (15/12).
Kedatangan puluhan warga di Kantor Desa Tukadaya tersebut, bertepatan dengan acara rapat koordinasi (rakor) kesiapan menjelang Tahun Baru 2018, oleh pihak desa. Sedianya rakor tersebut hanya diikuti para kelian banjar, bersama sejumlah tokoh masyarakat desa setempat. Tak ayal, keiikutsertaan puluhan warga itu, membuat ruang rapat penuh sesak.
Awalnya dalam rapat yang dipimpin Perbekel Tukadaya I Made Budiasa, itu memang dibahas mengenai sejumlah program termasuk upaya menjaga keamanan desa. Setelah selesai pemaparan, diberikan kesempatan warga untuk bertanya. Salah satu warga, Ketut Nirta, mengutarakan kekecewaan terhadap satu lembaga yang berusaha menjatuhkan perbekel, dan dinilai memunculkan kekisruhan belakangan ini. “Nama kami sebagai bagian masyarakat ikut dibawa-bawa. Padahal, di bawah kami pastikan tidak ada gejolak. Menurut kami ini juga menyangkut keamanan. Perbekel jangan seenaknya diturunkan,” kata Nirta.
Nirta secara gamblang menuding lembaga tersebut adalah Badan Permusyawaratan Desa (PBD). Menurutnya, BPD selaku perwakilan masyarakat tidak pantas begitu saja melengserkan perbekel, dengan membawa-bawa nama masyarakat. “BPD jangan makan gaji buta, jangan atasnamakan masyarakat. Jika BPD seperi itu turunkan saja BPD-nya,” ujar Nirta disambut sorakan warga yang ikut dalam rapat tersebut.
Mendengar hal itu, anggota BPD Tukadaya, Kade Sumerta, yang hadir di rapat itu membantah tudingan miring tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan BPD dalam menyikapi dugaan kasus perselingkuhan perbekel, merupakan kewajiban dengan dasar sayang pada desa.
“Secara pribadi saya tidak ada masalah dengan perbekel. Kami harapkan agar semua yang hadir bijaksana melihat. Apa yang dilaksanakan BPD sudah sesuai aturan dan melalui mekanisme. Kami menindaklanjuti laporan dan tuntutan warga yang datang ke kami,” katanya.
Sumerta menjelaskan, BPD tidak punya kewenangan memberhentikan perbekel. Namun, pihaknya memiliki kewajiban melaporkan setiap kejadian di desa. Yang berwenang memberhentikan perbekel adalah Bupati Jembrana. “Kami hanya melaksanakan tugas. Apa nanti keputusan Bupati, kami akan terima. Karena Bupati yang memutuskan. BPD tidak punya kewenangan memberhentikan perbekel. Tolong dimengerti itu,” tegasnya.
Mendengar ‘adu argumen’ tersebut, Perbekel Budiasa angkat bicara. Menurutnya, BPD memang bertugas sebagai penyalur aspirasi. Namun dia menilai aspirasi terkait masalahnya itu, diterima dari unsur yang tidak tepat. “Mungkin karena ada pihak yang melihat keretakan di desa, ada oknum-oknum punya kepentingan masuk. Karena itu mari kita tingkatkan komunikasi dan hubungan yang baik, sehingga tidak ada keretakan. Sehingga tidak ada yang masuk dan membuat situasi makin berkembang. Kami harapkan agar semua harmonis. Terkait keputusan, biarkan nanti keputusan dari atasan,” jelasnya.
Sejumlah kelian banjar yang hadir dalam rapat tersebut juga sempat angkat bicara. Seperti Kelian Banjar Kembang Sari Ketut Temon, serta Kelian Banjar Sarikuning Made Ayu Suarningsih, dan sejumlah kelian banjar lainnya, sama-sama menyampaikan sebenarnya tidak ada gejolak masyarakat di bawah. Karena dinilai sudah tidak ada masalah, rapat kemudian ditutup. Puluhan warga yang berharap tidak ada kekisruhan di internal kantor desa, akhirnya membubarkan diri dengan tertib. *ode
Desakan sejumlah warga untuk menurunkan Perbekel Tukadaya I Made Budiasa, menyusul dugaan skandal perselingkuhan dengan istri warganya, berbuntut panjang. Kini giliran puluhan warga yang tidak terima dengan rencana pemberhentian perbekel, nglurug ke Kantor Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, Jumat (15/12).
