BWS BP Berharap Dukungan Masyarakat untuk Normalisasi Pantai
Kepala Balai Wilayah Sungai Bali Penida (BWS BP) Ketut Jayada berharap masyarakat pesisir mendukung rencana pemerintah menormalisasi pantai di Badung yang terdampak abrasi.
MANGUPURA, NusBali
Rencananya penataan pantai itu dilakukan pada 2019 mendatang. Permohonan dukungan itu menyusul adanya desas desus bahwa masyarakat Legian, Kecamatan Kuta, menolak program penataan pantai. Menurutnya, penolakan itu belum bisa ditanggapi saat ini secara serius, karena ini masih dalam perencanaan. Pihaknya akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu untuk memberikan pemahaman.
Penataan itu nanti, kata Jayada, tak hanya dilakukan di Pantai Legian tetapi seluruh pantai yang terdampak abrasi. Pengerjaan fisik terhadap proyek bantuan Jepang itu rencananya akan dilakukan pada 2019. Saat ini masih dalam tahap pematangan perencanaan.
“Proyek ini akan menyentuh pesisir seluruh Bali. Menurut saya, pemerintah kabupaten tidak usah buang-buang uang dengan melakukan penataan sementara. Lebih baik tunggu saja penataan di tahun 2019. Nanti akan kami lakukan sosialisasi yang matang kepada masyarakat. Kalau ada yang nolak, saya juga bingung. Di koran terus disoroti, tetapi masyarakat kok nolak,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Badan Pengkaji Perumus dan Pengawas Aset Desa (BP3AD) Legian Made Sada, mengemukakan alasan penolakan karena masyarakat ingin kondisi pantai yang alami. Menurutnya biarkan siklus alam yang mengubahnya.
“Kami masyarakat Legian ingin pantai tetap alami. Bagi kami Pantai Legian adalah pantai spesial. Pada saatnya nanti akan tergerus abrasi dan pada saat juga alam akan membetuknya kembali menjadi indah,” ujarnya.
Made Sada yang didampingi Ketua Pengelola Pantai Desa Adat Legian (PPDAL) Wayan Suarta, mengaku kondisi Pantai Legian saat ini memberi daya tarik sendiri. Meski pantainya landai tetapi sangat disukai oleh pengunjung.
Selain itu penolakan penataan pantai karena kekhawatiran akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Salah satunya memengaruhi kondisi ombak. Menurutnya ombak merupakan salah satu jualan. Banyak wisatawan yang datang ke Pantai Legian untuk surfing. Kalau misalnya tiba-tiba ombaknya hilang berarti salah satu daya tarik ikut hilang. “Kami tidak mau kehilangan ombak, gara-gara penambahan pasir,” tandasnya. *p
Penataan itu nanti, kata Jayada, tak hanya dilakukan di Pantai Legian tetapi seluruh pantai yang terdampak abrasi. Pengerjaan fisik terhadap proyek bantuan Jepang itu rencananya akan dilakukan pada 2019. Saat ini masih dalam tahap pematangan perencanaan.
“Proyek ini akan menyentuh pesisir seluruh Bali. Menurut saya, pemerintah kabupaten tidak usah buang-buang uang dengan melakukan penataan sementara. Lebih baik tunggu saja penataan di tahun 2019. Nanti akan kami lakukan sosialisasi yang matang kepada masyarakat. Kalau ada yang nolak, saya juga bingung. Di koran terus disoroti, tetapi masyarakat kok nolak,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Badan Pengkaji Perumus dan Pengawas Aset Desa (BP3AD) Legian Made Sada, mengemukakan alasan penolakan karena masyarakat ingin kondisi pantai yang alami. Menurutnya biarkan siklus alam yang mengubahnya.
“Kami masyarakat Legian ingin pantai tetap alami. Bagi kami Pantai Legian adalah pantai spesial. Pada saatnya nanti akan tergerus abrasi dan pada saat juga alam akan membetuknya kembali menjadi indah,” ujarnya.
Made Sada yang didampingi Ketua Pengelola Pantai Desa Adat Legian (PPDAL) Wayan Suarta, mengaku kondisi Pantai Legian saat ini memberi daya tarik sendiri. Meski pantainya landai tetapi sangat disukai oleh pengunjung.
Selain itu penolakan penataan pantai karena kekhawatiran akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Salah satunya memengaruhi kondisi ombak. Menurutnya ombak merupakan salah satu jualan. Banyak wisatawan yang datang ke Pantai Legian untuk surfing. Kalau misalnya tiba-tiba ombaknya hilang berarti salah satu daya tarik ikut hilang. “Kami tidak mau kehilangan ombak, gara-gara penambahan pasir,” tandasnya. *p
Komentar