Warning Lawakan Bondres yang Melecehkan
Puluhan seniman, sanggar seni dan juga komunitas dihadirkan Dinas Kebudayaan Buleleng di Puri Seni Sasana Budaya Kamis (18/1) kemarin untuk membahas aktualiasasi tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 tahun 2018.
Aktualisasi Tema PKB Ke-40
SINGARAJA, NusaBali
Dalam kesempatan tersebut juga disoroti pementasan kesenian bondres inovatif yang malah kerap mem-bully dalam menyampaikan banyolan.
Hal tersebut disorot oleh Ketua Tim Kurator PKB ke-40, Prof I Wayan Dibia. Menurutnya, selama ini pementasan bondres inovatif banyak mengangkat kecacatan seseorang menjadi banyolan dan tertawaan. Padahal hal tersebut justru membuat Bali sebagai kelompok etnis yang kaya akan budaya dicap kurang mendidik. Apalagi saat ini kesenian Bali tidak hanya dinikmati oleh orang Bali, tetapi sudah dikonsumsi oleh dunia.
“Kalau soal karakter wajah topeng yang dibawakan itu tidak menjadi persoalan. Tetapi yang menjadi persoalan orang yang cacat fisik, cacat mental, orang stroke diperagakan di atas panggung dan menjadi tertawaan dan bulan-bulanan, itu yang membuat kita disoroti sebagai kelompok etnik,” kata dia.
Banyolan yang menjadikan kecacatan seseorang itu pun dinilai kurang mendidik. Sehingga para sekaa bondres saat ini perlu memperbaiki diri untuk memperkaya wawasan untuk dapat menyajikan banyolan yang lebih segar dan lebih intelek. Menyikapi hal tersebut dari pihak Listibya juga sudah sempat menggelar Fokus Group Discusion (FGD) yang khusus membahas tema banyolan bondres yang tidak lagi menyinggung kecacatan orang.
Selain juga menerbitkan buku babondresan sebagai panduan bagi seniman-seniman bondres yang ada di Bali. Harapannya ke depan dapat mengurangi sedikit demi sedikit pementasan bondres yang kurang mendidik. Khusus untuk tema yang diangkat dalam PKB ke-40, yakni Teja Dharmaning Kahuripan, Prof Dibia juga berharap seniman yang terlibat benar-benar menciptakan garapan sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
“Tema jangan hanya ditempelkan sebagai label verbal di akhir saja, tetapi bagaimana intinya menerapkan panas api dalam sebuah garapan seni. Tidak juga lantas dipertontonkan api secara visual yang terlalu membodoh-bodohi penonton,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala Bidang Kesenian, Dinas Kebudayaan Buleleng, Wayan Sujana mengaku telah mengimbau sekaa untuk membenahi mindset dalam garapan seni. Selama ini banyak seniman yang masih bingung dalam penerapan tema tahun ini yang mengangkat tentang api.Bahkan beberapa cerita sejarah yang melambangkan semangat juang yang berapi-api menjadi saran garapan pada seniman.
Dalam PKB ke-40, Kabupaten Buleleng akan mengikuti 25 cabang kesenian dari 26 cabang kesenian ada. Buleleng hanya absen pada kesenian arja remaja. Alasannya diperlukan proses persiapan dan latihan yang panjang, sementara anggaran yang tersedia relatif sedikit, hanya Rp 20 juta untuk kesenian arja.
Dalam pagelaran juga akan menampilkan kesenian Budrah khas Desa Pegayaman, Kecamata Sukasada, Buleleng. Kesenian itu disebut kesenian khas Buleleng menyimbolkan akulturasi budaya. Sekaa budrah yang selama ini dimainkan oleh umat Muslim di Desa Pegayaman, dikatakan memiliki nilai sejarah yang kuat dengan kepemimpinan Raja Ki Gusti Panji Sakti.*k23
Komentar