92 Orang Duktang Tak Beridentitas 'Digiring' ke Polsek Kuta Selatan
Sebanyak 92 orang penduduk pendatang (duktang) yang tinggal di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan (Kutsel), Badung, terjaring razia kependudukan yang digelar pihak kelurahan, Rabu (27/12).
MANGUPURA, NusaBali
Puluhan duktang yang dokumen kependudukannya tidak lengkap itu digiring ke Polsek Kutsel untuk dibina. Jika sebelumnya duktang yang dokumen kependudukannya tidak lengkap diarahkan ke kantor lurah, kini diserahkan ke Polsek. Lurah Benoa I Wayan Solo mengakui para duktang diarahkan ke Polsek itu sesuai dengan hasil rapat koordinasi bersama di kantor camat Kuta Selatan terkait pengamanan Natal dan tahun baru.
Hasil rapat koordinasi dan dipertegas dalam pembentukan pengamanan terpadu di tingkat kelurahan, pelanggar langsung diarahkan ke Polsek Kutsel. Dikatakan dalam rapat saat itu para kepala lingkungan menanyakan regulasi penanganan duktang tak beridentitas, agar tak disangka praktik pungutan liar (pungli). Dengan tegas Kapolsek Kuta Selatan Kompol Nengah Patrem mempersilakan untuk diarahkan ke Mapolsek Kutsel.
“Perlu saya jelaskan kenapa baru pertama kalinya hasil razia ini kami serahkan ke Polsek. Ini tak terlepas karena adanya semacam peringatan dan bahkan ‘ancaman’ terhadap para petugas kami di lapangan, dalam hal ini tim sidak lingkungan. Sebelumnya duktang yang tak beridentitas dikenakan sanksi administrasi, kini tak boleh dikenakan sanksi administrasi karena dikategorikan pungutan liar,” tutur Solo, Rabu (27/12).
Terkait adanya larangan tak boleh memiliki identitas lain selain e-KTP, Solo berpendapat agar hal itu dikaji lagi. Menurutnya pendataan ulang duktang di tingkat kelurahan dan diberikan identitas selaku duktang sangat penting dilakukan. Pendataan itu tujuannya agar duktang itu mudah dipantau dan dikenali.
“Belakangan santer dibicarakan bahwa tak boleh ada identitas lain selain e-KTP, kalau berani ancamannya dibui. Saya mengambil contoh misalnya ada warga pendatang memiliki KTP. Siapa yang tahu ada satu musibah yang tak diinginkan kejadian di jalan dan meninggal dunia. Setelah dilihat dia bawa KTP tetapi tidak diketahui yang bersangkutan berdomisili di mana. Saat itulah identitas yang dikeluarkan oleh kelurahan itu berguna,” kata Solo.
Diakuinya, sebagai lurah dan selaku pengawal birokrasi terdepan bidang pemerintahan, sebetulnya sangat menyayangkan larangan itu. “Kalau bicara UU kan itu diturunkan ke peraturan yang lebih kecil lagi seperti Pergub dan Perbup. Artinya Gubernur dan Bupati memiliki otoritas untuk membuat aturan. Kalau berbicara adat juga diakui oleh UU. UU itu tak mungkin bisa menyebutkan secara detail seperti aturan duktang,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Forum Kaling se-Kelurahan Benoa Nyoman Sueta dan Kaling Mumbul Nyoman Astawa. Menurut Sueta penertiban tersebut sebagai bukti di lapangan kalau banyak pendatang tanpa identitas di Benoa. “Jadi silakan diproses, apakah harus dipulangkan atau bagaimana. Intinya kami tidak ingin ada warga tanpa identitas di lingkungan kami. Kalau masih kami temukan tentu akan kami pertanyakan,” ucap Sueta.
Sementara itu, Kapolsek Kuta Selatan Kompol Nengah Patrem menjelaskan sebagain besar duktang yang terjaring razia adalah pekerja proyek dari Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk menanganinya pihaknya telah memanggil mandor dari para pekerja yang terjaring.
