Sejak 1996 Manfaatkan Energi Matahari untuk Tenaga Listrik di Rumahnya
Agung Putra Dhyana juga ciptakan charger HP dengan panel surya yang bentuknya cukup unik, karena merakit 4 panel surya yang dihubungkan ke empat baterai kecil pada capil klangsah.
Mengenal Agung Putra Dhyana, Pria Inovatif Asal Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Tabanan
Agung Putra Dhyana pakai capil klangsah berisi panel surya yang berfungsi sebagai charger HP. Agung Putra Dhyana memasak di dapur dengan listrik tenaga surya setelah memodifikasi kompor listrik.
TABANAN, NusaBali
Ada sebuah rumah tangga unik di Banjar Geluntung Kaja, Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Tabanan. Dibilang unik, karena atap seluruh bangunan rumah tersebut tampak terisi solar cell wafer (panel surya). Solar cell wafer ini merupakan hasil inovasi sang pemilik rumah, Agung Putra Dhyana, 47, yang memanfaatkan energi matahari untuk pembangkit tenaga listrik di rumahnya.
Pantauan NusaBali, bukan hanya bangunan induk di rumah Agung Putra Dhyana yang atapnya dipenuhi solar cell wafer (panel surya). Peralatan panel surya tersebut juga menghiasi seluruh atap bangunan lainnya, mulai Bale Daja, Bale Dangin, Dapur, hingga Merajan (Pura Keluarga). Inovasi menyerap energi matahari menjadi pembangkit tenaha listrik tersebut sudah dilakukan Putra Dhyana sejak tahun 1996 silam.
Putra Dhyana yang akrab disapa Gung Kayon mengaku terinspirasi menggunakan listrik tenaga surya untuk menciptakan energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dia sekaligus ingin memperkenalkan kepada masyarakat energi baru terbarukan. Jika masyarakat mulai beralih ke panel surya untuk kebutuhan listrik, maka kekhawatiran krisis energi listrik bisa terpatahkan.
Menurut Gung Kayon, sampai saat ini pihaknya masih berlangganan listrik PLN, meskipun sejatinya sudah siap beralih 100 persen ke listrik energi surya. Saat ini, listrik dari PLN itu hanya dipasang di bangunan Bale Daja, tempat ibu kandungnya, I Gusti Ayu Made Sulandri, kesehariannya beristirahat.
“Saya masih pasang listrik PLN untuk jaga perasaan ibu saja. Sebab, beliau merasa nyaman dengan listrik PLN,” ungkap Gung Kayon saat ditemui NusaBali di rumahnya di Banjar Geluntung Kaja, Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Minggu (24/1) lalu.
Namun, bangunan di luar Bale Daja, menurut Gung Kayon, semuanya telah menggunakan listrik sumber energi matahari. Dengan pemakaian listrik energi surya ini, Gung Kayon bisa berhemat. Dia hanya perlu Rp 20.000 per bulan untuk bayar rekening listrik PLN dengan daya 1.300 Watt.
Padahal, rumah tangga lainnya di Banjar Geluntung Kaja, Desa geluntung yang menggunakan daya 1.300 Watt, rata-rata bayar listrik hingga Rp 300.000 per bulan. “Saya hanya cangcang (nyalakan terus menerus) listrik PLN di Bale Daja saja,” papar jebololan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud tahun 1998 ini.
Gung Kayon memaparkan, dengan listrik energi surya yang digunakan sejak 20 tahun terakhir, dirinya bisa beraktivitas seperti biasa. Mulai menghidupkan televisi, laptop, charge HP, lampu penerangan, hingga memasak juga menggunakan energi panel surya. Bahkan, dua unit sepeda motor milik Gung Kayon juga menggunakan tenaga surya.
Bukan hanya itu. Gung Kayon juga menciptakan charger HP dengan panel surya yang bentuknya cukup unik. Dia merakit 4 panel surya kecil berdaya masing-masing 0,003 Watt yang dihubungkan ke empat baterai kecil ukuran A2 pada topi (capil) klangsah miliknya. Power bank ciptaan Gung Kayon ini bisa isi strum selama 1 jam. Ini juga bagus digunakan menyalakan lampu LED.
“Ini hanya mainan, bikin power bank HP untuk menarik minat generasi muda. Siapa tahu bisa jadi kerajinan kreatif bagi anak-anak pedesaan dengan bercirikan Bali,” jelas arsitek kelahiran Denpasar, 29 Oktober 1968, yang yang sempat kursus bidang Ekologi di Belanda ini.
Selain membuat power bank di capil klangsah, Gung Kayon juga bikin kotak laptop sekaligus charger untuk memudahkan membawa komputer jinjing. Teruna lingsir (perjaka tua) berusia 47 tahun ini juga merancang tas ransel untuk menyalakan lampu dan laptop buat kenyamanan berpetualang. Bahkan, Gung Kayon pernah membantu pemasangan panel surya dalam tas temannya yang berangkat mendaki ke Pegunungan Himalaya, Nepal.
Sementara itu, dalam tas panel surya milik Gung Kayon terpasang sebuah panel berdaya 10 Watt, yang harganya sekitar Rp 400.000. Panel surya ini berisi baterai 5 Ampere. Jika mendapat pasokan cahaya selama 6 jam, maka akan mendapatkan daya 60 Watt. “Itu cukup untuk nambah daya laptop selama 1 jam,” terang Gung Kayon.
Saat ini, semua bangunan termasuk tempat suci di rumah Gung Kayon telah dipasangi panel surya, seperti atap Merajan, Bale Delod, Bale Dangin, dan Bale Daja. Karena semua terpasangi panel surya, maka terjadi kelebihan daya. Soalnya, kebutuhan listrik sehari-hari di rumahnya tidaklah banyak. Khusus di Bale Delod, dapur, dan garase, Gung Kayon memasang panel surya ukuran 100 cm x 60 cm, dengan menghasilkan daya 100 Watt. Sedangkan di Merajan, dia memasang panel surya ukuran 50 cm x 30 cm dengan daya 20 Watt.
Di awal-awal memulai pasang panel surya sekitar tahun 1996 silam, Gung Kayon mengaku kesulitan mendapatkan bahan karena harus impor. Namun sekarang, panel surya sudah bisa didapatkan di Bandung, Jawa Barat. Untuk menghasilkan listrik, panel surya dihubungkan pada accu (baterai). Fungsi panel surya adalah memberi energi pada accu untuk pembangkit listrik. Supaya energi yang masuk dan diperlukan terkontrol, masih diperlukan alat (boleh ada boleh tidak) yakni controller.
Gung Kayon sendiri harus mengeluarkan dana sebesar Rp 7,5 juta untuk pengadaan panel listrik. Satu panel 100 Watt dibeli dengan harga sekitar Rp 2,5 juta ketika harga panel sekitar Rp 25.000 per Watt. Lalu, beli baterai seharga Rp 1,5 juta. Sehingga, total dana yang dikeluarkan untuk pengadaan tenaga listrik energi matahari di rumah Gung Kayon mencapai Rp 9 juta. “Tenaga listrik panel surya ini mulai dilirik, saya sudah pasang di Denpasar, Ubud, dan kawasan pegunungan Pupuan,” terang Gung Kayon. 7 k21
Komentar