4 Embung Airnya Tidak Bisa Dikonsumsi, karena Tercemar
Embung yang airnya tercemar abu vulkanik masing-masing Embung Temukus di Desa Besakih, Embung Bantas di Desa Baturinggit, Embung Yehkori di Desa Jungutan, dan Embung Daya di Desa Ban
Dampak Lain Semburan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Agung di Karangasem Sebulan Terakhir
AMLAPURA, NusaBali
Empat (4) dari 18 embung di lereng Gunung Agung, Karangasem telah tercemar abu vulkanik dan gas belerang, sehingga air yang tertampungnya tidak layak untuk dikonsumsi. Masalahnya, di dasar embung (tempat penampungan air hujan) tersebut mengendap abu vulkanik yang mengandung racun.
Keempat embung yang airnya tercemar abu vulkanik hingga tak layak untuk konsumsi hewan ternak sekalipun, tersebar di beberaoa desa berbeda yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dalam radius 6 kilometer dari Gunung Agung. Pertama, Embung Temukus di Banjar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem. Embung yang dibangun tahun 2009 dengan biaya dari APBN sebesar Rp 11,329 miliar ini berukuran panjang 100 meter, lebar 40 meter, tinggi 5 meter, dengan kapasitas 16.750 meter kubik air.
Kedua, Embung Bantas di Banjar Bantas, Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karang-asem. Embung yang dibangun tahun 2007 dengan biaya dari APBN sebesar Rp 2,38 miliar ini memiliki ukuran panjang 80 meter, lebar 50 meter, dan tinggi 4 meter, dengan kapasitas 14.048 meter kubik air.
Ketiga, Embung Yehkori di Banjar Yehkori, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Embung yang Yehkori yang dibangun tahun 2006 dengan anggaran dari APBD Karangasem sebesar Rp 1,366 miliar ini berukuran panjang 49 meter, lebar 40 meter, dan tinggi 3 meter, dengan kapasitas 5.133 meter kubik air. Embung Yehkori selama ini melayani kebutuhan air untukl 180 kepala kelarga (KK).
Keempat, Embung Daya di Banjar Daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem. Em-bung yang dibangun tahun 2006 dengan biaya dari APBD Provinsi Bali sebesar Rp 1,098 miliar ini berukuran panjang 65 meter, lebar 30 meter, dan tinggi 4 meter, dengan kapasitas 6.408 meter kubik.
Kepala Desa (Perbekel) Ban, Kecamatan Kubu, I Wayan Potag, mengatakan wilayah desanya nyaris setiap hari terpapar hujan abu sejak erupsi Gunung Agung, sebulan lalu. Hal ini menyebabkan air dalam Embung Daya kotor dan beracun, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Menurut Perbekel Wayan Potag, abu vulkanik mengendap di dasar Embung Daya, ada pula yang kelihatan melayang-layang, hingga menyebabkan air keruh. "Ya, otomatis air Embung terpolusi abu vulkanik. Bukan saja tidak layak dikonsumsi karena mengandung abu, tapi Embung Daya sejak lama airnya bermasalah karena berbau," ungkap Perbekel Wayan Potag kepada NusaBali, beberapa hari lalu.
Paparan senada juga diungkapkan Perbekel Baturinggit, Kecamatan Kubu, I Nengah Nirka. Menujrut Perbekel Nengah Nirka, Embung Bantas telah tercemar abu vulkanik akibat erupsi Gunung Agung. "Di sini (Desa Baturinggit) kan sering terjadi hujan abu, otomatis air Embung tercemar," jelas Nengah Nirka.
Menurut Nengah Nirka, Embung Bantas yang dibangun tahun 2007 ini dikelola Desa Baturinggit dengan SK Perbekel Nomor 11 Tahun 2010. Embung Bantas yang berkapasitas 14.048 meter kubik selama ini melayani melayani kebutuhan air bersih untuk 95 kepala keluarga (KK) di Banjar Bantas.
Sementara, Embung Temukus di Banjar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang bukan hanya tercemar abu vulkanik dan gas belerang. Embung berharga Rp 11,329 miliar yang berkapasitas 16.750 meter kubik air ini juga dalam kondisi retak-retak di setiap sudutnya.
Petugas jaga Embung Temukus, I Kadek Mudana, sudah berinisiatif menguras air dalam Embung yang berada dalam ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (Dpl) tersebut bersama Kelian Banjar Temukus, Desa Besakih, I Wayan Sudiana. "Kami telah menguras airnya agar tidak menyebarkan bau tak sedap," ujar Kelian Banjar Wayan Sudiana kepada NusaBali.
Upaya pengurasan juga didukung petugas Koramil Rendang dan Polsek Rendang, Minggu (10/12) lalu. Tujuan dilakukan pengurasan, agar air yang tercemar nantinya tidak dimanfaatkan warga, meskipun mereka semuanya tengah mengungsi saat ini.
Menurut Wayan Sudiana, air embung tersebut selama ini digunakan untuk minum ternak dan mengairi lahan kebun bunga gumutir, ratna, ketela, dan tanaman jagung. Air Embung Temukus dimanfaatkan warga Banjar Temukus yang berpenduduk 910 jiwa, Banjar Kiduling Kreteg (yang berpenduduk 587 jiwa), dan Banjar Angsoka (yang berpenduduk 652 jiwa).
