Jepang Tujuan Terbesar Ikan Bali
Pasaran Jepang menyerap paling banyak komoditas ikan dan udang dari Bali yakni mencapai 21,35 persen dari total pengapalan mata dagangan tersebut sebesar 14,46 juta dolar AS selama bulan November 2017.
DENPASAR, NusaBali
"Hasil tangkapan nelayan dan perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan kapal-kapal besar mangkal di Pelabuhan Benoa itu, produksinya menembus berbagai negara di belahan dunia, setelah Jepang menyusul Amerika Serikat yang menampung 18,91 persen," kata Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho, Sabtu (13/1).
Adi Nugroho menambahkan, Bali mengekspor ikan dan udang ke pasaran luar negeri senilai 14,46 juta dolar AS selama bulan November 2017, meningkat 1,34 juta dolar AS atau 10,98 persen dibanding bulan sebelumnya (Oktober 2017) yang tercatat 13,118 juta dolar AS. "Namun dibanding dengan bulan yang sama tahun sebelumnya juga meningkat sebesar 2,64 juta dolar AS atau 22,43 persen, karena November 2016 pengapalan ikan dan udang itu hanya menghasilkan devisa sebesar 11,81 juta dolar AS," kata Adi Nugroho.
Ia mengatakan, komoditas ikan dan udang itu mampu memberikan kontribusi sebesar 31,51 persen dari total nilai ekspor Bali yang mencapai 45,90 juta dolar AS selama bulan November 2017, menurun 1,79 juta dolar AS atau 3,76 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai 47,60 juta dolar AS. Namun dibanding dengan bulan yang sama tahun sebelumnya meningkat sebesar 1,67 juta dolar AS atau 3,84 persen, karena pengapalan ikan dan udang pada bulan November 2016 menghasilkan devisa sebesar 44,20 juta dolar AS.
Ikan dan udang merupakan salah satu dari lima komoditas utama ekspor Bali yang memberikan andil terbesar yakni 31,51 persen, menyusul produk perhiasan (permata) 15,94 persen, pakaian jadi bukan rajutan 11,17 persen, produk kayu, barang dari kayu 9,02 persen serta produk perabot, penerangan rumah 5,75 persen.
Adi Nugroho menjelaskan, meskipun nilai ekspor ikan dan udang dari Bali itu cukup besar, namun perannya terhadap pembentukan nilai tukar petani (NTP) menurun sebesar 0,27 persen dari 104,81 persen pada Oktober 2017 menjadi 104,53 persen pada November 2017.
Indeks harga dari hasil produksi yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,48 persen dan indeks yang dibayar petani (lb) tercatat mengalami kenaikan yang lebih besar yakni 0,75 persen. Kenaikan indeks yang diterima petani disebabkan oleh naiknya harga komoditas perikanan yakni kelompok perikanan tangkap 0,64 persen dan perikanan budidaya 0,15 peran. “Beberapa komoditas perikanan yang mengalami kenaikan harga antara lain cumi-cumi, ikan cakalang, lemuru, lele dan ikan tongkol,” ujar Adi Nugroho.*ant
Adi Nugroho menambahkan, Bali mengekspor ikan dan udang ke pasaran luar negeri senilai 14,46 juta dolar AS selama bulan November 2017, meningkat 1,34 juta dolar AS atau 10,98 persen dibanding bulan sebelumnya (Oktober 2017) yang tercatat 13,118 juta dolar AS. "Namun dibanding dengan bulan yang sama tahun sebelumnya juga meningkat sebesar 2,64 juta dolar AS atau 22,43 persen, karena November 2016 pengapalan ikan dan udang itu hanya menghasilkan devisa sebesar 11,81 juta dolar AS," kata Adi Nugroho.
Ia mengatakan, komoditas ikan dan udang itu mampu memberikan kontribusi sebesar 31,51 persen dari total nilai ekspor Bali yang mencapai 45,90 juta dolar AS selama bulan November 2017, menurun 1,79 juta dolar AS atau 3,76 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai 47,60 juta dolar AS. Namun dibanding dengan bulan yang sama tahun sebelumnya meningkat sebesar 1,67 juta dolar AS atau 3,84 persen, karena pengapalan ikan dan udang pada bulan November 2016 menghasilkan devisa sebesar 44,20 juta dolar AS.
Ikan dan udang merupakan salah satu dari lima komoditas utama ekspor Bali yang memberikan andil terbesar yakni 31,51 persen, menyusul produk perhiasan (permata) 15,94 persen, pakaian jadi bukan rajutan 11,17 persen, produk kayu, barang dari kayu 9,02 persen serta produk perabot, penerangan rumah 5,75 persen.
Adi Nugroho menjelaskan, meskipun nilai ekspor ikan dan udang dari Bali itu cukup besar, namun perannya terhadap pembentukan nilai tukar petani (NTP) menurun sebesar 0,27 persen dari 104,81 persen pada Oktober 2017 menjadi 104,53 persen pada November 2017.
Indeks harga dari hasil produksi yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,48 persen dan indeks yang dibayar petani (lb) tercatat mengalami kenaikan yang lebih besar yakni 0,75 persen. Kenaikan indeks yang diterima petani disebabkan oleh naiknya harga komoditas perikanan yakni kelompok perikanan tangkap 0,64 persen dan perikanan budidaya 0,15 peran. “Beberapa komoditas perikanan yang mengalami kenaikan harga antara lain cumi-cumi, ikan cakalang, lemuru, lele dan ikan tongkol,” ujar Adi Nugroho.*ant
1
Komentar