Eks Pengurus Komite Bongkar Mark up Harga
Kisruh Pengadaan Seragam di SMPN 2 Sawan
SINGARAJA, NusaBali
Sempat reda, kisruh pengadaan pakaian seragam Pramuka di SMPN 2 Sawan kembali bergulir. Kali ini, mencuatnya kisruh itu dugaan akibat pembagian fee yang tidak merata. Konon dalam pengadaan pakaian seragam siswa tahun ajaran 2017/2018, terjadi mark up harga. Semula harga pakaian untuk tiga setel, putih biru, batik, dan Pramuka hanya sebesar Rp 450.000 per siswa. Namun, harga itu di mark up sebesar Rp 150.000, sehingga per siswa dikenakan harga sebesar Rp 600.000.
Dugaan tersebut dibongkar oleh mantan pengurus Komite SMPN 2 Sawan, Kadek Bendesa, yang secara khusus datang ke Radio Guntur, Jalan Gempol Singaraja memberikan keterangan pers, Senin (8/1) pagi. Kadek Bendesa, ketika tercatat sebagai pengurus Komite mengungkap kisruh pengadaan seragam Pramuka di SMPN 2 Sawan. Kala itu ia mendampingi para orangtua siswa mempertanyakan keterlambatan pembagian seragam Pramuka kepada siswa kelas 7.
Kali ini Bendesa kembali membongkar dugaan bagi-bagi fee dengan jalan menaikkan harga seragam. Menurut Bendesa, hasil mark up harga itu terkumpul sekitar Rp 15 juta, dengan jumlah siswa kala itu diperkirakan sebanyak 300 orang. Uang yang terkumpul akibat dugaan mark up harga itu kemudian dibagi, dimana komite sekolah kabarnya kebagian Rp 7 juta. Sisanya diduga mengalir ke sejumlah pihak di lingkungan sekolah. “Saya sempat tanyakan sisa fee itu, katanya dibagikan kepada para guru dan pegawai di sekolah,” ungkapnya.
Nah, uang yang mengalir ke Komite ini diduga kuat menjadi pemicu mencuatnya kisruh pengadaan seragam. Konon karena jatah Komite tersebut tidak dibagi merata pada anggota Komite. Kadek Bendesa mengaku mendapat jatah pembagian fee atas mark up harga seragam tersebut sebesar Rp 2 juta. “Fee ke Komite Rp 7 juta, saya diberikan uang dua juta, sisanya lagi yang tujuh juta, masih dibawa oleh Pak Suterisna (salah satu guru,red),” beber Bendesa.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komite SMPN 2 Sawan, Gede Maharjaya membantah tuduhan ada bagi-bagi fee dengan cara mark up harga seragam. Dikatakan, dalam pengadaan seragam tersebut, orang tua siswa yang berhubungan langsung dengan pihak konveksi. Sehingga masalah harga berdasar kesepakatan pihak orang tua siswa dengan pihak konveksi. “Sepengetahuan saya, orang tua siswa yang langsung berhubungan dengan konveksi. Tidak ada mark up harga di situ,” katanya.
Maharjaya mengakui ada sumbangan dari pihak konveksi atas pengadaan seragam tersebut. Namun, ia mengaku tidak tahu nilai dari sumbangan tersebut. “Kalau ada sumbangan saya tahu informasinya itu, tetapi besarannya saya tidak tahu. Saya setuju ada sumbangan itu, karena untuk pembuatan Pos Satpam, jadi saya setuju karena untuk kepentingan sekolah,” terangnya.
Sementara Ketut Sutrisna yang dikonfirmasi pertelepon mengakui menerima dana sebesar Rp 7 juta dari pihak konveksi. Dana yang diterimanya itu adalah sumbangan dari pihak konveksi untuk rehab Pos Satpam. “Dari pihak konveksi memberikan dana katanya dana itu sumbangan, karena memang ada rehab Pos Satpam. Tetapi Pak Bendesa itu yang ngotot minta dana dua juta. Jadi karena ngotot saya berikan, sehingga rehap Pos Satpam dari dana lima juta itu,” terangnya.
