Pakraman Banyuasri Tuntut Kelola Pasar
Pasca pungutan dana punia dihentikan, Desa Pakraman Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng menuntut pengelolaan Pasar Banyuasri.
Terkait Penghentian Pungutan Dana Punia
SINGARAJA, NusaBali
Sikap itu disampaikan dalam mediasi antara Pakraman dengan para pedagang yang difasiliasi oleh PD Pasar, Kamis (21/12) pagi di ruang pertemuan Kantor PD Pasar di Jalan A Yani Singaraja. Mediasi itu dihadiri oleh Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan, dan Kesra Setkab Buleleng, Ida Bangus Made Geriastika.
Dalam mediasi itu, ada dua tuntutan yang disampaikan pihak Pakraman Banyuasri. Pertama, agar tetap diizinkan ada pungutan dana punia terhadap para pedagang yang ada di Pasar Tumpah. Kedua, Pakraman ingin menjalin sinergi dengan PD Pasar dalam pengelolaan Pasar Banyuasri. Alasan yang disampaikan, dana yang dihimpun dari para pedagang seluruhnya dipakai biaya operasional Pakraman, terutama untuk biaya upacara Yadnya yang diperkirakan menghabiskan dana hingga ratusan juta pertahunnya. “Dana-dana itu kami pakai untuk menutup biaya-biaya upacara. Karena walaupun kami mendapat dana BKK, tetapi belum cukup untuk membiayai seluruh upacara keagamaan, baik di Pura Kahyangan Tiga dan Pura lainnya termasuk kami juga melaksanakan Upacara Tawur Kasanga setiap tahunnya,” terang Kelian Banjar Adat Banyuasri Kelod Jero Mangku Made Susila.
Selain menutup biaya operasional, keinginan mendapat sumbangan itu karena para pedagang dianggap sebagai Krama Tamiu yang mencari rezeki di Wewidangan Pakraman Banyuasri. Sehingga Pakraman ikut memiliki tanggungjawab atas semua kegiatan yang ada di wewidangan Banyuasri. “Kami tidak punya pelaba (penghasilan,red), sedangkan kegiatan Yadnya rutin kami lakukan setiap tahun. Kami harap PD Pasar dan pedagang bisa memaklumi,” imbuhnya.
Sementara Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan, dan Kesra Ida Bagus Geriastika usai mediasi mengatakan, sudah ada titik terang terkait dengan pungutan kepada para pedagang. Dikatakan, pungutan yang dimaksud nanti sifatnya tidak mengikat, tergantung dari kerelaan dari para pedagang. “Pungutan nanti itu sifatnya sukarela, jadi sepanjang tidak mengikat silakan. Nah inilah tujuan dari pertemuan mediasi itu. Namanya sukarela, terserah para pedagang memberikan sumbangan, dan juga tidak setiap hari,” katanya.
Sedangkan terkait dengan tuntutan pengelolaan pasar, Geriastika menegaskan belum bisa memutuskan karena harus dicarikan dasar hukumnya. Sehingga sinergisitas pengelolaan Pasar Banyuasri antara PD Pasar dengan Pakraman dapat terjalin dengan baik. “Khusus keinginan bersinergi dengan PD Pasar dalam mengelola pasar, ini masih perlu dibahas lebih lanjut. Nanti saya akan berkoordinasi dulu dengan Asisten Administrasi Pemerintahan mencari dasar hukumnya,” terang mantan Camat Banjar ini.
Sementara para pedagang dalam pertemuan itu setuju dengan pungutan sukarela tersebut. Mereka menilai pungutan sukarela itu tidak akan memberatkan, apalagi dilakukan sewaktu-waktu ketika ada upacara yadnya.