“Kami meminta komitmen dari mandor mereka. Setelah dipanggil mereka bersedia untuk memulangkan pekerja yang sama sekali tak beridentitas. Karena sudah ada komitmen mereka kami kembalikan dengan catatan tiga hari ke depan semuanya sudah dipulangkan. Mereka (mandor) wajib lapor, jika tak mengindahkan, mandor bisa diproses karena mereka mempekerjakan tenaga tanpa identitas,” tuturnya. *p
Puluhan duktang yang dokumen kependudukannya tidak lengkap itu digiring ke Polsek Kutsel untuk dibina. Jika sebelumnya duktang yang dokumen kependudukannya tidak lengkap diarahkan ke kantor lurah, kini diserahkan ke Polsek. Lurah Benoa I Wayan Solo mengakui para duktang diarahkan ke Polsek itu sesuai dengan hasil rapat koordinasi bersama di kantor camat Kuta Selatan terkait pengamanan Natal dan tahun baru.
Hasil rapat koordinasi dan dipertegas dalam pembentukan pengamanan terpadu di tingkat kelurahan, pelanggar langsung diarahkan ke Polsek Kutsel. Dikatakan dalam rapat saat itu para kepala lingkungan menanyakan regulasi penanganan duktang tak beridentitas, agar tak disangka praktik pungutan liar (pungli). Dengan tegas Kapolsek Kuta Selatan Kompol Nengah Patrem mempersilakan untuk diarahkan ke Mapolsek Kutsel.
“Perlu saya jelaskan kenapa baru pertama kalinya hasil razia ini kami serahkan ke Polsek. Ini tak terlepas karena adanya semacam peringatan dan bahkan ‘ancaman’ terhadap para petugas kami di lapangan, dalam hal ini tim sidak lingkungan. Sebelumnya duktang yang tak beridentitas dikenakan sanksi administrasi, kini tak boleh dikenakan sanksi administrasi karena dikategorikan pungutan liar,” tutur Solo, Rabu (27/12).
Terkait adanya larangan tak boleh memiliki identitas lain selain e-KTP, Solo berpendapat agar hal itu dikaji lagi. Menurutnya pendataan ulang duktang di tingkat kelurahan dan diberikan identitas selaku duktang sangat penting dilakukan. Pendataan itu tujuannya agar duktang itu mudah dipantau dan dikenali.
“Belakangan santer dibicarakan bahwa tak boleh ada identitas lain selain e-KTP, kalau berani ancamannya dibui. Saya mengambil contoh misalnya ada warga pendatang memiliki KTP. Siapa yang tahu ada satu musibah yang tak diinginkan kejadian di jalan dan meninggal dunia. Setelah dilihat dia bawa KTP tetapi tidak diketahui yang bersangkutan berdomisili di mana. Saat itulah identitas yang dikeluarkan oleh kelurahan itu berguna,” kata Solo.
Diakuinya, sebagai lurah dan selaku pengawal birokrasi terdepan bidang pemerintahan, sebetulnya sangat menyayangkan larangan itu. “Kalau bicara UU kan itu diturunkan ke peraturan yang lebih kecil lagi seperti Pergub dan Perbup. Artinya Gubernur dan Bupati memiliki otoritas untuk membuat aturan. Kalau berbicara adat juga diakui oleh UU. UU itu tak mungkin bisa menyebutkan secara detail seperti aturan duktang,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Forum Kaling se-Kelurahan Benoa Nyoman Sueta dan Kaling Mumbul Nyoman Astawa. Menurut Sueta penertiban tersebut sebagai bukti di lapangan kalau banyak pendatang tanpa identitas di Benoa. “Jadi silakan diproses, apakah harus dipulangkan atau bagaimana. Intinya kami tidak ingin ada warga tanpa identitas di lingkungan kami. Kalau masih kami temukan tentu akan kami pertanyakan,” ucap Sueta.
Sementara itu, Kapolsek Kuta Selatan Kompol Nengah Patrem menjelaskan sebagain besar duktang yang terjaring razia adalah pekerja proyek dari Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk menanganinya pihaknya telah memanggil mandor dari para pekerja yang terjaring.
“Kami meminta komitmen dari mandor mereka. Setelah dipanggil mereka bersedia untuk memulangkan pekerja yang sama sekali tak beridentitas. Karena sudah ada komitmen mereka kami kembalikan dengan catatan tiga hari ke depan semuanya sudah dipulangkan. Mereka (mandor) wajib lapor, jika tak mengindahkan, mandor bisa diproses karena mereka mempekerjakan tenaga tanpa identitas,” tuturnya. *p
Komentar