Kemenperin Dorong Pengusaha Gunakan Teknologi Pengolahan Limbah Sesuai Standar
Salah satu bahan kimia berbahaya yang terdaftar sebagai POPs, Polybrominated Diphenyl Ethers (PBDEs), disinyalir masih digunakan di Indonesia.
DENPASAR, NusaBali
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI mendorong agar pengusaha terkait menggunakan teknologi pengolahan limbah sesuai standar. Biasanya, ini digunakan sebagai Flame Retardant (penghambat nyala api) pada proses produksi.
“Kami meminta kepada sejumlah manufaktur seperti industri plastik, tekstil, alat angkut, dan elektronik agar menggunakan teknologi pengolahan limbah yang sesuai standar," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin RI, Ngakan Timur Antara, di sela seminar internasional pengolahan plastik, di Sanur Paradise Hotel, Senin (8/1).
Berdasarkan konvensi Stockholm, telah terindentifikasi 12 bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik persisten yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Kemenprin pun terus mendorong industri nasional agar mengoptimalkan pengelolaan sampah secara tepat. “Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah pedekatan waste to energy. Selain bisa mengurangi timbulan limbah, pendekatan tersebut juga membantu mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil,” katanya.
Karena itu, BPPPI Kemenprin bersama Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia sepakat untuk menyusun rekomendasi mengenai kebijakan pengelelolaan limbah industri di Tanah Air. “Kami menyelenggarakan seminar agar terjadi sharing dan ide-ide dari semua pemangku kepentingan,” katanya.
Sementara menurut Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, Ir I Putu Astawa MMA, yang menjadi masalah di Bali sampai saat ini adalah masalah sampah. Nantinya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali diharapkan mampu memotivasi masyarakat agar bisa mengatasi persampahan terutama di Bali. Sebab, masalah sampah sewaktu-waktu akan menjadi bom waktu nantinya jika tidak ditangani dengan bagus dan serius.
“Terkait sadar lingkungan, sudah dapat ditangani secara swadaya oleh desa-desa pakramaan di Bali, dan itu akan terus kami dorong. Seperti misalnya, di daerah Sengkidu, Takmung dan di derah Padang Tegal,” pungkasnya. *ind
“Kami meminta kepada sejumlah manufaktur seperti industri plastik, tekstil, alat angkut, dan elektronik agar menggunakan teknologi pengolahan limbah yang sesuai standar," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin RI, Ngakan Timur Antara, di sela seminar internasional pengolahan plastik, di Sanur Paradise Hotel, Senin (8/1).
Berdasarkan konvensi Stockholm, telah terindentifikasi 12 bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik persisten yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Kemenprin pun terus mendorong industri nasional agar mengoptimalkan pengelolaan sampah secara tepat. “Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah pedekatan waste to energy. Selain bisa mengurangi timbulan limbah, pendekatan tersebut juga membantu mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil,” katanya.
Karena itu, BPPPI Kemenprin bersama Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia sepakat untuk menyusun rekomendasi mengenai kebijakan pengelelolaan limbah industri di Tanah Air. “Kami menyelenggarakan seminar agar terjadi sharing dan ide-ide dari semua pemangku kepentingan,” katanya.
Sementara menurut Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, Ir I Putu Astawa MMA, yang menjadi masalah di Bali sampai saat ini adalah masalah sampah. Nantinya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali diharapkan mampu memotivasi masyarakat agar bisa mengatasi persampahan terutama di Bali. Sebab, masalah sampah sewaktu-waktu akan menjadi bom waktu nantinya jika tidak ditangani dengan bagus dan serius.
“Terkait sadar lingkungan, sudah dapat ditangani secara swadaya oleh desa-desa pakramaan di Bali, dan itu akan terus kami dorong. Seperti misalnya, di daerah Sengkidu, Takmung dan di derah Padang Tegal,” pungkasnya. *ind
Komentar