Fredrich Mangkir dari Panggilan KPK
Peradi belum menemukan pelanggaran kode etik pada Fredrich
JAKARTA, NusaBali
Fredrich Yunadi, mantan kuasa hukum Setya Novanto, dipastikan absen dalam panggilan pertama penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitas sebagai tersangka. Sementara dalam keterangannya semalam, Fredrich Yunadi membantah tudingan merintangi atau menghalangi proses penyidikan kasus KTP elektronik atau e-KTP.
Jumat (12/1), penasihat hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa seperti dilansir liputan6 kembali mendatangi KPK. Pihaknya mempertanyakan jawaban dari penyidik terkait surat permohonan penundaan pemeriksaan pertama yang dijadwalkan pada Jumat kemarin.
Menurut Refa, surat yang dikirim ke penyidik KPK berisi permintaan untuk proses pemeriksaan terhadap Fredrich ditunda sampai adanya keputusan sidang kode etik yang sedang ditangani komisi pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Peradi akan melakukan proses pemeriksaan kode etik terhadap Fredrich waktu mendampingi Novanto. "Surat ini dikabulkan atau enggak, kalau dikabulkan berati kan bisa ditunda (pemeriksaan), kalau enggak dikabulkan, bisa diagendakan (ulang), ini kan baru agenda," ujar Refa.?
Refa membantah absennya Fredrich dari panggilan pertama sebagai tersangka ini bukan untuk menghindari proses hukum di KPK. Dia mengklaim, Fredrich akan mengikuti proses hukum yang dilakukan lembaga antirasuah itu. Ia pun berdalih Fredrich masih berada di Jakarta. "Ini proses hukum yang harus dihadapi, ya akan dihadapi. Cuma karena kami sudah buat surat kemarin, kami ingin tahu bagaimana kelanjutan surat kami itu, dikabulkan atau enggak," kata Refa seperti dilansir vivanews.
Sementara itu Komisi Pengawas (Komwas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menilai, sejauh ini belum menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan Fredrich Yunadi ketika mendampingi Ketua non aktif DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Namun, Komwas Peradi memiliki catatan khusus atas tindak tanduk Fredrich di awal mendampingi Setnov saat mendapat surat panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhir Oktober sampai pertengahan November 2017 lalu.
Sekretaris Komwas Peradi, Victor W. Nadapdap menyebut, berdasarkan pantauan sepanjang mendampingi Setnov di awal penyidikan, pihaknya menyimpulkan Fredrich hanya omong besar semata dan tak paham soal hukum.
"Kalau kami ikuti, kami kan ikuti omongannya segala macam. Jadi kami sampai saat ini baru berkesimpulan omongannya, omong besar saja. Ngomong ember saja (Fredrich)," kata Victor lewat sambungan telepon, Jumat (12/1) seperti dilansir cnnindonesia.
Salah satu pendapat Fredrich yang menjadi sorotan, kata Victor, adalah ketika menyatakan bahwa penegak hukum yang akan memeriksa anggota DPR harus mendapat izin presiden. Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa tak perlu izin presiden untuk memeriksa anggota dewan dalam kasus korupsi.
Meskipun demikian, lanjut Victor, hal tersebut belum masuk dalam kategori melanggar kode etik advokat, yang tertuang dalam Kode Etik Advokat Indonesia.
"Jadi ada sesuatu, dia tidak tahu hukum gitu lah, kurang cakap hukum, misalnya tidak membaca. Menurut kita belum termasuk pelanggaran etik atau pelanggaran hukum," tuturnya.
Victor yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan menyatakan, kemungkinan laporan pelanggaran kode etik Fredrich terkait peristiwa kecelakaan Setnov hingga masuk Rumah Sakit Medika Permata Hijau sudah masuk ke DPN Peradi.
Terkait dengan pelanggaran kode etik, Victor menambahkan, diatur dalam Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Peradi Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.