Sebelumnya Pakraman Banyuasri lakukan pungutan dengan kupon dana punia kepada seluruh pedagang di Pasar Tumpah Banyuasri dengan nilai bervariasi mulai dari Rp 2.000-5.000 perhari. Para pedagang pun mengeluh dengan pungutan tersebut. Akhirnya Pemkab Buleleng melalui pertemuan yang melibatkan Pakraman Banyuasri dan PD Pasar melarang pungutan tersebut karena melanggar regulasi yang ada. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Sikap itu disampaikan dalam mediasi antara Pakraman dengan para pedagang yang difasiliasi oleh PD Pasar, Kamis (21/12) pagi di ruang pertemuan Kantor PD Pasar di Jalan A Yani Singaraja. Mediasi itu dihadiri oleh Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan, dan Kesra Setkab Buleleng, Ida Bangus Made Geriastika.
Dalam mediasi itu, ada dua tuntutan yang disampaikan pihak Pakraman Banyuasri. Pertama, agar tetap diizinkan ada pungutan dana punia terhadap para pedagang yang ada di Pasar Tumpah. Kedua, Pakraman ingin menjalin sinergi dengan PD Pasar dalam pengelolaan Pasar Banyuasri. Alasan yang disampaikan, dana yang dihimpun dari para pedagang seluruhnya dipakai biaya operasional Pakraman, terutama untuk biaya upacara Yadnya yang diperkirakan menghabiskan dana hingga ratusan juta pertahunnya. “Dana-dana itu kami pakai untuk menutup biaya-biaya upacara. Karena walaupun kami mendapat dana BKK, tetapi belum cukup untuk membiayai seluruh upacara keagamaan, baik di Pura Kahyangan Tiga dan Pura lainnya termasuk kami juga melaksanakan Upacara Tawur Kasanga setiap tahunnya,” terang Kelian Banjar Adat Banyuasri Kelod Jero Mangku Made Susila.
Selain menutup biaya operasional, keinginan mendapat sumbangan itu karena para pedagang dianggap sebagai Krama Tamiu yang mencari rezeki di Wewidangan Pakraman Banyuasri. Sehingga Pakraman ikut memiliki tanggungjawab atas semua kegiatan yang ada di wewidangan Banyuasri. “Kami tidak punya pelaba (penghasilan,red), sedangkan kegiatan Yadnya rutin kami lakukan setiap tahun. Kami harap PD Pasar dan pedagang bisa memaklumi,” imbuhnya.
Sementara Asisten Administrasi Perekonomian, Pembangunan, dan Kesra Ida Bagus Geriastika usai mediasi mengatakan, sudah ada titik terang terkait dengan pungutan kepada para pedagang. Dikatakan, pungutan yang dimaksud nanti sifatnya tidak mengikat, tergantung dari kerelaan dari para pedagang. “Pungutan nanti itu sifatnya sukarela, jadi sepanjang tidak mengikat silakan. Nah inilah tujuan dari pertemuan mediasi itu. Namanya sukarela, terserah para pedagang memberikan sumbangan, dan juga tidak setiap hari,” katanya.
Sedangkan terkait dengan tuntutan pengelolaan pasar, Geriastika menegaskan belum bisa memutuskan karena harus dicarikan dasar hukumnya. Sehingga sinergisitas pengelolaan Pasar Banyuasri antara PD Pasar dengan Pakraman dapat terjalin dengan baik. “Khusus keinginan bersinergi dengan PD Pasar dalam mengelola pasar, ini masih perlu dibahas lebih lanjut. Nanti saya akan berkoordinasi dulu dengan Asisten Administrasi Pemerintahan mencari dasar hukumnya,” terang mantan Camat Banjar ini.
Sementara para pedagang dalam pertemuan itu setuju dengan pungutan sukarela tersebut. Mereka menilai pungutan sukarela itu tidak akan memberatkan, apalagi dilakukan sewaktu-waktu ketika ada upacara yadnya.
Sebelumnya Pakraman Banyuasri lakukan pungutan dengan kupon dana punia kepada seluruh pedagang di Pasar Tumpah Banyuasri dengan nilai bervariasi mulai dari Rp 2.000-5.000 perhari. Para pedagang pun mengeluh dengan pungutan tersebut. Akhirnya Pemkab Buleleng melalui pertemuan yang melibatkan Pakraman Banyuasri dan PD Pasar melarang pungutan tersebut karena melanggar regulasi yang ada. *k19
Komentar