Sedangkan untuk kebutuhan air minum, warga setempat memilih mengambil air di Mata Air Kayoan Dedari, yang lokasinya cukup jauh. Sebagian warga lagi membeli dengan tanki. "Kami menguras air embung, agar air tidak terus menggenang. Sebab, air Embung Temukus telah terkontaminasi gas belerang dan endapan abu vulkanik. Di samping itu, airnya mengeluarkan bau busuk, karena ikan-ikan mati membusuk di dalam Embung itu," katanya. *k16
AMLAPURA, NusaBali
Empat (4) dari 18 embung di lereng Gunung Agung, Karangasem telah tercemar abu vulkanik dan gas belerang, sehingga air yang tertampungnya tidak layak untuk dikonsumsi. Masalahnya, di dasar embung (tempat penampungan air hujan) tersebut mengendap abu vulkanik yang mengandung racun.
Keempat embung yang airnya tercemar abu vulkanik hingga tak layak untuk konsumsi hewan ternak sekalipun, tersebar di beberaoa desa berbeda yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dalam radius 6 kilometer dari Gunung Agung. Pertama, Embung Temukus di Banjar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem. Embung yang dibangun tahun 2009 dengan biaya dari APBN sebesar Rp 11,329 miliar ini berukuran panjang 100 meter, lebar 40 meter, tinggi 5 meter, dengan kapasitas 16.750 meter kubik air.
Kedua, Embung Bantas di Banjar Bantas, Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karang-asem. Embung yang dibangun tahun 2007 dengan biaya dari APBN sebesar Rp 2,38 miliar ini memiliki ukuran panjang 80 meter, lebar 50 meter, dan tinggi 4 meter, dengan kapasitas 14.048 meter kubik air.
Ketiga, Embung Yehkori di Banjar Yehkori, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Embung yang Yehkori yang dibangun tahun 2006 dengan anggaran dari APBD Karangasem sebesar Rp 1,366 miliar ini berukuran panjang 49 meter, lebar 40 meter, dan tinggi 3 meter, dengan kapasitas 5.133 meter kubik air. Embung Yehkori selama ini melayani kebutuhan air untukl 180 kepala kelarga (KK).
Keempat, Embung Daya di Banjar Daya, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem. Em-bung yang dibangun tahun 2006 dengan biaya dari APBD Provinsi Bali sebesar Rp 1,098 miliar ini berukuran panjang 65 meter, lebar 30 meter, dan tinggi 4 meter, dengan kapasitas 6.408 meter kubik.
Kepala Desa (Perbekel) Ban, Kecamatan Kubu, I Wayan Potag, mengatakan wilayah desanya nyaris setiap hari terpapar hujan abu sejak erupsi Gunung Agung, sebulan lalu. Hal ini menyebabkan air dalam Embung Daya kotor dan beracun, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Menurut Perbekel Wayan Potag, abu vulkanik mengendap di dasar Embung Daya, ada pula yang kelihatan melayang-layang, hingga menyebabkan air keruh. "Ya, otomatis air Embung terpolusi abu vulkanik. Bukan saja tidak layak dikonsumsi karena mengandung abu, tapi Embung Daya sejak lama airnya bermasalah karena berbau," ungkap Perbekel Wayan Potag kepada NusaBali, beberapa hari lalu.
Paparan senada juga diungkapkan Perbekel Baturinggit, Kecamatan Kubu, I Nengah Nirka. Menujrut Perbekel Nengah Nirka, Embung Bantas telah tercemar abu vulkanik akibat erupsi Gunung Agung. "Di sini (Desa Baturinggit) kan sering terjadi hujan abu, otomatis air Embung tercemar," jelas Nengah Nirka.
Menurut Nengah Nirka, Embung Bantas yang dibangun tahun 2007 ini dikelola Desa Baturinggit dengan SK Perbekel Nomor 11 Tahun 2010. Embung Bantas yang berkapasitas 14.048 meter kubik selama ini melayani melayani kebutuhan air bersih untuk 95 kepala keluarga (KK) di Banjar Bantas.
Sementara, Embung Temukus di Banjar Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang bukan hanya tercemar abu vulkanik dan gas belerang. Embung berharga Rp 11,329 miliar yang berkapasitas 16.750 meter kubik air ini juga dalam kondisi retak-retak di setiap sudutnya.
Petugas jaga Embung Temukus, I Kadek Mudana, sudah berinisiatif menguras air dalam Embung yang berada dalam ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (Dpl) tersebut bersama Kelian Banjar Temukus, Desa Besakih, I Wayan Sudiana. "Kami telah menguras airnya agar tidak menyebarkan bau tak sedap," ujar Kelian Banjar Wayan Sudiana kepada NusaBali.
Upaya pengurasan juga didukung petugas Koramil Rendang dan Polsek Rendang, Minggu (10/12) lalu. Tujuan dilakukan pengurasan, agar air yang tercemar nantinya tidak dimanfaatkan warga, meskipun mereka semuanya tengah mengungsi saat ini.
Menurut Wayan Sudiana, air embung tersebut selama ini digunakan untuk minum ternak dan mengairi lahan kebun bunga gumutir, ratna, ketela, dan tanaman jagung. Air Embung Temukus dimanfaatkan warga Banjar Temukus yang berpenduduk 910 jiwa, Banjar Kiduling Kreteg (yang berpenduduk 587 jiwa), dan Banjar Angsoka (yang berpenduduk 652 jiwa).
Sedangkan untuk kebutuhan air minum, warga setempat memilih mengambil air di Mata Air Kayoan Dedari, yang lokasinya cukup jauh. Sebagian warga lagi membeli dengan tanki. "Kami menguras air embung, agar air tidak terus menggenang. Sebab, air Embung Temukus telah terkontaminasi gas belerang dan endapan abu vulkanik. Di samping itu, airnya mengeluarkan bau busuk, karena ikan-ikan mati membusuk di dalam Embung itu," katanya. *k16
1
Komentar