Kisruh pengadaan saragam di SMPN 2 Sawan ini mencuat pada November 2017 lalu. Kala itu sejumlah orang tua mempertanyakan seragam Pramuka, karena anak mereka belum menerima jatah setelan Pramuka. Para orangtua ini mengaku telah melunasi biaya pengadaan seragam tersebut. Kisruh itu pun ditangani oleh Pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng, hingga akhirnya kisruh itu reda. *k19
Dugaan tersebut dibongkar oleh mantan pengurus Komite SMPN 2 Sawan, Kadek Bendesa, yang secara khusus datang ke Radio Guntur, Jalan Gempol Singaraja memberikan keterangan pers, Senin (8/1) pagi. Kadek Bendesa, ketika tercatat sebagai pengurus Komite mengungkap kisruh pengadaan seragam Pramuka di SMPN 2 Sawan. Kala itu ia mendampingi para orangtua siswa mempertanyakan keterlambatan pembagian seragam Pramuka kepada siswa kelas 7.
Kali ini Bendesa kembali membongkar dugaan bagi-bagi fee dengan jalan menaikkan harga seragam. Menurut Bendesa, hasil mark up harga itu terkumpul sekitar Rp 15 juta, dengan jumlah siswa kala itu diperkirakan sebanyak 300 orang. Uang yang terkumpul akibat dugaan mark up harga itu kemudian dibagi, dimana komite sekolah kabarnya kebagian Rp 7 juta. Sisanya diduga mengalir ke sejumlah pihak di lingkungan sekolah. “Saya sempat tanyakan sisa fee itu, katanya dibagikan kepada para guru dan pegawai di sekolah,” ungkapnya.
Nah, uang yang mengalir ke Komite ini diduga kuat menjadi pemicu mencuatnya kisruh pengadaan seragam. Konon karena jatah Komite tersebut tidak dibagi merata pada anggota Komite. Kadek Bendesa mengaku mendapat jatah pembagian fee atas mark up harga seragam tersebut sebesar Rp 2 juta. “Fee ke Komite Rp 7 juta, saya diberikan uang dua juta, sisanya lagi yang tujuh juta, masih dibawa oleh Pak Suterisna (salah satu guru,red),” beber Bendesa.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komite SMPN 2 Sawan, Gede Maharjaya membantah tuduhan ada bagi-bagi fee dengan cara mark up harga seragam. Dikatakan, dalam pengadaan seragam tersebut, orang tua siswa yang berhubungan langsung dengan pihak konveksi. Sehingga masalah harga berdasar kesepakatan pihak orang tua siswa dengan pihak konveksi. “Sepengetahuan saya, orang tua siswa yang langsung berhubungan dengan konveksi. Tidak ada mark up harga di situ,” katanya.
Maharjaya mengakui ada sumbangan dari pihak konveksi atas pengadaan seragam tersebut. Namun, ia mengaku tidak tahu nilai dari sumbangan tersebut. “Kalau ada sumbangan saya tahu informasinya itu, tetapi besarannya saya tidak tahu. Saya setuju ada sumbangan itu, karena untuk pembuatan Pos Satpam, jadi saya setuju karena untuk kepentingan sekolah,” terangnya.
Sementara Ketut Sutrisna yang dikonfirmasi pertelepon mengakui menerima dana sebesar Rp 7 juta dari pihak konveksi. Dana yang diterimanya itu adalah sumbangan dari pihak konveksi untuk rehab Pos Satpam. “Dari pihak konveksi memberikan dana katanya dana itu sumbangan, karena memang ada rehab Pos Satpam. Tetapi Pak Bendesa itu yang ngotot minta dana dua juta. Jadi karena ngotot saya berikan, sehingga rehap Pos Satpam dari dana lima juta itu,” terangnya.
Kisruh pengadaan saragam di SMPN 2 Sawan ini mencuat pada November 2017 lalu. Kala itu sejumlah orang tua mempertanyakan seragam Pramuka, karena anak mereka belum menerima jatah setelan Pramuka. Para orangtua ini mengaku telah melunasi biaya pengadaan seragam tersebut. Kisruh itu pun ditangani oleh Pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng, hingga akhirnya kisruh itu reda. *k19
Komentar