Puluhan Hektare Sawah Krisis Air
Akibat diterjang banjir lumpur erupsi Gunung Agung, sampai saat ini puluhan hektare sawah di Klungkung belum mendapat aliran air.
SEMARAPURA, NusaBali
Krisis air ini sudah terjadi sejak sebulan lalu, sehingga petani yang sudah terlanjur menanam padi terancam rugi. Macetnya saluran irigas tersebut karena sejumlah saluran irigasi ditutup lumpur erupsi Gunung Agung yang mengandung zat belerang. Sehingga jika dialirkan ke sawah akan membahayakan pertumbuhan padi. Petani hanya bisa menganalkan air hujan untuk mengairi sawah.
Wayan Sukarma seorang petani di Subak Toya Hee, Desa Gelgel, Klungkung mengakui dampak dari kondisi ini. Akibatnya, dirinya mengalami kerugian hingga ratusan ribu rupiah. Karena bibit padi jenis ciherang sebanyak 15 kg sudah disemainya, namun tidak bisa ditanam akibat ketiadaan air. “Saya tetap biarkan ditanam, sekarang sudah berumur 40 hari,” katanya.
Mulanya, bibit padi tesebut akan ditanam usai menanam cabai, sehingga melihat situasi seperti ini Sukarma akan menanam jagung, namun tetap melihat situasi cuaca ke depannya. Jika tidak mendapat aliran air dan tidak ada hujan juga akan percuma karena tanaman itu akan mati. “Tanahnya sudah padat,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Gede Juanida mengatakan berdasarkan pengamatan secara kasat mata, bisa dilihat langsung kalau air di Tukad Unda mengalami perubahan akibat banjir lumpur. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida untuk memastikan bahwa air Sungai Unda sudah cukup aman untuk mengairi sawah-sawah para petani.
Karena dalam hal ini BWS mempunyai kewenangan untuk itu, namun dikhawatirkan karena masih berlumpur dan mengendap pada saluran irigasi subak. “Tentu lumpur itu juga kurang bagus untuk pertanian,” katanya.
Sementara itu, banjir lumpur juga membuat pendangkalan juga terjadi pada cek dam yang berada di bantaran Tukad Unda, wilayah Desa Tangkas, Klungkung. Perbekel Desa Tangkas I Wayan Tilem mengatakan cek dam tersebut juga berfungsi untuk akses penyeberangan. Kini menyebabkan warga tidak bisa melintas. “Kami sudah berkoordinasi dengan BWS Bali-Penida agar mendapat penanganan berupa pengerukan.*wan
Wayan Sukarma seorang petani di Subak Toya Hee, Desa Gelgel, Klungkung mengakui dampak dari kondisi ini. Akibatnya, dirinya mengalami kerugian hingga ratusan ribu rupiah. Karena bibit padi jenis ciherang sebanyak 15 kg sudah disemainya, namun tidak bisa ditanam akibat ketiadaan air. “Saya tetap biarkan ditanam, sekarang sudah berumur 40 hari,” katanya.
Mulanya, bibit padi tesebut akan ditanam usai menanam cabai, sehingga melihat situasi seperti ini Sukarma akan menanam jagung, namun tetap melihat situasi cuaca ke depannya. Jika tidak mendapat aliran air dan tidak ada hujan juga akan percuma karena tanaman itu akan mati. “Tanahnya sudah padat,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Klungkung Ida Bagus Gede Juanida mengatakan berdasarkan pengamatan secara kasat mata, bisa dilihat langsung kalau air di Tukad Unda mengalami perubahan akibat banjir lumpur. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida untuk memastikan bahwa air Sungai Unda sudah cukup aman untuk mengairi sawah-sawah para petani.
Karena dalam hal ini BWS mempunyai kewenangan untuk itu, namun dikhawatirkan karena masih berlumpur dan mengendap pada saluran irigasi subak. “Tentu lumpur itu juga kurang bagus untuk pertanian,” katanya.
Sementara itu, banjir lumpur juga membuat pendangkalan juga terjadi pada cek dam yang berada di bantaran Tukad Unda, wilayah Desa Tangkas, Klungkung. Perbekel Desa Tangkas I Wayan Tilem mengatakan cek dam tersebut juga berfungsi untuk akses penyeberangan. Kini menyebabkan warga tidak bisa melintas. “Kami sudah berkoordinasi dengan BWS Bali-Penida agar mendapat penanganan berupa pengerukan.*wan
Komentar