Victor melanjutkan, pihaknya belum mengetahui sangkaan KPK terhadap Fredrich terkait dugaan merintangi proses penyidikan Setnov dalam kasus korupsi e-KTP, masuk dalam pelanggaran kode etik advokat. Menurut dia, pihaknya perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Fredrich. "Jadi yang terakhir ini belum kita lihat ini, yang katanya pesan (satu lantai) di rumah sakit, belum kita cek," kata dia. *
Jumat (12/1), penasihat hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa seperti dilansir liputan6 kembali mendatangi KPK. Pihaknya mempertanyakan jawaban dari penyidik terkait surat permohonan penundaan pemeriksaan pertama yang dijadwalkan pada Jumat kemarin.
Menurut Refa, surat yang dikirim ke penyidik KPK berisi permintaan untuk proses pemeriksaan terhadap Fredrich ditunda sampai adanya keputusan sidang kode etik yang sedang ditangani komisi pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Peradi akan melakukan proses pemeriksaan kode etik terhadap Fredrich waktu mendampingi Novanto. "Surat ini dikabulkan atau enggak, kalau dikabulkan berati kan bisa ditunda (pemeriksaan), kalau enggak dikabulkan, bisa diagendakan (ulang), ini kan baru agenda," ujar Refa.?
Refa membantah absennya Fredrich dari panggilan pertama sebagai tersangka ini bukan untuk menghindari proses hukum di KPK. Dia mengklaim, Fredrich akan mengikuti proses hukum yang dilakukan lembaga antirasuah itu. Ia pun berdalih Fredrich masih berada di Jakarta. "Ini proses hukum yang harus dihadapi, ya akan dihadapi. Cuma karena kami sudah buat surat kemarin, kami ingin tahu bagaimana kelanjutan surat kami itu, dikabulkan atau enggak," kata Refa seperti dilansir vivanews.
Sementara itu Komisi Pengawas (Komwas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menilai, sejauh ini belum menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan Fredrich Yunadi ketika mendampingi Ketua non aktif DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Namun, Komwas Peradi memiliki catatan khusus atas tindak tanduk Fredrich di awal mendampingi Setnov saat mendapat surat panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhir Oktober sampai pertengahan November 2017 lalu.
Sekretaris Komwas Peradi, Victor W. Nadapdap menyebut, berdasarkan pantauan sepanjang mendampingi Setnov di awal penyidikan, pihaknya menyimpulkan Fredrich hanya omong besar semata dan tak paham soal hukum.
"Kalau kami ikuti, kami kan ikuti omongannya segala macam. Jadi kami sampai saat ini baru berkesimpulan omongannya, omong besar saja. Ngomong ember saja (Fredrich)," kata Victor lewat sambungan telepon, Jumat (12/1) seperti dilansir cnnindonesia.
Salah satu pendapat Fredrich yang menjadi sorotan, kata Victor, adalah ketika menyatakan bahwa penegak hukum yang akan memeriksa anggota DPR harus mendapat izin presiden. Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa tak perlu izin presiden untuk memeriksa anggota dewan dalam kasus korupsi.
Meskipun demikian, lanjut Victor, hal tersebut belum masuk dalam kategori melanggar kode etik advokat, yang tertuang dalam Kode Etik Advokat Indonesia.
"Jadi ada sesuatu, dia tidak tahu hukum gitu lah, kurang cakap hukum, misalnya tidak membaca. Menurut kita belum termasuk pelanggaran etik atau pelanggaran hukum," tuturnya.
Victor yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan menyatakan, kemungkinan laporan pelanggaran kode etik Fredrich terkait peristiwa kecelakaan Setnov hingga masuk Rumah Sakit Medika Permata Hijau sudah masuk ke DPN Peradi.
Terkait dengan pelanggaran kode etik, Victor menambahkan, diatur dalam Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Peradi Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.
Victor melanjutkan, pihaknya belum mengetahui sangkaan KPK terhadap Fredrich terkait dugaan merintangi proses penyidikan Setnov dalam kasus korupsi e-KTP, masuk dalam pelanggaran kode etik advokat. Menurut dia, pihaknya perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Fredrich. "Jadi yang terakhir ini belum kita lihat ini, yang katanya pesan (satu lantai) di rumah sakit, belum kita cek," kata dia. *
1
Komentar