Kedatangan puluhan warga di Kantor Desa Tukadaya tersebut, bertepatan dengan acara rapat koordinasi (rakor) kesiapan menjelang Tahun Baru 2018, oleh pihak desa. Sedianya rakor tersebut hanya diikuti para kelian banjar, bersama sejumlah tokoh masyarakat desa setempat. Tak ayal, keiikutsertaan puluhan warga itu, membuat ruang rapat penuh sesak.
Awalnya dalam rapat yang dipimpin Perbekel Tukadaya I Made Budiasa, itu memang dibahas mengenai sejumlah program termasuk upaya menjaga keamanan desa. Setelah selesai pemaparan, diberikan kesempatan warga untuk bertanya. Salah satu warga, Ketut Nirta, mengutarakan kekecewaan terhadap satu lembaga yang berusaha menjatuhkan perbekel, dan dinilai memunculkan kekisruhan belakangan ini. “Nama kami sebagai bagian masyarakat ikut dibawa-bawa. Padahal, di bawah kami pastikan tidak ada gejolak. Menurut kami ini juga menyangkut keamanan. Perbekel jangan seenaknya diturunkan,” kata Nirta.
Nirta secara gamblang menuding lembaga tersebut adalah Badan Permusyawaratan Desa (PBD). Menurutnya, BPD selaku perwakilan masyarakat tidak pantas begitu saja melengserkan perbekel, dengan membawa-bawa nama masyarakat. “BPD jangan makan gaji buta, jangan atasnamakan masyarakat. Jika BPD seperi itu turunkan saja BPD-nya,” ujar Nirta disambut sorakan warga yang ikut dalam rapat tersebut.
Mendengar hal itu, anggota BPD Tukadaya, Kade Sumerta, yang hadir di rapat itu membantah tudingan miring tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan BPD dalam menyikapi dugaan kasus perselingkuhan perbekel, merupakan kewajiban dengan dasar sayang pada desa.
“Secara pribadi saya tidak ada masalah dengan perbekel. Kami harapkan agar semua yang hadir bijaksana melihat. Apa yang dilaksanakan BPD sudah sesuai aturan dan melalui mekanisme. Kami menindaklanjuti laporan dan tuntutan warga yang datang ke kami,” katanya.
Sumerta menjelaskan, BPD tidak punya kewenangan memberhentikan perbekel. Namun, pihaknya memiliki kewajiban melaporkan setiap kejadian di desa. Yang berwenang memberhentikan perbekel adalah Bupati Jembrana. “Kami hanya melaksanakan tugas. Apa nanti keputusan Bupati, kami akan terima. Karena Bupati yang memutuskan. BPD tidak punya kewenangan memberhentikan perbekel. Tolong dimengerti itu,” tegasnya.
Mendengar ‘adu argumen’ tersebut, Perbekel Budiasa angkat bicara. Menurutnya, BPD memang bertugas sebagai penyalur aspirasi. Namun dia menilai aspirasi terkait masalahnya itu, diterima dari unsur yang tidak tepat. “Mungkin karena ada pihak yang melihat keretakan di desa, ada oknum-oknum punya kepentingan masuk. Karena itu mari kita tingkatkan komunikasi dan hubungan yang baik, sehingga tidak ada keretakan. Sehingga tidak ada yang masuk dan membuat situasi makin berkembang. Kami harapkan agar semua harmonis. Terkait keputusan, biarkan nanti keputusan dari atasan,” jelasnya.
Sejumlah kelian banjar yang hadir dalam rapat tersebut juga sempat angkat bicara. Seperti Kelian Banjar Kembang Sari Ketut Temon, serta Kelian Banjar Sarikuning Made Ayu Suarningsih, dan sejumlah kelian banjar lainnya, sama-sama menyampaikan sebenarnya tidak ada gejolak masyarakat di bawah. Karena dinilai sudah tidak ada masalah, rapat kemudian ditutup. Puluhan warga yang berharap tidak ada kekisruhan di internal kantor desa, akhirnya membubarkan diri dengan tertib. *ode
Komentar