Peran Ibu Penting Sebagai Fungsi Penanaman Pendidikan
Hari ini merupakan Hari Ibu nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Desember setiap tahunnya.
Perempuan Tidak Boleh Putus Sekolah
DENPASAR
Tidak ada yang menyangsikan arti dan peranan seorang ibu dalam kehidupan. Termasuk juga dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan investasi masa depan. Pendidikan tidak hanya berkutat soal pelajaran di sekolah atau kampus. Jangan salah, pendidikan dari keluarga yakni orang tua justru yang utama. Menurut Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bali Tjokorda Istri Agung (TIA) Kusumawardhani, dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Ada disebut fungsi penanaman pendidikan, fungsi penumbuhan, dan fungsi pemeliharaan. Orang tua terutama ibu sangat memiliki peran dalam fungsi penanaman, yaitu menanamkan pendidikan pertama kepada sang anak. “Ada satu penelitian yang di luar negeri yang mengatakan bahwa satu keluarga dalam kehidupan kesehariannya menggunakan bahasa ibu, kedalaman nuraninya berlipat jauh lebih daripada anak yang tidak memakai bahasa ibu. Ini artinya begitu besar peran orang tua terhadap fungsi penanaman,” ungkapnya.
Jika sudah cukup umur untuk bersekolah, sekolah akan sebagai fungsi penumbuhan. Sedangkan fungsi pemeliharaan menjadi peran serta masyarakat. Namun, peran orang tua sebagai fungsi penanaman tidak bisa lepas begitu saja setelah anak masuk fungsi penumbuhan dan pemeliharaan.
“Tetap fungsi penanaman dan pemeliharaan harus dilakukan. Misalnya ketika siswa sudah pulang sekolah, dan ternyata tidak pulang ke rumah, malah berdua-duaan di jalanan, disinilah peran serta masyarakat. Orang tuanya berpikir mungkin anaknya sedang les, padahal sudah pulang sekolah. Nah ini perlu peranan masyarakat dalam kapasitas kegiatan yang tidak tepat,” kata TIA.
TIA pun berharap tidak ada lagi anak perempuan putus sekolah atau dinomorduakan oleh orang tuanya dalam mengenyam pendidikan di sekolah. Justru, anak perempuan harus diberikan kesempatan seluas-luasnya agar berpendidikan dan nantinya mampu menanamkan pendidikan dini kepada generasi-generasi selanjutnya.
“Ada disebutkan begini. Mendidik satu anak laki-laki sama dengan mendidik satu keluarga. Mendidik satu anak perempuan sama dengan mendidik anak bangsa. Artinya begitu besar peranan keluarga dalam menumbuhkembangkan anak terutama anak perempuan. Jadi mindset menomorduakan anak perempuan harus dikikis oleh para orang tua, dan di Bali itu sudah mulai dilakukan,” imbuhnya.
Bagi TIA, anak perempuan itu harus dibangun. Karena perempuan yang menjadi pengantar keluarganya akan menjadi seperti apa. “Jika anak perempuan putus sekolah, cuma disayang dan didiamkan di rumah, lalu tidak mengenyam pendidikan lebih luas, ya tidak akan ada kemajuan. Kalau anak perempuan secara tidak langsung dalam satu keluarga, kita sangat yakin, kalau perempuannya sudah baik, masalah yang lain itu 50 persen sudah tertangani. Tapi kalau perempuannya sudah tidak bagus, ya kita tidak punya 50 persen, tapi harus berjalan dari nol,” ujarnya.
Karena itu pihaknya berharap, anak perempuan harusnya diberikan ruang sebanyak-banyaknya untuk menikmati pendidikan. Sementara tantangan sebagai perempuan semakin berat ke depan, karena perubahan akan begitu cepat. Karena itu, semua anak harus menikmati pendidikan sebanyak-banyaknya tanpa ada yang dinomorduakan.
“Bagi orang tua, pendidikan adalah investasi luar biasa. Di satu sisi bisa mengubah sisi ekonomi orang tua. Karena hanya melalui pendidikanlah seseorang bisa maju. Karena itu perempuan juga harus berpendidikan,” katanya. *ind
Komentar